Mansion Megah

1681 Words
Anna berjalan dengan raut wajah kesal, sedih, dan kecewa menuju mobilnya yang berada di area parkir. Semuanya bercampur menjadi satu secara alamiah. Bukan tanpa alasan juga, jika Anna terlihat sedikit frustasi saat ini. Sebelum masuk ke dalam mobilnya, gadis itu kembali melirik gedung agensi yang menaunginya. Meskipun sebuah agensi kecil, namun dari situlah Anna bisa mendapatkan uang untuk tetap bertahan hidup. Sebuah fakta yang mengejutkan membuatnya kesal setengah mati sebenarnya. Karena pihak agensi menjual gedung dan semuanya tanpa sisa. Para model yang berada di bawah naungannya terpaksa dilempar pada agensi lain, jika memang tidak mau atau tidak memiliki daya tarik yang mampu menarik agensi lain, maka harus rela melepas semuanya. "Aku harus kembali dari nol lagi, wah! Tuhan pandai sekali dalam mengujiku," gumam gadis itu. Setelah mengatakannya, Anna langsung masuk ke dalam mobilnya. Dia tak langsung bergerak pergi dari sana. Gadis itu justru sedang berpikir ke mana lagi dia harus bekerja setelah ini. Sedikit banyaknya model yang berada di bawah naungan yang sama dengannya mendapatkan tawaran kontrak dari perusahaan/agensi lain. Namun dia sendiri sampai sekarang belum ada tanda-tanda tawaran yang datang. Anna juga sadar betul jika model biasa sepertinya siapa yang mau mengangkut? "Sial!" umpatnya sembari memukul stir mobil. Dengan wajah tertekuk kesal, Anna lantas mengemudikan mobilnya untuk pergi dari sana. Sekarang, dia harus memutar otaknya lagi untuk menghemat uang sebelum mendapatkan pekerjaan yang baru. Model dari agensi kecil sepertinya jarang sekali ada yang melirik. Itu fakta yang terjadi. Anna bahkan berharap hidup seperti di dunia n****+, pemeran utama akan selalu menjadi sukses, hidup berkelimpahan harta dan punya pasangan yang sempurna. Benar-benar kehaluan yang sangat hakiki. Sementara dirinya, menjadi pemeran utama di kehidupan sendiri saja susah sekali untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaannya sendiri. Butuh berbulan-bulan untuk menikmati hasil dari kerja kerasnya. Memang cara ampuh agar tetap bisa hidup makmur tanpa beban adalah menikahi orang kaya macam ibunya. Tapi sayangnya, hal tersebut hanya terlintas saja dan tidak pernah sekali pun Anna berniat untuk melakukannya. +++ Anna tidak langsung kembali ke apartment miliknya. Gadis itu memiliki janji temu dengan sang ibu di sebuah kafe. Sebenarnya Anna tidak tau alasan apa yang membuat Kim Lily ingin bertemu dengannya. Ada dua kemungkinan yang Anna pikirkan. Pertama, ibunya meminta uang untuk kebutuhannya yang setinggi gunung. Kedua, ibunya akan menjodohkannya lagi dengan seseorang. "Hah, sudah pasti salah satu dari keduanya." keluh pelan Anna. Jika ibunya meminta uang, jujur saja keadaan keuangannya sedang tidak baik-baik saja. Dia bahkan baru saja menjadi seorang pengangguran. Jika nanti ibunya memaksa meminta uang, dia terpaksa akan menjual mobilnya. Itu jika terpaksa. Tapi jika seandainya alasan pertemuan mereka karena perihal yang kedua. Sumpah demi apa pun, dia akan menolaknya mentah-mentah. Seperti sebelum-sebelumnya, dia tidak akan pernah mau dijodohkan. Gadis itu masih menunggu kedatangan sang ibu. Anna kembali melihat jam pada layar ponselnya dan mencebik kesal. "Sudah lebih dari 15 menit," gumamnya. Andai dia yang datang terlambat barang satu atau dua menit pun, Kim Lily pasti akan mengoceh sampai menghabiskan waktu 10 menit. Benar-benar tidak adil pikir Anna. Anna kembali melirik pintu masuk kafe tersebut, dan tepat saat itu juga dia bersitatap dengan orang yang seharusnya tidak dia temui. "Sial!" seru Anna mengalihkan pandangan. Gadis itu sudah berniat untuk beranjak pergi dari sana. Namun sayang, pergerakannya dengan cepat ditahan oleh seseorang. Dan Anna sangat mengetahui siapa itu. Dia terpaksa kembali duduk dan menatap angkuh pria yang mengukungnya di samping meja. "Kenapa buru-buru sekali? Berusaha menghindar dariku?" tanyanya disertai dengan senyuman songongnya. "Jangan terlalu percaya diri, aku ingin ke toilet." jawab Anna berbohong. "Bola matamu mengatakan bahwa kau sedang berbohong. Tapi tidak masalah, aku kemari atas permintaan ibumu," sahut pria itu. Dalam hati, Anna menggeram kesal pada sang ibu. Untuk apa juga Kim Lily justru meminta Arche menemuinya di kafe? Sial! "Kau tidak penasaran mengapa ibumu memintaku kemari?" tanya Arche. Dengan segala gengsinya yang begitu tinggi, Anna berusaha untuk menyingkirkan semuanya. Dia mengesampingkan rasa gengsinya demi untuk mengetahui alasan dari Kim Lily meminta pria itu untuk datang menemuinya. Bahkan sang ibu tidak mengabarinya terlebih dahulu. Hal itu yang membuat Anna kesal sekali. Baru semalam dia mengumpati pria itu—Arche. Tapi hari ini, dia kembali bertemu dengan pria itu. "Karena kau sudah bertanya seperti itu, maka katakan saja apa alasannya." jawab Anna masih mendongak menatap Arche yang menjulang tinggi di sampingnya. Arche tersenyum miring, lalu beralih duduk di kursi yang berada di seberang gadis itu. Sebelum menyahuti ucapan Anna, Arche dengan cepat meraih gelas minuman Anna dan meminumnya. Orange juice yang masih tersisa setengah gelas lebih, tandas dalam sekejap oleh Arche. Anna yang melihat tingkah Arche mendadak semakin kesal saja. Manusia yang menyebalkan baginya. Dia sama sekali tidak menyangka jika sifat dan tingkah pria itu jauh berbeda pada saat mereka pertama kali bertemu. Sepertinya dia salah menilai orang, sejak awal. "Kau sangat menyukai bekas dari orang lain?" tanya Anna menyindir. "Menikmati bekas dari orang lain itu sangat nikmat, dan tidak buruk juga." jawab Arche. Anna mengira, pria itu akan kesal padanya. Tapi ternyata yang ada dia lah yang dibuat kesal setengah mati dengan pria itu. "Sepertinya aku terlalu banyak berbasa-basi. Ibumu memintaku kemari untuk menjemputmu, kau diminta untuk datang ke kediaman Ertyson." ujar Arche. "Kau pikir aku percaya dengan semua ucapanmu?" sahut Anna. "Aku tidak akan ikut," tolaknya. "Kalau begitu kau harus bertanya pada ibumu sendiri," ucap Arche lalu menyodorkan ponselnya. Anna menganga tak percaya, dia kembali melihat ekspresi wajah Arche yang sangat menyebalkan. Seperti sengaja sudah menjebaknya. Dia bahkan tidak tau kapan tepatnya pria itu menelpon ibunya. Anna menjadi kesal sendiri pada ibunya. Tidak bisa mengabarinya, tapi justru bisa mengangkat pamggilan dari Arche. Bukankah itu tidak adil? Dia anak kandungnya. "Aku akan ke sana," kata Anna sebagai penutup obrolannya dengan Lily, ibunya. Arche memainkan lidahnya di pipi dalam sebelah kiri sembari menatap Anna angkuh. Gadis itu menyadarinya dan dia yakin bahwa sebentar lagi, Arche akan kembali menabuh genderang perang dengannya. "Berubah pikiran? Secepat itu?" tanya Arche yang lebih tepatnya mengejek Anna. "Apa kau dipaksa ibumu? Apa dia mengancammu? Sayang sekali jika itu benar. Anak memang harus patuh pada orangtuanya. Kau anak yang berbakti," "Tidak usah berisik! Bisakah kita pergi sekarang? Aku muak berlama-lama denganmu," "Baiklah jika kau memaksa," sahut Arche dan Anna mendecih tidak suka. Benar-benar sangat menyebalkan. +++ Memasuki kediaman keluarga Ertyson, Anna terperangah dengan arsitektur bangunan yang begitu indah. Mengusung tema Eropa modern. Di halaman depan, terdapat patung manusia namun memiliki dua sayap. Lalu di sampingnya terdapat kolam air mancur yang besar. Tingginya kira-kira mencapai 3 meter. Belum lagi tanaman-tanaman hias yang berjajar dengan sangat rapi dan pastinya begitu terawat. Halamannya begitu luas, bahkan untuk memarkir 20 mobil sekaligus atau lebih sangatlah cukup. Anna memuji kekayaannya yang tidak main-main. Pantas saja ibunya begitu bahagia memiliki hubungan dengan Stephen Ertyson. Impian ibunya itu akan terwujud dalam hitungan hari sebentar lagi. Wah, Anna tidak akan terkejut lagi jika nantinya sang ibu semakin sombong. Hidup pas-pasan saja ibunya begitu sombong, apalagi hidup dalam kemewahan seperti ini? Mungkin setiap hari ibunya itu akan membeli toko emas. "Kenapa? Kau juga sangat tergiur dengan harta? Ternyata semua wanita sama saja. Mendekati pria kaya hanya demi kepuasannya sendiri," ujar Arche. Setelah mengatakan hal tersebut pria itu langsung pergi berjalan mendahului Anna. Gadis itu masih diam di tempatnya berdiri saat ini. Dia benar-benar tersinggung dengan ucapan Arche. Tidak semua wanita seperti itu, contohnya dia sendiri. +++ Setelah bertemu dengan ibunya dan calon ayahnya, Anna ditemani oleh seorang pelayan berjalan-jalan mengelilingi Mansion. Baru juga setengah dia mengelilingi Mansion tersebut, tapi kedua kakinya sudah terasa pegal. Jika diperbolehkan berkeliling menggunakan mobil, dia pasti akan menggunakannya. Tapi tidak mungkin juga mobil bisa masuk ke dalam Mansion. Meskipun kakinya terasa pegal, Anna tetap menikmati waktu berkelilingnya. Di samping Mansion tersebut terdapat taman buatan yang sangat luas. Ada banyak bunga-bunga yang bermekaran. Namun, lebih dominan dengan bunga mawar. Jika berjalan terus mengikuti taman, akan ditemukan sebuah pintu kecil yang ternyata adalah jalan pintas menuju kolam renang yang ada di dalam Mansion. Kolamnya sangat besar, airnya pun begitu bersih. Anna kembali melangkah mengikuti sang pelayan. Ternyata terdapat pintu lain juga, namun lebih besar dua kali lipat dari pintu sebelumnya. Ketika di buka maka terlihatlah halaman belakang yang jauh lebih luas dari halaman samping Mansion. Sebenarnya, untuk mencapai halaman belakang bisa melalui samping Mansion, tapi untuk mempersingkat waktu, jadi pelayan tersebut memilih jalan pintas. "Kenapa di sana terdapat rumah juga?' tanya Anna. Dia penasaran sekali karena ternyata di belakang Mansion yang jaraknya tidak terlalu jauh itu terdapat bangunan yang terpisah, semacam rumah yang berbentuk panjang menyamping dengan terdapat banyak pintu dari luar. "Itu rumah khusus untuk para pelayan seperti kami, Nona," jawabnya. "Oh, jadi kalian semua tidak ada yang kembali ke rumah masing-masing?" tanya Anna lagi memastikan. "Tidak Nona, kecuali pada saat hari libur dan cuti saja." jawab sang pelayan dan Anna pun mengangguk paham. Sebenarnya Anna suka dengan suasana yang ada di Mansion tersebut. Bukan karena kemewahannya yang bahkan mencapai tiga tingkat, terdapat lift-nya juga. Bukan karena itu. Tapi karena udaranya jauh lebih menenangkan. Tapi sayangnya, dia tidak menyukai salah satu penghuni dari Mansion tersebut. Siapa lagi jika bukan, Arche Xavier Ertyson. Pria gila yang sangat merepotkannya. Sepertinya dia bisa mati muda jika benar-benar terus berdekatan dengan pria itu. Entah mengapa, Anna merasa bahwa dirinya seperti sedang diperhatikan oleh seseorang. Kepalanya sontak mendongak ke atas melihat ke arah Mansion megah yang begitu tinggi tersebut. Di lantai tiga, Arche sedang menatapnya. Pria itu tersenyum miring lalu memperlihatkan segelas redwine di tangannya. Dari bahasa tubuh dan gerak-geriknya, Arche seolah sedang menawarkan minuman padanya. Seperti berkata, "Mau minum denganku?" Sial! Anna jadi teringat pada malam itu. Arche juga melakukan hal yang sama saat malam di mana mereka berakhir menjadi partner ONS. Hah, napas Anna menjadi berat ketika melihatnya. Keduanya masih saling beradu pandangan, hingga pria itu mengedipkan salah satu matanya. Anna sontak menurunkan pandangannya dan berbalik membelakangi pria itu yang masih berdiri di atas sana. Diam-diam Arche menyunggingkan senyum, menikmati tingkah Anna—calon adik tirinya. Sedangkan Anna, mencoba untuk menormalkan detak jantungnya. Dia tidak mau sampai pria itu sampai tau jika dia sedikit terlena. Bisa besar kepala pria itu. Namun, Anna tidak bisa berbohong. Arche, mampu membuatnya panas hanya dengan sebuah kedipan mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD