Siapa mereka

1059 Words
"Hai.. Felly." sapa Aron yang semua sibuk di halaman depan. Dia melirik ke arah jalan. Melihat Felly berjalan dengan ayahnya. "Hai.." sapa Felly. "Kamu sedang apa?" tanya Felly. "Nanam bunga. Kamu mau kemana?" tanya Aron. "Mau ke supermarket sebentar." kata Felly. "Aron, kamu sudah siap belum. Ayo cepat berangkat." teriak Brian, berjalan keluar dari rumahnya. Tangan masih sibuk melipat kemejanya hingga selutut. "Memangnya kita kemana?" tanya Aron, dia berdiri tegap menatap Brian. "Nanti kamu juga akan tahu." kata Brian. Dia menakutkan alisnya. Merasa ada seseorang di depannya. Perlahan, laki-laki itu menggerakkan kepalanya, melirik ke samping. "Em.. Kamu bukannya yang kemarin?" tanya Brian memastikan. Dia menyipitkan matanya, melihat lebih detail lagi. Jika dirinya benar kalau laki-laki itu adalah orang kemarin yang dia lihat. Pandangan mata Brian melirik ke arah anak kecil yang berada di samping laki-laki itu. "Ini wanita yang kamu maksud kemarin?" tanya Brian. Hanya di jawab gangguan oleh Aron. Brian menatap sekilas. Dia melihat kedua matanya. Memang sedikit berbeda dari yang lainya. "Felly, ayo pergi." laki-laki itu menutup wajah Felly saat Aron mencoba mengamati wanita kecil itu. Dia menuntun tangan Felly untuk segera pergi dari sana. Tanpa sepatah kata apapun. Sementara Felly, melirik ke belakang menatap ke arah Aron. Dan hanya di balas dengan senyuman olehnya. "Udah, ayo cuci tangan. Setelah itu kita pergi." pinta Brian. Menyadarkan Aron dari lamunannya. "Baiklah!" Aron segera berlari masuk ke dalam rumahnya. Setelah selesai cuci tangan. Dan, ganti baju. Dia bergegas untuk keluar. Kedua matanya berkeliling mencari Brian. "Masuk!" pinta Brian, yang sudah berada di dalam mobilnya. Aron segera masuk ke dalam mobil. Hanya hitungan detik, mobil itu berjalan dengan santainya keluar dari halaman rumah. "Kita kemana?" tanya Aron, melirik ke arah Brian yang masih fokus mengemudi mobilnya. "Nanti kamu juga akan tahu." jawab Brian. "Emm.. Baiklah!" "Oh, ya. Besok kita ke rumah kamu. Ambil Semua barang-barang kamu. Setidaknya kamu bisa baca buku atau apapun yang masih berguna disana." kata Brian. "Rumah?" Aron terdiam seketika. Pandangan matanya mulai kosong. Dia mengingat bagaimana kedua tangannya menyerang orang tuanya sendiri. Hingga kedua orang tuanya meninggal. "Aron..." panggil Brian. "Aron..." Merasa tak ada jawaban sama sekali dari Aron. Dia memeluk pundak Aron. "Eh.. Iya.." kata Aron, terkejut. Dia menoleh ke samping. Menatap ke arah Brian. "Eh.. Ada apa?" tanya Aron. "Kamu yang kenapa? Lagian dari tadi kamu melamun. Kamu ingat orang tua kamu?" tanya Brian, sesekali melirik ke arah Aron. Dengan kedua tangan fokus mengemudi mobilnya lagi. Aron menggelengkan kepalanya. "Enggak!" kata Aron beralasan. Satu jam perjalanan menuju ke pusat kota. Mereka sampai di sebuah tempat belanja. Brian segera turun dari mobilnya. "Ini apa?" tanya Aron bingung. Kedua kelopak matanya melebar. Dia belum pernah melihat mall sebelumnya. "Ini apa?" tanya Aron lagi. Kedua matanya masih berputar. Dia tak berhenti menatap kagum dengan apa yang di lihat nya. "Kamu benar-benar tidak tahu ini apa?" tanya Brian heran. Aron menggelengkan kepalanya. Tangannya membuka pintunya. Tetapi pandangan matanya masih lurus ke depan. Seolah tak mau beranjak melihat keramaian di depannya. Dia melangkah keluar dari mobil. Aron masih berdiri tegap. Dia belum pernah melihat keramaian seperti ini. Apalagi gedung tinggi. Dan, ini benar-benar mengagumkan baginya. "Ayo, cepat! Jangan terlalu lama di luar. Sangat berbahaya." kata Brian. Dia menarik tangan Aron. Mereka segera berjalan masuk ke dalam. Aron tak pernah berhenti terus menatap kagum. Melihat banyak toko bejeran di sana. "Kita mau ngapain?" tanya Aron. "Beli baju!" kata Brian. "Buat apa," tanya Aron melirik sekilas ke arah Brian. "Iya, buat kamu. Memangnya buat siapa lagi. Besok, Kamu harus latihan bela diri. Setelah itu. Kamu juga harus latihan menembak. Dan, seterusnya." Aron memincingkan matanya. "Kenapa banyak sekali?" tanya Aron. "Iya, kamu harus latihan semuanya. Lagian, kamu masih remaja. Kelak kamu dewasa akan tahu. Apa gunanya latihan itu semua." ucap Brian. "Lagian itu juga untuk melindungi diri kamu sendiri." lanjut Brian. Sampai di sebuah eskalator. Aron terdiam sesaat. Dia memicingkan matanya takut. Tubuhnya seketika ikut bergidik takut. Melihat main yang berjalan di depannya. "Ayo, cepat." ucap Brian. "Eh.. Apa yang kamu lakukan. Lihatlah, dia mau makan aku." kata Aron. Dia membalikkan badannya takut. "Siapa yang makan kamu. Ini namanya sekaligus. Kamu bisa naik ke atas nanti." kata Brian. Dia menarik kerah belakang baju Aron agar segera naik. "Enggak! Aku gak mau." kata Aron. Sementara dirinya tanpa sadar sudah setengah perjalanan. Aron menundukkan kepalanya pelan melihat kedua kakinya yang berjalan dengan sendirinya baik. Lalu, Aron mengangkat kepalanya menatap kedepan. Pandangan matanya melihat sekelilingnya. "Sudah, ayo cepat." kata Brian, menarik kerah baju belakangnya lagi. Mereka berjalan menuju ke salah satu toko baju. Brian memilih beberapa kaos dan kemeja untuk Aron. Sementara Aron dia hanya bisa diam, melihat sekitarnya. Keramaian di mall membuat pandangan matanya beralih. "Aku belum pernah melihat seperti ini." kata Aron lirih. Saat Aron sibuk dengan sekitarnya. Brian "Mau sampai kapan kamu disitu?" tanya Brian. "Eh, sudah selesai?" tanya Aron. "Sudah!" kata Brian. "Ayo cepat pulang." kata Brian. Dia segera berjalan turun dari tangga. "Eh.. Itu bukanya, Brian. Sialan! Laki-laki itu masih hidup." ucap seorang dari balik kerumunan orang yang ada di depannya. Brian menoleh. Kedua matanya melotot seketika. "Sialan, kenapa dia datang lagi." geram Brian. Dia menoleh ke arah Aron. Menarik lengan tangannya segera berlari. "Heh.. Tunggu!" teriak 3 laki-laki dengan badan kekar di belakangnya. Mereka mengeluarkan senjatanya. Bersiap untuk menembak ke arah Brian. "Ada apa?" tanya Aron heran. "Diamlah! Kita harus pergi sekarang." Brian terus berlari. Dia mendorong beberapa orang yang menghalangi jalannya. "Heh. Berhenti!" teriak Salsa satu laki-laki itu. "Tunggu!" "Kalau kamu masih kabur lagi. Aku akan tembak kamu." ancam laki-laki itu. "Sialan!" Brian mempercepat larinya. Sementara Aron masih kebingungan dengan apa yang terjadi. "Kamu pergilah ke mobil. Aku akan pergi sebentar ke belakang mall." kata Brian. Dia mendorong tubuh Aron menjauh darinya. "Cepat pergilah!" pekik Brian. Dia memberikan beberapa belanjaannya pada Aron. "Tapi aku?" Aron terlihat kebingungan. Dia tidak tahu jalan kembali ke mobil Brian. Sementara Brian sudah pergi lebih dulu. Dia berlari lebih cepat. Sementara Aron mau tidak mau juga harus ikut pergi. Meski dia tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Brian menuju ke belakang. Dia melompati beberapa meja cafe yang menghalangi langkahnya. Dia berlari, masuk ke dalam toilet wanita yang kebetulan terlihat sangat sepi. Brian masuk ke dalam satu toilet. "Sialan." umpat laki-laki itu. "Kemana dia pergi?" ketiga laki-laki itu kebingungan. Dia melihat sekitarnya. "Kemana dia pergi?" tanya yang lain. "Sepertinya dia ada di toilet wanita." kata salah satu temannya. "Kita masuk!" ucap laki-laki berbadan tegap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD