Makan Malam, Kekasih Arche

2183 Words
Seminggu berlalu begitu cepat. Kimberly Anna baru saja menyelesaikan pemotretan pertamanya. Dia senang sekali, akhirnya bisa masuk ke dalam daftar salah satu model yang wajahnya akan terpampang di sebuah brand majalah terkenal. Ini pertama kalinya dia bisa masuk, dan itu berkat agensi barunya. Anna bahkan mendapatkan satu asisten khusus yang akan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya. Menyiapkan gaun, makeup dan lain sebagainya. Namanya, Maryana. Suatu kebetulan sekali, karena nama mereka hampir sama. Jadi, untuk membedakannya, Anna memanggilnya Mary. "Setelah ini, kau mau ke mana?" tanya Anna. Mary yang sedang membereskan barang-barang Anna sontak menoleh ke arah gadis itu. Usia mereka ternyata sama. Karena itulah, Anna meminta Mary untuk berlaku padanya layaknya seorang teman. "Mungkin, kembali ke agensi dulu." jawabnya. Anna mengangguk paham, lalu kembali memfokuskan dirinya pada ponsel yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya. Ketika Anna menghela nafas kasar, Mary kembali menoleh ke arahnya dengan heran. "Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Mary. "Ibuku," jawab Anna. Alis Mary terangkat satu karena dia tidak paham dengan apa yang sedang Anna katakan. Ibuku? Maksudnya, dia benar-benar tidak mengerti. "Ibuku memaksaku untuk datang makan malam ke kediamannya." jelasnya. "Bukankah itu bagus? Kau bilang, kalian belum bertemu sama sekali sejak ibumu kembali." sahut Mary dan Anna membuang nafas kasar. Begitulah Anna, jika dia sudah merasa nyaman, dia akan bercerita tentang sesuatu yang sudah tak sanggup dia pikirkan. Contohnya, mengenai ibunya. Dengan Naomi pun, dia juga sering menceritakan keluh kesahnya tentang sang ibu. Karena tidak ada Naomi, maka dari itu Mary adalah satu-satunya tempat untuknya berbagi cerita. "Aku hanya malas datang. Bertemu dengan suami barunya, dan juga kakak tiriku." sahut Anna. Dia bahkan sudah sangat bersyukur karena seminggu ini, Arche tidak menganggu nya. Lalu malam ini, dia harus bertemu lagi dengan pria itu? Oh, itu sebuah kesialan bagi Anna. "Ada apa ini? Apa kakak tirimu itu jahat padamu?" tanya Mary dengan candaan. "Jika kau tau kelakuannya, ku pastikan kau akan merasa jijik dengannya, Mary!" "Tapi sayangnya, aku tidak mau mengetahuinya." sahut Mary dan Anna mencebik kesal. "Sudah selesai, ayo pulang." ujar Mary. "Kau benar-benar akan ke gedung agensi dulu?" tanya Anna dan Mary mengangguk. "Mary, apa kau pernah bertemu atau melihat Mr Axe?" tanya Anna penasaran. Karena selama semingguan ini dirinya bergabung, dia sama sekali belum pernah bertemu dengan CEO AXE Entertainment. Bahkan saat di acara pembukaan agensi tersebut, dia tidak mengetahuinya. Semuanya di wakilkan oleh asistennya, Sam. Bahkan Anna merasa heran, memangnya sesibuk apa sih pria itu? "Pernah, satu kali sepertinya." jawab Mary. "Benarkah? Apa dia gendut? Tidak punya rambut? Wajahnya.. Maaf, bertekstur?" tanya Anna sembari mengguncang lengan Mary. Hal itu membuat Mary sedikit terkejut dengan aksi Anna yang terlihat begitu penasaran sekali. "Kau ini benar-benar belum pernah melihat Mr Axe?" tanya Mary heran. Anna lantas mengangguk dengan cepat, dan Mary langsung menepuk jidat nya sendiri terheran-heran dengan model satu ini. "Wah, kau benar-benar keterlaluan. Masa iya, kau tidak tau bagaimana rupa CEO agensimu sendiri??" seru Mary. "Ya bagaimana, setiap ke gedung, aku sama sekali tidak pernah melihatnya. Ku pikir dia memang sudah tua, jika tidak botak ya pasti rambutnya sudah berwarna putih." sahut Anna. Mary sontak geleng-geleng kepala dengan ungkapan Anna. Rasanya ingin menyentil ginjal Anna saat ini juga. Gemas sekali melihatnya. "Kau salah besar! Mr Axe masih muda dan sangat tampan! Kau bisa pingsan jika melihatnya. Ah tunggu, mana mungkin kau pingsan, kau sudah di kelilingi banyak pria tampan, jadi jantung dan hatimu sudah terlatih. Berbeda denganku," balas Mary. "Memangnya setampan apa dia? Sampai kau berbicara begitu?" tanya Anna penasaran. "Jika kau penasaran, lihat saja. Biasanya dia akan datang ke gedung di pagi hari. Mungkin hanya berkisar dua sampai tiga jam. Itu pun dia selalu berada didalam ruangannya, kata para pekerja. Aku pun baru pernah melihatnya satu kali," terang Mary. Mendengar itu, Anna hanya ber-oh ria. Pantas dirinya tidak pernah bertemu dengan CEO nya sendiri. Karena memang, Anna selalu ke gedung di siang hari. Belum pernah dirinya datang di pagi hari. "Kenapa sangat penasaran sekali?" tanya Mary. "Hanya bertanya saja, aku takut jika CEO itu burunon atau apa. Hanya antisipasi." ujarnya berbohong. Padahal, Anna sangat penasaran bagaimana rupanya. Tak ingin terlalu memikirkan hal itu, Anna lantas bergegas untuk segera pergi meninggalkan lokasi pemotretan tersebut. Dia harus cepat sampai ke apartemen dan bersiap-siap untuk pergi ke Mansion, ayah tirinya. Ya, mempersiapkan diri juga untuk bertemu dengan Arche. +++ Anna datang tepat pukul 7 malam sebelum acara makan malam tersebut dimulai. Gadis itu memakai dress berwarna putih, dengan bagian kirinya tanpa lengan. Hingga menampilkan bahunya yang begitu mulus. Rambutnya yang hitam legam, di ikat sederhana namun terlihat sangat manis dan elegan. Anna sempat terpaku dengan dekorasi ruangan yang akan menjadi tempat makan malam mereka. Masalahnya, bukan seperti makan malam keluarga yang biasanya. Ini lebih pada ke pesta. Dekorasinya sungguh seperti di acara pesta pertunangan saja. "Sangat berlebihan," gumam Anna pelan. Gadis itu memilih untuk mendudukkan diri di sebuah sofa panjang yang ada di ruangan sebelah, sembari memainkan ponselnya. Sebab, tidak ada yang bisa dia lakukan di sini. Ibunya bahkan belum terlihat batang hidungnya, apalagi Ayah tirinya. Namun, ada satu hal yang membuatnya tiba-tiba teringat akan sesuatu. Arche, kakak tirinya itu juga belum terlihat. Bukan apa-apa, Anna hanya heran saja. Biasanya pria itu selalu saja muncul untuk menganggunya. Tapi, Anna juga tidak melihat mobil yang biasa pria itu pakai di halaman mansion. Biasanya, mobil Arche selalu parkir di halaman depan. Anna mencebik, kenapa juga harus memikirkan pria gila itu? Dia bahkan tidak ingin peduli dengan pria itu. Sama sekali tidak ingin tau dan masa bodoh. "Kenapa malah duduk santai di sini? Cepat ke sana," seru Lily. Sejenak, Anna melihat penampilan ibunya dari bawah sampai atas. Benar-benar sudah menjadi istri seorang konglomerat. Pakaiannya terlihat sangat mahal, mungkin seharga dengan mobilnya. Bahkan bisa melebihi itu. Belum lagi teman-temannya yang ada di pergelangan tangan dan jemari-jemarinya. Gelang dan cincin berlian. Dan jangan lupakan kalung serta anting yang berkilauan. Anna melihat ibunya yang seperti ini dapat menyimpulkan bahwa, ibunya ini bagaikan toko perhiasan berjalan. Ini hanya acara makan malam biasa, kenapa harus seheboh itu? Tidak masuk akal bagi Anna. Benar-benar berlebihan dan membuang-buang banyak uang. "Apa lagi yang kau tunggu, Anna?!" teriaknya. Kim Lily benar-benar tidak sabar menghadapi Anna yang begitu santai. Dia bahkan heran, bagaimana bisa anaknya itu terlihat malas sekali. "Jangan berteriak ibu, jika suamimu mendengarnya, kau bisa malu." sahut Anna. "Anak ini, benar-benar! Cepat, Ayahmu sudah menunggu." seru Lily. Mendengar kata Ayah, sebenarnya Anna belum bisa menganggap pria paruh baya itu sebagai ayahnya. Karena bagaimana pun juga, ini terlalu cepat baginya. "Sebenarnya ini makan malam keluarga, atau pesta pernikahan? Kenapa mewah seperti ini?" bisik Anna pada ibunya. Keduanya sedang berjalan beriringan menuju ruangan yang sebelumnya, sudah Anna datangi. "Sudahlah, jangan banyak bertanya." sahut Lily. "Aku tidak bisa diam jika ibu tidak mengatakannya padaku. Ini aneh," balas Anna bersikeras ingin mengetahui kenapa harus semewah ini? "Arche, kakak tirimu itu akan mengajak kekasihnya kemari. Jadi, Stephen membuat acara makan malam mewah di rumah." jujur Lily. Anna sempat terdiam dan terpaku dengan jawaban ibunya. Hanya memperkenalkan kekasih sampai sebegininya? Benar-benar tidak bisa berhemat, pikirnya. Namun, Anna kembali berpikir. Memangnya, siapa kekasih Arche itu? Secantik apa? Lalu apa keluarganya itu juga konglomerat atau anaknya petinggi negara? Sampai Stephen Ertyson menyiapkan makan malam semewah ini. Bahkan terlihat seperti sebuah pesta pernikahan. "Nak, kau datang?" seru Stephen. "Aku senang kau bisa kemari dan bergabung bersama kami malam ini," lanjut Stephen—Ayah tirinya. Anna tersenyum tipis, lalu duduk dengan sopan. "Ibu yang memaksaku untuk datang," sahut Anna menatap Stephen. Pria paruh baya itu langsung terdiam dan menoleh pada Kim Lily yang menganga mendengar ucapan putrinya. Dalam hati, Lily ingin sekali memukul p****t putrinya itu. Bisa-bisanya berkata jujur di depan Ayah tirinya. Sangat memalukan sekali. "Ah sayang, tidak begitu. Anna suka sekali bercanda." ujar Lily dan Stephen memaksanya untuk tetap tersenyum. "Aku tidak suka bercanda, Ibu." sahutnya. Oh, astaga! Kim Lily benar-benar menggeram kesal dengan tingkah Anna. Gadis itu benar-benar bisa membuatnya dan Stephen bertengkar. "Santai saja, kenapa menjadi tegang seperti ini? Aku hanya bercanda, Ayah." seru Anna, lalu tersenyum paksa. Ya, lagi-lagi dia harus menyelamatkan harga diri ibunya. Ya walaupun sempat dia buat jatuh ke bawah. Namun, melihat respon Stephen yang langsung berubah baik lagi seperti di awal, sudah dapat Anna simpulkan jika pria itu percaya-percaya saja dengan ucapannya. "Kau suka sekali bercanda ya, berbeda sekali dengan putraku. Arche selalu serius jika berbicara," ujar Stephen. Pria paruh baya itu sontak menunjuk ke arah pintu ketika melihat putranya sudah tiba. Anna memutar tubuhnya sedikit untuk melihatnya. Dapat dia lihat, Arche mengenakan setelan formal, kemeja hitam dengan satu kancing teratas sengaja di lepas. Lalu, netranya tertuju pada gadis yang berdiri di samping Arche. Cantik, satu kata yang dapat Anna simpulkan hanya dalam sekali tatapan. Karena tidak ingin Arche menganggapnya terlalu ingin tau, Anna segera membenarkan posisi duduknya kembali seperti semula. "Akhirnya kalian datang juga, kami sudah menunggu kalian." ujar Stephen. "Sepertinya hanya Ayah dan Ibu saja yang menunggu kedatangan kami," sahut Arche. Anna sudah tau, jika pasti Arche akan menyindirnya. Karena itulah, Anna ikut berdiri mengikuti Stephen dan juga Lily. Sebenarnya, malas sekali Anna harus berdiri dan menyambut kedatangannya. Memangnya, mereka berdua itu siapa? Bukan orang yang penting bagi Anna. "Selamat malam, Paman, Bibi. Senang bisa bertemu dengan kalian." sapa gadis yang ada di samping Arche. "Wah, kau cantik sekali Nak. Pantas jika Arche menyukaimu," puji Lily. Diam-diam Anna tersenyum kecut. Ibunya ini pandai sekali memuji orang lain. Tapi tidak pernah sekali pun memujinya. Miris sekali, pikir Anna. "Bagaimana keadaan Ayahmu? Dia baik-baik saja kan, Grace?" tanya Stephen. Anna yang mendengar itu hanya dapat menyimpulkan jika Stephen dan Ayah dari gadis itu sudah saling mengenal. Atau bisa dibilang berteman. Karena melihat Stephen dan gadis yang bernama Grace itu nampak sudah sangat mengenal sekali. Tidak ada kecanggungan saat mengobrol. "Ayah baik-baik saja. Bagaimana dengan Paman dan Bibi? Maaf, waktu itu tidak sempat datang ke acara pernikahan kalian. Arche tidak memberitahuku," ujar Grace. "Tidak masalah, Nak. Lagi pula kau sedang sibuk saat itu. Tidak mungkin kan, kau terbang kemari dan meninggalkan pekerjaanmu itu," sahut Stephen. "Tapi aku pasti akan menyempatkan waktu untuk datang," balas Grace. "Oh ya, apakah dia—" "Adik tiriku," sela Arche dan Grace mengangguk. "Hai, Grace." sapanya sembari mengulurkan tangan. Awalnya, Anna hanya menatapnya tanpa ingin membalas jabatannya. Sampai akhirnya, ketika Grace hendak menurunkan tangannya karena malu, Anna langsung menjabatnya dan tersenyum ramah. "Anna," sahutnya. Sumpah demi apa pun, Kim Lily yang melihat tindakan Anna, ingin sekali memarahinya. Grace Kylie, kekasih Arche adalah anak dari orang yang terpandang di kota tersebut. Sepertinya memang, Lily harus melakukan briefing terlebih dahulu jika mengajak Anna. +++ Acara makan malamnya masih berlanjut. Semuanya sibuk mengobrol sembari menikmati makanan penutup. Sedangkan Anna, gadis itu lebih memilih untuk menyendiri sembari ditemani dengan segelas campagne. Entah mengapa dia kesal sekali melihat Arche dan Grace yang terlihat begitu berlebihan. Bermesraan di saat sedang menikmati makan malam? Benar-benar tidak tau tempat sekali. "Bosan?" Anna menoleh ketika mendengar pertanyaan yang menyapa rungunya. Gadis itu mendecih tidak suka melihat Arche yang datang menghampirinya. "Pergilah, aku malas melihat wajahmu." usir Anna. Arche justru semakin mendekat pada Anna yang berdiri tegap. Ketika gadis itu hendak meneguk minumannya, Arche dengan cepat merebutnya dan meminumnya sampai habis tak bersisa. Hal itu membuat Anna menatapnya dengan tajam. Kesal sekali dengan pria itu yang main rebut saja gelas minumannya. "Kenapa melihatku begitu? Hati-hati Anna, kau bisa jatuh cinta padaku." ujar Arche dengan ekspresi wajah sok tampannya. Gayanya juga sok cool sekali, bahkan tingkat percaya dirinya begitu tinggi sekali. "Cinta? Tidak mungkin! Aku justru mual melihat wajahmu, Arche!" sahut Anna tersenyum remeh. Tidak suka dengan jawaban Anna, pria itu menarik lengan gadis itu, sampai posisi mereka begitu dekat. Kepala sedikit mendongak untuk menatap Arche yang lebih tinggi darinya. Gadis itu masih berusaha melepaskan cengkeraman tangan pria itu, namun nihil. Cengkeraman pria itu begitu kuat. "Lepas!" seru Anna dengan suara yang lebih berat, dan tatapannya begitu tajam. "Berapa kali aku harus mengatakannya padamu? Panggil aku dengan sopan," ujar Arche tepat di depan bibir gadis itu. Anna bahkan sampai menahan napasnya sendiri karena saat ini posisi mereka berdua begitu intim sekali. Jika ada yang menyenggolnya sedikit saja, mungkin bibirnya dan bibir Arche akan bersentuhan. Arche memiringkan kepalanya, dan Anna langsung menoleh ke samping. Bertepatan dengan itu, Arche juga menoleh, hingga akhirnya bibir keduanya nyaris saja bersentuhan. Karena itulah, tubuh Anna mendadak menjadi kaku seperti patung. Namun, kedua pupil matanya melebar sempurna ketika Arche menunjukkan ikat rambutnya tepat didepan wajahnya. "Kembalikan!" seru Anna galak. Tangannya mencoba meraih dan merebutnya, tapi Arche dengan cepat menjauhkannya, agar tidak bisa dijangkau oleh gadis itu. Ketika Arche mencondongkan tubuhnya, Anna langsung mundur saat terlepas dari cengkeraman pria itu. "Lehermu yang terekspos, sangat mengangguku." ujar Arche. "Jangan pernah perlihatkan leher jenjangmu itu di depanku. Jika tidak.." Arche menggantung ucapannya. "Apa? Jika tidak kenapa?!" bentak Anna dan pria itu tersenyum miring. "Berarti kau siap menerima cap bibirku," sahutnya. Setelah mengatakan itu, Arche langsung pergi begitu saja meninggalkan Anna yang mendadak diam tak berkutik. Ketika Arche sudah menjauh, Anna langsung terduduk di sebuah kursi yang ada di sana. Kedua kakinya mendadak lemas. Sial! Anna tidak mengetahui, kenapa dia bisa seperti itu di depan Arche. Kenapa harus pria yang menyebalkan seperti itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD