Markas

1227 Words
"Eh.. Apa yang kalian lakukan di toilet wanita. Pergi sana" seorang wanita tiba-tiba masuk ke dalam toilet. Dia terkejut melihat beberapa laki-laki berada di sana. Wanita itu dengan santainya tanpa rasa takut sama sekali terbesit di kepalanya. "Maaf! Kami mencari seseorang." ucap salah satu dari mereka. "Kamu tidak takut dengan kami?" tanya seseorang menodongkan senjata padanya. "Kenapa harus takut?" tanya wanita itu. Dia melipat kedua tangannya di atas dadanya. Menarik salah satu alisnya. Berdiri santai dengan kaki kiri di depan. "Jangan garai masalah sama orang lain. Jika kita tidak mau kena masalah juga." kata salah satu temannya. Pada teman di sampingnya. "Maaf , kami ingin mencari seorang laki-laki yang masuk ke dalam toilet ini." "Iya, tunggu saja di luar. Lagian, ini toilet wanita. Jangan sembarangan masuk. Mau aku laporan ke polisi. Karena kasus pelecehan." ancam wanita itu. "Enggak! Baik aku akan pergi." kata laki-laki itu. Memukul dua temannya meminta mereka untuk pergi juga. "Sekali lagi saya minta maaf." kata laki-laki itu. Mereka Segera pergi keluar dari tiket wanita. Wanita itu menghela napasnya. Dia menggelengkan kepalanya. "Siapa mereka?" ucap wanita itu. "Keluar kamu!" teriak wanita itu. Brian yang semula bersembunyi di salah satu toilet. Dia segera membuka pintu toiletnya. "Kenapa kamu bisa tahu jika aku di dalam?" tanya Brian. "Aku tahu kamu kejar-kejaran dengan mereka. Apa yang terjadi?" tanya wanita itu pada Brian. "Mereka musuhku. Aku pernah menerobos markas mereka." kata Brian. "Kamu bermusuhan dengan orang yang salah." kata Wanita itu. Brian mengerutkan keningnya. Dia melirik heran ke arah wanita itu. "Apa kamu tahu tentang mereka?" tanya Brian. Wanita itu tersenyum tipis. Dia menganggukan kepalanya. "iya, jelas aku tahu. Mereka adalah pembunuh bayaran. Tapi, entah kenapa mereka hari ini sangat gila. Melakukan kekacauan di mall." kata wanita itu. Dia berjalan menuju ke wastafel. Menyalakan keran. Mencuci kedua tangannya. Lalu membasuh wajahnya dua kali. Pandangan matanya lurus ke cermin. Menatap bayangan wajahnya. Sesekali melihat ke arah Brian yang masih kebingungan. "Siapa sebenarnya kamu?" tanya Brian. "Aku wanita." kata wanita itu santai. "Nama kamu?" jawab Brian tanpa emosi. "Aku Ella, semua orang tahu aku. Jadi, jika kamu mencarimu. Tanyakan saja pada orang yang kamu kenal. Mereka pasti tahu tentang aku." kata Ella, dia membalikkan badannya. Kedua tangan menyentuh wastafel. Dan pinggul menyandar di wastafel itu. Siapa wanita ini. Kenapa dia bilang banyak orang yang kenal dengannya. Apa dia polisi? Mata-mata? Atau, dia juga pembunuh bayaran. Lagian, kenapa juga aku tidak kenal dengannya? Berbagai pertanyaan muncul di kepala Brian. Dia bahkan kebingungan menatap wanita itu. Siapa sebenarnya dia. "Kamu akan pusing jika terus memikirkan siapa aku." wanita itu tersenyum tipis. Dia berjalan keluar dari toilet. "Eh.. Tunggu!" teriak Brian. Wanita itu tidak pedulikan Brian. Dia terus berjalan tanpa menoleh ke belakang sama sekali. "Aneh!" kata Brian. Dia segera mencuci tangannya. Dan, berjalan keluar dari toilet. Pandangan matanya terlihat sangat hati-hati. Menatap sekelilingnya. Merasa sudah sangat aman. Brian melangkah keluar dari toilet wanita. "Sepertinya laki-laki tadi sudah pergi. Sialan mereka, cecunguk yang membuat aku ketakutan." kata Brian. Dia menghela nafasnya lega. Merapikan sebentar kerah bajunya. Dan, bersiap berjalan dengan santainya seolah tidak terjadi apa-apa. Sampai di Mobil nya. Brian menghentikan langkahnya. Ia tak melihat Aron di sana. Kedua tangannya berkacak pinggang. Memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Memastikan dimana keberadaan remaja itu. "Aron... Kamu dimana?" teriak Brian. "Aron.." "Ada apa?" tanya Aron, kepalanya keluar dari jendela kaca mobil yang terbuka. "Eh, kamu udah di dalam?" tanya Brian heran. "Ada apa lagi?" tanya Aron. "Jangan teriak-teriak memanggil namaku." lanjut Aron. "Kamu juga jangan buat orang panik. Kenapa kamu bersembunyi di dalam." tanya Brian. Dia menghela napasnya kesal. Ia segera masuk ke dalam mobilnya. "Aku bersembunyi. Sapa tahu penjahat tadi datang dan menangkap aku." kata Aron. "Tidak akan! Kita sudah aman sekarang." ucap Brian, mulai menyalakan mesin mobilnya. Perlahan mulai mlaku keluar dari parkiran. Aron melirik ke arah Brian, "Siapa sebenarnya mereka tadi?" tanya Aron "Mereka itu..." Brian terdiam sesaat. Dia tak bisa mengucapkan hal itu pada Aron. Lagian juga dia tidak akan tahu apa-apa. "Tidak penting, kamu tidak perlu tahu tentang mereka. Sekarang paling penting kita pulang. Kita pergi cari makanan yang bisa banyak perut kita." ucap Brian. "Kamu lapar?" sesekali Brian menoleh ke arah Aron. "Ya, lumayan." kata Aron. Setelah selesai makan. Brian dan Aron kembali ke rumahnya. Laki-laki itu terlihat sangat capek. Brian berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah. Menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. "Aku capek!" kata Brian. "Ya, sudah tidur saja. Aku mau pergi sekarang." kata Aron. "Pergi kemana?" Brian seketika bangkit dari tidurnya. Beranjak duduk menatap ke arah Aron. "Aku ada yang ketinggalan. Kamu di rumah dulu." ucap Brian. Dia teringat sesuatu. Hari ini, dia ada janji bertemu dengan seseorang. Brian memukul kepalanya pelan. "Sialan, kenapa aku bisa lupa." geram Brian. Sementara Aron hanya diam, dia menganti laki-laki itu. Hari ini di terlihat aneh. "Kemana?" tanya Aron. Brian beranjak berdiri. Dia memegang kedua lengan kecil Aron. "Kamu di rumah saja. Jangan pernah keluar dari rumah. Ingat, jangan keluar dari rumah. Aku pergi sebentar. Jika kamu mau makan atau baut minuman. Kamu bisa sendiri, kan?" kata Brian. Aron berdenyut kesal. "Oke, baiklah! Tidak masalah pergilah!" jawab Aron. Brian segera beranjak pergi. Wajahnya terlihat sangat panik. Ia mengangkat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah telat hampir dua jam. "Sialan! Apa mereka meninggalkanku. Aku harus cepat kesana. Pasti banyak info yang akan aku dapatkan nantinya." kata Brian lirih. Dia mengemudi mobilnya, pergi dari halaman rumahnya. Menuju ke sebuah gedung dimana dirinya dan orang berjubah hitam itu bilang. "Kenapa dia dari tadi tampak aneh dan kebingungan?" kata Aron lirih. "Sepertinya memang ada masalah serius. Apa itu pekerjaannya?" Aron tak berhenti bertanya pada dirinya sendiri. Sementara Brian, dia menambah kecepatan mobilnya. Untuk sampai ke gedung pinggir kota, lumayan jauh dari rumahnya. Bisa hampir setengah jam perjalanan. Sampai di sebuah gedung yang terlihat sudah cukup tua. Tempat markas dimana timnya saling berkumpul jika ada tugas untuk memata-matai seseorang. Dan, sekarang. Selama satu bulan dia tidak pernah ke markasnya. Sekarang Brian kembali lagi. Membuat dirinya merindukan apa yang pernah dia lakukan dulu. "Kamu datang?" tanya seorang laki-laki salah satu timnya. "Dimana bos?" tanya Brian, yang baru saja keluar dari mobilnya. "Dia didalam, kamu sudah di tunggu lama. Mereka pasti akan marah." kata laki-laki itu. "Tenang saja!" Brian menepuk pundak tuannya. "Aku antarkan kamu kesana." lanjut temannya. Di berjalan beriringan dengan Brian. "Kamu sudah lama tidak datang ke markas. Apa sekarang, kamu sudah melupakan apa pekerjaan kamu?" Brian menghela napasnya. "Tidak, aku sama sekali tidak melupakan apa pekerjaanku. Sekarang, misi aku adalah misi serius. Jadi, aku harus lebih hati-hati lagi." kata Brian, merangkul temannya. Sembari berbisik pelan padanya. "Kamu, sekarang selalu jadi b***k mereka. Jangan terlalu percaya dengan mereka. Jika kamu jatuh ke lubang yang sama denganku. Maka kamu akan terus terikat. Tanpa bisa pergi dengan bebas, ingat itu!" kata Brian mengingatkan temannya. Kedua mata laki-lakinya melebar sempurna. Di tidak tahu apa yang di maksud oleh Brian. Tetapi, dirinya seolah berhati-hati dengan apa yang sudah Brian lakukan dan menjadi masalah serius di timnya. "Kita sampai." kata temannya. Dia berhenti tepat di sebuah gedung yang belum pernah tim lain masuk ke dalamnya. Bahkan tidak ada yang tahu, apa isi di dalamnya. Tidak ada yang tahu, bagaimana ruangan di dalam. Seperti apa bentuknya. Hanya orang tertentu yang bisa masuk ke dalam. "Aku pergi dulu!" kata temannya. Menepuk pundak kiri Brian. Dia segera meninggalkan Brian sendiri di depan pintu. "Masuklah!" pinta seseorang dari balik ruangan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD