Dua hari berlalu. Aron sudah berlatih menembak di belakang rumahnya. Sementara Brian selama dia harus dia memberi pagar tinggi rumahnya. Gara tidak terlihat dari luar. Sembari menutup rapat-parah dinding itu dengan berbagai macam bunga. Dia bekerja sendiri di bantu oleh Aron. Sekarang, dirinya tidak butuh lagi apapun. Uang di koper yang di bawahnya kemarin, masih dalam keadaan utuh, belum sama sekali tersentuh tangannya. Dia juga bahkan tidak berniat untuk mengambilnya sama sekali. Sebelum semua masalah selesai. Dan, dia baru bisa menikmatinya.
Brian, melakukan semuanya hanya demi kebaikan aron. Entah kenapa dia setiap melihat Aron dirinya tidak tega untuk menyakiti laki-laki remaja itu. Atau, bahkan menyerahkannya orang-orang jahat yang tak bertanggung jawab itu.
Brian tidak berhenti terus memikirkan tawaran mereka. Terkadang mereka bimbang. Apa yang harus dilakukan. Menerima tawaran Angel Tau dirinya harus melindungi Aron. Ah.. Seprtinya, tidak ada yang tahu nantinya. Dia akan memikirkan saat lebih baik memikirkan bagaimana cara untuk lepas semuanya.
"Gimana?" tanya Aron Brian tersadar dari lamunannya. Dia menatap ke arah Aron yang masih berlatih dengan tembak kecil mikirnya. Dia juga ingin memberikan senapan nanti pada Aron.
"Tambak." kata Brian meminta Aron. "Gunakan posisi kaki yang baik. Mata fokus pada target."
Dorrr…
Tembakan itu mulai melesat jauh. Bahkan tembus tanda x dari lingkaran sasaran di depan matanya.
"Hebat!" kata Brian. Dia terlihat bersemangat dan sangat antusias. Dengan Segera laki-laki itu berjalan mendekati Aron.
Gimana bisa kamu secepat itu bisa melakukan semuanya. Tinggal melihat kamu seperi apa, kamu sudah gila dalam berbagai perlindungan nantinya." kata Brian. Ari mengerutkan keningnya. Dia menatap ke arah Brian.
"Apa maksud kamu? Apa kamu ingin menggantikan aku disini? Apa aku ada masalah? Atau, kamu ingin latihan?" tanya Aron.
Brian menggelengkan kepalanya. "Kamu latihan saja sendiri." Brian berdiri lebih mendekat ke arah Aron. Ia menepuk pundak Aron.
"Aku mau masuk ke dalam lebih dulu. Buatkan kamu minum." kata Brian. Dia sengaja mencoba untuk menghindari Aron lebih dulu. Melihat dia, dirinya merasa bingung dan bimbang lagi dengan pilihannya. Brian membalikkan badannya lalu melangkahkan kakinya pergi.
"Sebenarnya apa yang terjadi padanya? sadari kemarin dia lebih banyak diam. Tanpa banyak bicara apapun. Bahkan, dia juga bicara tidak nyambung sama sekali. Dia harus keadaan Brian tidak baik." kata Aron. Dia menggelengkan kepalanya heran. Lalu, menghela nafasnya. Kaki ini, laki-laki itu menyiapkan posisi kakinya dengan baik. Kedua tangannya memegang senjata. Dan bersiap untuk membidik sasarannya lagi.
Dan, Aron melakukan itu dengan sangat baik. Selama dua hari latihan dengannya. Membuat Aron merasa dirinya sudah hebat. Dia bisa mahir dalam segala hal.
Meski terkadang dia terlalu terbayang bagaimana dengan keadaan ibunya saat ini. Apa di alam sana dia tenang Atau, dia masih menyalahkan dirinya atas semua kematiannya.
Sementara Brian. Dia masuk ke dalam rumahnya. Meraih ponselnya. Terlihat ada pesan masuk dari seseorang. "Ada apa lagi dia." kata Brian. Saat melihat pesan dari Jack.
"Cepatlah keluar!" pinta Jack lewat pesan itu.
"Sialan dia ada disini?" ucap Brian kesal. Laki-laki itu meletakkan kembali ponselnya. Dia berjalan keluar dari rumahnya. Pandangan matanya langsung tertuju pada putih mobil yang berhenti tepat di samping rumahnya. Brian mendekati mobil itu. Perlahan kaca mobil mulai terbuka.
"Ada apa?" tanya Brian. "Bukanya aku sudah bilang. Selama satu bulan jangan ganggu aku. Apa kamu lupa?" geram Brian.
Jack terkekeh kecil, "Haha.. Bagaimana aku lupa. Tidak! Aku hanya memastikan jika kamu tidak kabur dari sini." kata Jack.
"Memangnya aku seperti orang yang lari dari tugas. Tidak!" kata Brian.
"Oke, kamu ini aku percaya dengan kamu. Tapi, lain kali aku tidak akan percaya lagi. Jika kamu mencoba menghindar dari kami. Maka kamu akan tahu apa konsekuensinya. Dan, pembunuh bayaran sudah aku sebar sekarang." kata Jack. Mencoba mengingatkan.
"Terserah saja, apa yang kamu katakan." ucap Brian, tidak ada rasa takut sama sekali terbesit di pikirannya.
"Lakukan saja apa yang kamu inginkan. Aku juga tidak terlalu peduli akan hal itu." ucap Brian. Menarik salah satu alisnya. "Dan, Satu lagi. Aku berterima kasih atas semua yang kamu berikan. Eh.. Tapi, itu bukan pemberian kamu. Aku juga ingin seperti kamu. Tapi, semuanya ya berbeda. Aku bisa lebih dari kamu nantinya. Berkuasa, dan bisa melakukan apa saja yang aku inginkan. Tanpa perintah dari siapapun." kata Brian mengingatkan.
"Lakukan! Jika kamu bisa." kata Jack. Perlahan mobil itu malah melaju tanpa menunggu jawaban dari Brian. Dia menarik sudut bibirnya sinis. Lalu, menutup kembali jendela kaca mobilnya.
"Sekarang, aku hanya ingin tahu. Seberapa hebatnya kamu. Aku hanya ingin melihat, apa kamu begitu mengagumkan seperti apa yang kamu katakan. Atau, hanya semut kecil yang terlalu banyak berkoar." kata Brian. Dia kembali masuk ke dalam rumahnya. Tepat di depan pintu, dia merasa sangat aneh. Ada seseorang yang sedang mencintainya dari jauh. Merasa sangat kesal, Brian mengantar tangan kanannya tepat di samping kepalanya. Ia memberikan jari tangannya. Sembari berjalan masuk.
Seorang yang mengikatnya hanya menghela napas. "Sialan dia?" geram seorang wanita. Dia seorang pembunuh bayaran yang sengaja ingin memata-matai Brian.
"Kenapa dia bisa tahu jika aku ada disini." kata wanita itu.
"Argg... Baru kali ini aku melakukan misi gagal." katanya. Dia membaringkan tubuhnya di atas gedung. Merentangkan kedua tangannya. Bahkan tidak peduli dengan terik matahari yang menyentuh kulitnya.
"Sepertinya aku harus pakai cara lain. Dekati dia." kata Wanita itu. Dia beranjak duduk. Menarik sedikit ke atas kedua kakinya, bersamaan kedua tangannya berada di atas lututnya.
Berbeda dari Brian. Meski berbagai ancaman datang. Laki-laki itu tidak gentar sama sekali. Dia masih saja diam, tanpa harus melawan atau bahkan pergi dari rumah itu.
"Tadi sepertinya ada tamu." kata Aron. Entah sejak kapan remaja itu berada tepat di depannya.
"Ada apa?" tanya Brian.
"Siapa dia? Pakaiannya sepertinya mewah. Mobil juga." tanya Aron penasaran.
"Dia itu orang yang berbahaya dan licik. Jika kamu bertemu dengannya. Lebih baik kamu cari cara untuk pergi. Jangan mau dihukum olehnya." kata Brian mengingatkan. Dia memegang kedua pundak Aron. Dengan badan sedikit membungkuk. Menyesuaikan tubuh Aron yang lebih pendek darinya.
"Tapi, siapa yang ingin membunuh kamu tadi."
"Membunuh?" Brian memastikan alisnya. Wajahnya terlihat mulai memegang. Spontan Brian seketika menoleh ke belakang. Dia semakin bingung tidak ada siapapun di belakang.
"Siapa?" tanya Brian
"Tidak! Lupakan saja." kata Aron. "Sepertinya tadi dia sudah pergi." kata Aron.
"Sekarang panggil saja aku kak Brian. Apapun masalah kamu, apa yang kamu inginkan. Aku akan bantu kamu." kata Brian. Mengusap ujung kepala Aron.
"Aku pergi dulu, mau mandi. Kamu, setelah latihan beres kan semuanya. Setelah itu cepat mandi. Aku juga akan buatkan makanan untuk kita." kata Brian.
"Baiklah!" jawab Aron.
Brian melangkahkan kakinya pergi. Sementara Aron kembali lagi ke belakang. Dia membereskan semuanya. Sisa peluru yang masih ada. Dan, beberapa peluru yang terjatuh tadi. Dia membereskan semuanya. Setelah semuanya selesai, dia melepaskan semua peralatan menembak miliknya.
Satu jam kemudian. Aron yang sudah selesai mandi. Dan, Brian masih sibuk di dapur. Dia sudah selesai menanak nasi. Tinggal membuat lauk pauknya.
"Aron, apa yang sebenarnya kamu mau." tanya Brian
"Tidak ada satupun yang aku mau." kata Aron.
"Kamu yakin?" tanya Brian. Dia membuat steak daging yang sudah dipanggang. Setelah semuanya matang. Brian meletakkan di atas piring. Membawanya ke meja makan.
"Makanan hari ini, ini makanan enak. Setidaknya kamu sekali makan enak." goda Brian. Brian melepaskan celemeknya. Dan, segera bersiap untuk makan.