"Kami sudah lama menunggu." ucap seorang yang sudah tidak asing lagi baginya. Brian membuka pintunya perlahan. Tak lama pintu terbuka. Dua orang menutup kembali pintunya. Sembari berjalan keluar. Menjaga di luar pintu.
"Sekarang, apa yang kamu inginkan?" tanya Brian.
"Kamu masih tanya apa yang aku inginkan?" ucap wang laki-laki dia adalah sosok yang berkuasa di timnya. Seorang bis yang mampu mengendalikan semuanya. Karena baginya uang adalah segalanya. Uang berkuasa bibir pun diam.
"Kamu tahu, untung saja client kita orangnya tidak temperamen. Dia mau menunggu kamu meski 2 jam sudah kita menunggu." kata sang bos harapannya terlihat tajam dan licik. Dia melirik ke tempat duduk. Seorang duduk di sana memberikan isyarat padanya. Dengan santainya menghadap ke depan membelakangi Brian. Tanpa harus menoleh ke belakang saat berbicara.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Brian lagi.
Laki-laki yang duduk itu tertawa sangat keras. "Jangan pura-pura bodoh. Aku sudah kesana kemarin. Dan, aku tahu jika jamu habis kesana." kata laki-laki itu.
"Kesana? Kemana maksud kamu?" tanya Brian bingung.
"Ketempat dimana laki-laki yang kamu cari tinggal. Aku yakin kamu pasti tahu sesuatu."
"Jangan menyembunyikan lagi semuanya. Aku akan memberikan kamu yang berkali lipat. Tenang saja, aku hanya menginginkan laki-laki remaja yang bersama kamu sekarang. Jangan buat masalah lagi. Serahkan dia. Dan, aku serahkan uang yang ada di depan kamu ini."
Dua orang dengan tubuh tegap. Wajahnya tampak tegang. Dia membawa satu-satu koper. Meletakkan di atas kerja bersamaan. Mereka membuka koper itu. Memutarnya, tepat di hadapan Brian.
"Itu yang, kamu bisa miliki semuanya." kata laki-laki itu.
Brian terdiam sejenak, dia hanya bisa menatap uang yang sangat banyak di depannya. Tumpukan yang uang itu akan membuat dirinya berubah nantinya. Tapi, dia belum sanggup jika harus menyerahkan Aron pada mereka.
"Tidak! Aku tidak mau." kata Brian tegas.
Seorang boss yang sangat dia kenal membawa ponsel, berjalan ke arahnya. Dia mengangkat tangannya memberitahukan ponselnya tepat di depan wajah Brian. Kedua matanya melebar. Saat melihat Brian ibunya berada di ruangan berbeda. Dia orang menodongkan senjata pada ibunya.
"Apa yang kalian lakukan. Lepaskan ibuku." kata Brian. Dia mencoba untuk melawan dua orang yang ada di sana. Dengan cepat, dia orang bertubuh tegap memegang kedua tangannya. Dia tak bisa berkutik lagi.
"Lepaskan ibuku!" pekik Brian.
Boss dia hanya tersenyum picik. Dia menggelengkan kepalanya.
"Kita akan melepaskan ibu kamu. Jika kamu mau bantu." bosnya berjalan mendekati Brian, mencengkram rahangnya. Dengan tatapan penuh kelicikan terpancar dari kedua matanya.
"Kamu bawa anak itu kesini. Maka aku akan menyerahkan ibu kamu." kata laki-laki di depannya.
"Lepaskan dia! Dia tidak ada hubungannya dengan ini semua." Brian memberikan tendangan sangat keras tepat di perut orang di depannya. Meski dirinya tak bisa bergerak leluasa.
"Cepat lepaskan!" pekik Brian.
"Hahaha.. Apa yang kamu katakan?" Jack, nama dari bosnya. Dia mengusap perutnya bekas tendangan Brian. Tanpa rasa sakit, dia berdiri menarik sudut bibirnya sinis. "Kamu bilang kita harus melepaskan?" tanya Jack mendekatkan wajahnya.
"Tidak akan! Tidak akan pernah aku lepaskan." kata Jack, kedua matanya terbuka lebar. Dia tersenyum seperti seorang psycopat.
"Sialan! Ingat, aku akan membunuhmu. Akunyidak akan tinggal diam. Aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku." umpat Brian kengerkasna suaranya penuh emosi. Kedua tangannya mengepal sangat keras. Otot rahangnya mulai memegang penuh amarah.
"Ingat, jangan pernah sentuh ibuku. Dia tidak bersalah. Bahkan dia tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Jika kamu berani sentuh dia. Maka aku sendiri yang akan menghabisimu." kata Brian penuh dendam di pikirannya.
"Kami hanya mau anak itu. Serahkan dia." saut seseorang di balik kursi itu.
"Baiklah, aku akan serahkan dia. Tapi, tunggu waktunya. Beri aku waktu satu bulan untuk bersama dirinya. Aku ingin mencari tahu seluk sebelumnya lebih dulu." kata Brian. Dengan napas beratnya. Dia terpaksa harus berbicara seperti itu. Baginya ini nyawa ibunya leb8h penting dari segalanya.
"Baiklah, aku akan memberi kamu kesempatan. Tapi, jika kamu berbohong. Maka ibu jamu yang mana jadi korbannya. Dia akan mati di depanmu." Kata Jack, sembari mendekatkan wajahnya.
"Aku akan tunggu satu bulan. Tepat di tanggal yang sama. Aku menunggu kamu dan anak itu disini. Serta, aku akan menyerahkan ibu kamu juga." kata orang di balik kursi. Dia belum juga menampakkan wajahnya. Meski kedua mata Brian ingin sekali melihat wajahnya. Untuk membalas semuanya nanti.
"Lepaskan aku!" Brian menarik kedua tangannya.
"Sekarang, kamu bisa pergi." kata Jack. Menarik salah satu alisnya ke atas.
"Ingat! Jangan pernah sentuh ibu ku. Jika kamu menyentuhnya sedikit saja. Maka aku yang akan membunuhmu, Jack!" ucap Brian. Kedua matanya melotot tajam. Dengan tangan mengepal sangat keras. Menunjukan wajah Jack.
Dia hanya menganggukan kepalanya. Menerima ancaman Brian.
"Pergilah! Bawalah uang ini." kata Jack.
"Uang itu bisa buat kamu biayai semua kebutuhan ibu kamu di rumah sakit. Setidaknya, kamu tidak susah payah lagi cari yang. Bukanya kamu ingin membahagiakan ibu kamu. Ini saatnya kamu melakukan semuanya." kata Jack.
"Temui aku, setelah kamu mendapatkan info lengkap tentangnya." Seorang di balik kursi itu, dia mulai memutar kursinya. Menatap ke arah Brian. Seorang laki-laki duduk di sana. Dengan rokok dengan pipa panjang yang yang terlihat seperti laki-laki jaman suku Maya dan Aztek. Hanya menggunakan tembakau dan pipa panjang sedikit melengkung itu untuk menghisapnya.
Laki-laki tampan sudah terlalu tua. Dengan Rambut panjang. Jenggot putih yang tak begity panjang dan kumis hitam dekatnya yang sudah terlihat panjang dan sedikit melengkung. Sepertinya dia seumuran dengan ibunya.
"Siapa anda?" tanya Brian.
"Tidak perlu tahu siapa aku. Karena aku tidak akan pernah bicara namaku. Panggil saja aku mr X. Kamu bisa cari aku. Jika kamu ingin tahu tentang aku. Tapi, bawa anak itu." kata Mr X.
Brian mengerutkan keningnya. Pikirannya mulai kacau. Sebenarnya Brian tidak sanggup jika menyerahkan Aron. Tetapi, ibunya dalam bahaya. Jika bekerjasama dengan Aron. Anak itu masih remaja. Dia juga tidak akan mengerti apa yang harus di lakukan nantinya.
Mengajarkan dia beladiri itu lebih penting sekarang. Setidaknya dia bisa jaga dirinya dengan baik. Brian terus bergumam dalam hatinya.
"Bagaimana? Apa kamu setuju?" tanya Mr X. Mengulurkan tangannya ke depan
Brian masih saja diam. Pandangan matanya melirik sekelilingnya. Dia menatap ke arah Jack. Dan, dia anak buahnya. Sementara, laki-laki tua itu masih saja duduk di tempatnya. Dia curiga jika laki-laki tua itu sudah tidak bisa berdiri sempurna.
Sepertinya aku harus cari cara. Memutar balikkan keadaan nanti. Itu misiku. Jangan anggap remeh aku sebagai anggota intelijen khusus. Brian bergumam dalam hatinya. Dia memejamkan matanya sejenak, menarik napasnya dalam-dalam. Dan, bersiap mengangkat kepalanya. Brian mulai menenangkan emosi dalam dirinya. Dia mencoba untuk bersikap lebih santai. Agar bisa berpikir jernih menghadapi kelicikan mereka.
"Cepat, jangan terlalu lama berpikir." kata Jack. Mengeraskan suaranya.
"Baiklah! Aku setuju." kata Brian. "Tapi, dengan satu syarat." lanjutnya. Menerima uluran tangan Mr X.
"Apa syaratnya?" tanya Mr X.
"Aku mau kalian jangan ganggu aku selama satu bulan. Jangan pernah sama sekali mengikuti aku dan anak yang bersamaku. Dan, jangan pernah cari tahu tentang aku dan dia. Jika kalian melanggar, maka aku yang akan bertindak sendiri." jelas Brian. "Aku bukan orang awam yang harus kenal dengan dunia ini. Kamu lupa, Jack. Aku siapa? Aku adalah agen intelijen yang khusus untuk negara. Tapi, kamu membawaku ke dalam dunia kamu. Hanya karena uang, aku melakukan semuanya. Tapi, aku bisa bilang pada pemerintahan. Jika kalian bersekongkol melakukan sebuah uji coba meeugikan negara."
"Braakk! Apa maksudmu?" bentak Jack. Penuh amarah.
"Jack, kamu seperti nembak kecil yang melakukan pemerasan, pengamanan. Dan, aku juga bukan orang bodoh." Brian mengeluarkan ponselnya dari balik saku jaketnya.
"Apa ini, aku punya bukti. Bukti percakapan kalian." Kata Brian lagi sembari tersenyum tipis.
Jack yang terbawa emosi. Dia hampir saja memukul Brian.
"Berhenti!" pekik Mr X. "Jangan lakukan itu."
"Kita turuti saja apa yang dia mau. Waktu satu bulan. Kita akan cari dia. Jika sampai dia tidak datang. Dan, jangan harap dia bisa hidup jika sampai berbohong pada kita." kata Mr X.
"Nah, itu semua terserah kalian." kata Brian. Dia menutup dua koper yang berisikan uang. Setelah tertutup rapat. Kedua tangan laki-laki itu membawanya. Berjalan keluar tanpa sepatah kata lagi keluar dari bibirnya.
Jack menatap kedua anak buahnya yang masih berdiri di sana. Dia memberikan isyarat dengan gerakan kepala. Untuk mengikuti Brian. Brian yang berjalan keluar, dia melirik ke samping. Sembari tersenyum sinis.
"Memang mereka kira aku anak kecil yang bisa dipermainkan." kata Brian. Tak hentinya dia terus tersenyum. Bahkan, sekarang ingin rasanya tertawa.