2. Real life never perfect

1975 Words
Keheningan terasa kuat dalam ruangan khusus sekertaris para direktur dalam gedung Reins Company siang ini. Ruangan itu adalah sebuah ruangan khusus yang ditempati oleh sekertaris Direktur Utama, Direktur Operasional, Direktur Supply Chain, Direktur Pemasaran, dan Direktur Keuangan. Dalam ruangan itu terdapat enam meja kerja dengan enam orang sekertaris yang bertugas mendampingi atasan mereka masing-masing. “Laptop itu bisa bolong layarnya kalo kamu liatin terus seperti itu, Claire.” Erica yang menjabat sekretaris Josh Willem yang menempati posisi Direktur Supply Chain itu angkat suara. Claire mendelik mendengar ucapan rekan kerjanya itu. “Aku gak cuma ingin bikin layar laptop ini bolong, Er... Rasanya kalo punya tatapan laser yang bisa membolongi sesuatu, aku ingin bikin pintu ruangan Pak Dean bolong karena tugasnya ini bikin aku sakit kepala. Dia minta aku reschedule jadwalnya yang sudah padat merayap kayak semut antri ngerubungin gula.” "Memangnya kamu berani bolongin pintu ruangan Pak Dean?" tanya Mario dengan nada sinis. Claire cemberut dan menggelengkan kepalanya dengan lesu, "Tapi aku bingung bagaimana mereschedule jadwal ini. Aku sungguh ingin memiliki kekuatan harry potter yang bisa memutar waktu sehingga aku bisa mengatur jadwal ini dari awal dan aku akan menghindari hari dimana sang direktur keuangan yang baru itu datang." Mario yang menjabat sekretaris Gilbert Fork yang menempati posisi Direktur Pemasaran pun terkekeh, “Sabar, Claire. Tugas kita kan dari dulu begitu. Buat jadwal dan ubah jadwal. Sayang kita tidak memiliki kekuatan harry potter. Kamu terlalu kebanyakan menonton film fiksi, Claire.” Claire memasang wajah lesu menatap Mario. “Masalahnya sekarang gak bisa direschedule, Er. Ini gara-gara si Direktur Keuangan yang baru. Emangnya gak bisa datengnya nanti minggu depan begitu pas awal bulan? Kenapa mesti akhir bulan pas orang repot semua sih.” Claire menggerutu kesal sendiri mengingat penyebab ia harus mereschedule jadwal yang sudah ia susun rapi itu. Pintu ruangan sekretaris pun terbuka. Perhatian semua orang yang ada di dalamnya pun beralih ke arah pintu dan mendapati seorang pria paruh baya dengan tubuh yang masih bugar masuk ke dalam ruangan dan langsung menuju meja kerjanya, “Halo, Selamat siang semuanya..” “Selamat siang, Om Reno..” Reno adalah sekretaris sekaligus asisten pribadi Reiner Algantara yang menjabat sebagai Komisaris Reins sejak lama. Walau sudah tidak muda lagi tapi Reno tetap menjadi sekretaris yang handal yang menjadi panutan sekretaris muda disana. Menyadari usianya yang sudah tidak muda lagi Reno lebih nyaman dipanggil Om oleh para sekretaris muda yang satu ruangan dengannya dibandingkan dipanggil Pak dan hal itu pula yang diterapkan oleh Peter, sekretaris Ghandi Alfarezi. Reins Company tempat Claire bekerja saat ini adalah sebuah perusahaan yang sudah lama berdiri dan berhasil bertahan dan berkembang pesat berkat tangan dingin dua sahabat kental, Reiner Algantara dan Dean Alfarezi yang mengawali perusahaan ini. Berkat kedua pria itu dan bantuan Ryandra Algantara, Reins Company berkembang pesat dan kini menjadi sebuah perusahaan yang paling diminati oleh para pencari kerja termasuk Claire dan rekan kerja satu ruangannya. Dalam ruangan itu terdapat enam meja kerja dan meja kerja Reno dan Peter memiliki ukuran yang paling besar karena Reno adalah sekretaris komisaris dan Peter adalah sekretaris sang Direktur Utama yang diduduki oleh Ghandi Alfarezi. Keduanya disegani dalam ruangan sekretaris karena jam terbang keduanya sebagai sekretaris yang tidak main-main. Meja kerja Reno dan Peter bersebelahan lalu di bagian kiri dan kanan masing-masing terdapat dua meja kerja. Di bagian kiri ada meja kerja Erica dan Mario lalu di bagian kanan ada meja kerja Claire dan satu meja kerja kosong yang akan ditempati oleh sekretaris direktur keuangan yang baru akan bergabung dengan mereka nanti. “Saya mau mengingatkan, Direktur keuangan yang baru akan join dengan Reins dua hari lagi. Kosongkan jadwal direktur masing-masing karena akan ada ceremony dan juga makan siang bersama... Lalu akan ada sekretaris baru juga yang akan bergabung dengan team kita. Robert akan mendampingi Direktur Keuangan.” Claire, Erica dan Mario kompak menjawab, “Baik, Om.” Reno kembali fokus pada pekerjaannya dan tidak lama kemudian Reno pamit keluar meninggalkan ruangan itu untuk pergi menemani Reiner Algantara meninggalkan ketiga sekretaris muda itu untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Hari ini Claire terlihat manis dengan baju kerja pilihannya. Wanita berusia dua puluh delapan tahun dengan zodiak capricorn itu memilih kemeja polos berwarna biru muda dengan rok hitam sebatas lutut yang membalut tubuhnya dengan rambut sebahu yang diikat rapi membentuk ekor kuda. Sudah enam tahun Claire mengenal Mario dan Erica. Keduanya adalah senior Claire karena sudah bergabung lebih dulu dengan Reins. Claire adalah sekretaris yang paling muda dan yang terakhir bergabung di ruangan itu. “Tebelin telinga kamu saja dengerin ocehan karena kamu minta reschedule. Enggak ada pilihan lain lagi. Dari tadi telingaku saja sudah panas dengerin omelan karena minta reschedule yang ketiga kalinya. Untungnya bukan hal penting banget tapi memang sekretaris di sana resek saja,” Mario berucap dengan nada pasrah. Claire menghela nafas panjang mendengar ucapan seniornya itu. “Aku sebenernya lebih penasaran sama siapa yang duduk di kursi Direktur Keuangan yang gantiin Pak Joseph. Apa yang gantiin masih muda kayak Pak Dean atau seusia Pak Joseph...” Erica angkat suara. Claire terdiam mendengar ucapan Erica, “Semoga masih muda. Masa iya mau bapak-bapak semua. Reins sudah makin besar dan perlu yang muda-muda buat ambil bagian kayak kita-kita ini. Aku dulu enggak nyangka kalo Om Reno dan Om Peter itu akan menjadi rekan kerja satu ruangan. Maksud aku, aku pikir mereka itu bosnya bukan sekretarisnya.” Mario terkekeh mendengar ucapan Claire. “Aku juga dulu merasakan hal yang sama, Claire.” “Aku harap direktur keuangan yang baru sama hebatnya dengan Pak Joseph dan sekretarisnya Robert itu menyenangkan seperti Vianne sekretaris Pak Joseph dulu,” ucap Erica dengan penuh nada berharap. Mario yang baru menyenderkan punggungnya pun menyeringai menatap Erica, “Robert menyenangkan seperti Vianne atau Robert jangan seangkatan dengan Om Reno?” Tawa Erica pun berderai. Erika mengedipkan sebelah matanya pada Mario lalu berucap, “Kamu memang paling mengenal aku, Mar. Siapa tahu ketemu jodoh... Aku lelah menjadi pegawai kecil seperti ini. Aku berharap aku adalah anak seorang kolongmerat yang hilang dan ditemukan. Aku pusing memikirkan uang untuk kebutuhan sehari-hari," Erica berucap dengan nada sedang berangan-angan. Mario pun tersenyum sinis, "Terus berangan, Erica. Pekerjaanmu akan selesai dengan berangan-angan." Erica cemberut menatap Mario lalu beralih pada Claire, "Mario memang menyebalkan. Bukan begitu Claire?" Claire memilih mengangkat kedua tangannya, "Aku netral." "Claire sepertinya tidak seperti kita yang pusing dengan tagihan-tagihan. Dia mendapatkan bonus yang banyak dari Pak Dean dan pasti keuangannya aman." Claire hanya tersenyum mendengar ucapan Erica sambil membatin, Seandainya kamu tau kehidupanku, Er.. Tiba-tiba interkom milik Claire berbunyi dan Claire segera meninggalkan ruangan kerjanya dan menuju ruangan kerja atasannya yang terletak tidak jauh dari ruangan kerja para sekretaris berada. Claire dengan sopan mengetuk pintu dan masuk mendekati bosnya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” “Claire, Freddy menghubungi saya. Dia tidak bisa mengubah jadwal pertemuan dan saya sudah bicarakan dengan Pak Reiner. Kita tidak ikut dalam penyambutan direktur keuangan yang baru tapi kita akan ikut saat makan siang.” Claire mendengarkan ucapan atasannya itu dengan seksama dan menganggukkan kepalanya dengan patuh sebelum keluar meninggalkan ruangan kerja bosnya dan kembali ke ruangan kerjanya. Claire sudah enam tahun menjadi menjalankan perannya sebagai seorang sekretaris handal yang kemampuannya diakui oleh para petinggi di Reins. Claire dengan kecerdasan menjadi penolong Dean dalam menjalankan tugas pria itu selama ini. Claire dengan kehati-hatian dan ketelitiannya melakukan setiap pekerjaannya termasuk apa yang tadi di instruksikan oleh Dean. Saat Claire berjalan menuju ruang kerjanya, langkahnya terhenti karena sebuah pesan masuk ke ponsel wanita itu. Judith tidak datang bekerja hari ini. Kalau dia tidak datang besok, lebih baik mamamu itu mencari pekerjaan lain. Claire memejamkan matanya sesaat mencoba meredakan emosi yang mendadak melenggak dalam dirinya. Claire memilih turun menuju coffee shop sejenak sambil memperbaiki moodnya sebelum wanita itu kembali ke ruangan kerjanya demi melanjutkan pekerjaannya. *** “Aku minta uang!” Claire baru saja sampai di flat tempatnya tinggal dan wanita itu memejamkan matanya mendengar suara yang sangat ia kenal itu. Claire menoleh menatap Mamanya, “Aku belum gajian, Ma. Uangku sudah aku berikan sama mama. Kalau mama perlu uang lebih baik mama mendatangi tempat Oscar. Bekerja bukannya membuat ulah..” Mama Judith mengeram kesal. “Aku bekerja tapi hari ini tubuhku lelah! Aku perlu refreshing dan berikan aku uang!” Claire menghela nafas panjang mendengar ucapan mamanya. Ia terlalu malas untuk berdebat jadi ia memilih mendorong tasnya dengan gerakan malas, “Mama bisa lihat sendiri. Aku tidak memiliki uang sama sekali. Tidak ada uang yang aku bisa berikan sama mama.” Mama Judith mendengus kesal, “Sudah aku bilang lebih baik kamu bekerja di club dari pada kantoran seperti itu. Di club kamu bisa mendapatkan banyak uang dengan tubuh kamu, Claire. Sedangkan kantoran seperti ini, uang yang kamu hasilkan sedikit dan tidak bisa mencukupi kehidupan kita.” Claire mengepalkan tangannya, “Uang yang aku dapatkan cukup untuk kita hidup kalau mama tidak terus berjudi.” Mama Judith melemparkan bantal usang yang ada di dekatnya pada Claire. “Jangan sok mengajariku! Aku akan meminjam uang pada Haves!” Claire membulatkan matanya dan berdiri,”Ma! Hutang mama pada Haves sudah begitu banyak! Gajiku bahkan tidak pernah cukup membayar utang-utang mama!” Mama Judith tersenyum sinis,”Sudah aku katakan, lebih baik kamu bekerja di club dengan tubuhmu itu...” Mama Judith memandangi Claire dengan wajah kesal, “Kalau kamu mendengarkan aku. Uang yang kamu hasilkan di club akan jauh lebih banyak.” Mama Judith tersenyum sinis lalu pergi meninggalkan flat begitu saja meninggalkan Claire yang sudah berkaca-kaca menahan tangis. Jangan menangis! Jangan menangis! Claire berucap dalam batinnya. Ia tidak boleh lemah menghadapi kehidupan yang keras ini. Claire menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan mencoba menguasai dirinya sendiri. Sepeninggal mamanya, Claire kembali duduk di sofa usangnya. Dua puluh delapan tahun hidupnya, Claire merasa ia tidak pernah merasakan kasih sayang Mama Judith. Wanita yang melahirkannya itu hanya sibuk dengan dirinya sendiri dan selalu mengungkit mengenai apa yang sudah ia lakukan untuk Claire. Ia menyewa pengasuh untuk mengasuh Claire saat bayi lalu begitu Claire besar wanita itu membiarkan Claire berjuang sendiri hingga saat ini. Claire Alastair adalah anak hasil perselingkuhan Judith dengan Jared Alastair. Judith dengan sengaja menghadirkan Claire dengan harapan Claire bisa masuk dalam keluarga Jared dan memberikan pundi-pundi uang dari Jared terus mengalir untuknya hingga tanpa batas waktu. Judith ingin menjebak Jared dengan kehamilannya. Namun rencana terkadang berbeda dengan kenyataan. Manusia bisa berencana tetapi takdir juga yang menentukan hasilnya. Kehadiran Claire membuat Jared murka dan pria itu menyudahi hubungan gelapnya dengan Judith. Jared tidak mau bertanggung jawab namun Judith tetap mempertahankan Claire dengan harapan Jared akan menerima Claire saat bayi itu lahir. Tapi lagi-lagi rencana berbanding terbalik dengan kenyataan karena kenyataannya Jared justru menghilang bersama keluarganya entah kemana lalu Claire lahir ke dunia. Hidup Claire tidak pernah mudah. Sedari kecil Claire harus berusaha mendapatkan uang agar ia bisa membeli makanannya sendiri. Judith begitu sibuk dengan dirinya sendiri membuat Claire harus bertahan hidup sendiri dengan bekerja membantu para tetangganya agar ia bisa mendapatkan uang untuk membeli makanan atau mendapatkan makanan sebagai imbalan atas pekerjaan yang ia lakukan. Dari ucapan para tetangganya, Claire sadar kalau aa harus belajar dengan extra keras karena ia tidak bisa mengandalkan siapapun kecuali dirinya sendiri. Claire pun cukup beruntung karena dari apa yang ia lakukan ia bisa mengumpulkan pundi-pundi dan bisa bersekolah dan terkadang ada tetangganya yang memberikan uang lebih agar Claire bisa membayar uang sekolahnya. Claire sendiri belajar dengan rajin agar ia bisa mendapatkan program beasiswa sehingga uang yang perlu ia bayarkan ke pihak sekolah sedikit lebih ringan. Claire tersenyum miris mengingat ucapan Erica tadi. Ucapan Erica memang benar kalau Dean memberikannya bonus yang cukup besar atas kerja kerasnya selama ini tapi uang yang ia miliki habis untuk membayar hutang-hutang yang mamanya buat. Di kepala Claire, rasanya Tuhan tidak pernah baik padanya. Kalau Tuhan bersikap baik padanya seharusnya Tuhan membiarkannya hidup dengan bahagia sebentar saja karena selama ini ia sudah bekerja keras untuk bertahan hidup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD