Bertemu lagi

1174 Words
Setelah selesai makan. Brian berjalan keluar. Dia berniat ingin pergi ke supermarket terdekat. Sementara Aron terlihat masih tertidur pulas di ranjangnya. Setelah makan dia pamit untuk tidur. Sementara Brian tidak biasa untuk tidur di jam seperti ini. Apalagi ini masih siang. Laki-laki itu bahkan terus kepikiran apa yang dikatakan Jack. Dia tak hentinya mencari cara bagaimana diri ya bisa keluar dari perangkap Jack. Dia tahu, ancaman yang dilakukan Jack itu kenyataan. Dia juga tahu ibunya dalam bahaya sekarang. Tetapi, sekarang dia juga harus menyiapkan semua matang-matang. Jika sampai Jack tahu. Dia juga pasti akan menghakiminya sendiri. Jack orang yang sadis. Dan, juga terkenal sangat licik. Berbagai cara dia lakukan untuk membuat musuhnya menyerah. itu biasa dilakukan saat dia bertugas. Sekarang, dia hanya duduk diam di ruangannya. "Sudahlah, lebih baik aku belanja dulu." kata Brian. Dia berjalan keluar dari rumahnya. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu. "Jalan kaki atau tidak?" tanya Brian pada dirinya sendiri. Dia menatap sekelilingnya. Pandangan matanya terlihat was-was. Apalagi saat dia tahu ada seseorang yang ingin membunuhnya tadi. Brian mengangkat kepalanya. Dia menatap ke arah gedung di depannya. "Tempat itu. Apa aku coba pergi kesana. Atau, aku hanya diam saja." kata Brian. Dia berjalan matanya sejenak. Lalu, menghela napasnya. Saat dirinya selesai untuk berpikir. "Aron juga masih tidur. Tetapi semua aku sudah tulis di kertas apa yang harus dia lakukan. Aku penasaran apakah dia bisa baca atau tidak. Jika memang dia baca, berarti dia patut di pertanyaan juga otaknya. Seperti tuduhannya. Dia pasti punya kepintaran setara dengan ayahnya. Merasa sudah aman, Brian melangkahkan kakinya pergi. Tak lupa dia menutup pintunya kembali. Menguncinya dari luar Sebelum ada beberapa orang yang sengaja memata-matai Aron nantinya. Brian menghela napasnya. Dia berdiri tepat di depan pagar rumahnya. Pandangan matanya melirik tajam ke kiri. Dia tak mau terulang lagi saat ada orang yang sengaja mengincarnya dan Aron. Di tempat yang berbeda, beberapa hari lalu. Dan, tadi. Dia berjalan santainya, menuju ke arah supermarket yang hanya beberapa meter dari rumahnya. Di masuk ke dalam supermarket. tanpa melirik ke samping, dan. Bruk! Dia menabrak seorang wanita cantik dengan rambut panjangnya yang terurai. Brian menyulitkan matanya. "Maaf!" kata Brian. Dia terus mengamati wanita itu. "Iya, gak apa-apa." Wanita yang terlihat tak begitu asing baginya. Brian menyipikan matanya. Seketika kedua matanya melebar. Saat dia mengingat jika wanita itu telah menolongnya kemarin. "Kamu yang ada di mall kemarin?" tanya Brian mematikan. Wanita itu perlahan mengangkat kepalanya. Dia melirik sekilas ke arah Brian. "Apa kamu yakin itu aku?" tanya wanita itu. "Iya, aku yakin." Wanita itu mencoba melirik sekilas wajah Brian. Dia memutar matanya, mengingat kembali laki-laki yang ada di depannya. "Sepertinya iya. Kamu yang di toilet wanita itu?" tanya wanita itu. "Iya... Ternyata rumah kamu dekat sini juga?" tanya Brian. "Tidak! Aku hanya belanja disini. Mobilku ada di depan." kata Wanita itu. "Oo.. Baiklah, nama kamu siapa kemarin. Aku sedikit lupa." "Ella." wanita itu mengulurkan tangannya ke arah Brian. Spontan Brian menerima uluran tangannya. "Aku Brian." jawab Brian. "Iya, eh.. Bentar, sebagai tanya terima nasibku soal kemarin. Bagaimana kalau kamu mampir ke rumah. Aku traktir kamu makan." Elle menyipitkan matanya. "Maksud kamu?" "Eh, maksud aku. Aku masakan nanti. Atau, nanti malam kamu ke rumahku. Kita makan malam bersama." kata Brian. Seketika Brian tersadar sejenak. Dia tidak boleh memasukan wanita lain berada di rumahnya. "Eh.. Gini saja, kita makan malam di luar." kata Brian dalam hatinya. "Hei... Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Ella. Brian tersenyum samar. "Gak ada masalah." kata Brian. "Gimana kamu mau aku traktir makan di luar. Atau, di rumah." kata Brian. "Di luar saja tidak masalah. Tapi, kamu yakin traktir aku makan. Cuma aku tidak janji nanti, bisa atau tidak. Kalau bisa Aku tunggu kamu di tempat ini." kata Ella. Brian mengerutkan bibirnya, lalu menghela napasnya. "Sepertinya dia tidak berbahaya." Brian mengamati setiap gerak gerik Ella. "Dia bahkan tidak mau ke rumahku. Aku hanya mancing dia. Ternyata, tidak. Tapi, aku juga harus waspada pada siapapun yang baru di kenal nya." "Oh, ya! Kemarin penjahat itu masih ngejar kamu waktu pulang atau tidak?" tanya Ella. "Tidak!" kata Brian. "Apa kamu kenal dengan mereka?" tanya Brian lagi. "Enggak!" "Oh, beneran nggak, kamu tidak mengenal mereka. Padahal mereka tiba-tiba pergi saat kamu keluar dari toilet." Ella menggelengkan kepalanya. "Kamu curiga padaku?" tanya Ella. "Eh.. Nggak! Maaf, bukan maksud aku curiga padamu. Tapi aku penasaran. Kenapa mereka sudah pergi secepat itu. Tanpa menunggu aku keluar." "Oke, aku memang kenal mereka semua. Karena aku pernah menyewa mereka. Aku kira, mereka melakukan tugasnya. Tetapi tidak, mereka salah orang. Jadi aku kasih foto mereka. Untuk segera melakukan tugasnya." kata Ella, perlahan dia menarik sudut bibirnya tipis. Pandangan matanya terlihat berbeda. Brian merasa aneh dengan wanita di depannya. Tetapi, dia tidak terlalu aneh juga. Jika dirinya tersenyum, bukan seperti pembunuh. "Oh, ya! Aku pulang dulu." kata Ella. Dia melangkahkan kakinya pergi. Brian menoleh ke belakang. Dia menatap ke arah Ella. "Eh, kamu lupa memberi aku nomor ponsel kamu?" tanya Brian. "Nanti, jika sudah waktunya. Aku akan beri nomor ponsel aku." kata Ella. Dia mengibarkan tangannya, fans segera masuk ke dalam mobil. hanya hitungan detik, mobil itu melesat pergi dari depan supermarket. Brian menghela napasnya. Tak mau memaksa minta nomor ponselnya. Brian segera masuk ke dalam supermarket. Membeli beberapa belanjaan yang sudah tercatat di kepalanya, setelah sudah selesai semuanya. Dia segera kembali ke rumahnya. Aron yang baru saja terbangun dari tidurnya. Kedua matanya menatap ke arah tulisan di meja kecil samping ranjangnya. Aron mulai membacanya sejenak. "Pergi ke belakang. Coba latihan lagi menembak. Setelah aku pulang. Aku akan berikan senjata beda lagi untukmu. Kamu ini kamu latihan sniper." "Sniper?" "Latihan?" kata Aron. Dia mengerutkan bibirnya, sedikit tertarik ke samping. Lalu, memutar bola matanya. Aron menghela napasnya, sebelum dia beranjak dari ranjangnya. Dia berjalan markas ke teman belakang..Spontan pandangan matanya tertuju pada gedung di depannya. Gedung yang sama pertama kali dia melihat ada seseorang yang menatap ke arahnya dan Brian di balik gedung itu. "Siapa mereka?" tanya Aron. Tak mau tahu lagi, Aron kembali masuk ke dalam rumahnya. Dia pergi ke dapur. Mencari beberapa buah di kulkas. Saat sudah menemukan hanya buah jeruk di kulkas. Dia segera membuat jus jeruk. Tanpa dia sadari Brian sudah pulang ke rumah. Hentakan kakinya seirama, perlahan mulai berjalan mendekat ke arah dapur. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Brian, yang baru saja sampai di rumahnya. Dia menatap Aron masih sibuk membuat jus di dapur. Brian meletakkan beberapa kantong belanjaan di atas meja dapur kamarnya "Buat jus." jawab Aron. "Aku merasa tidak perlu latihan dulu. Ada seseorang yang memantau dari balik gedung di depan. Apa itu teman kamu?" tanya Aron. "Teman?" Brian memicingkan matanya. "Gedung belakang atau depan rumah." "Belakang? Tepat saat aku pernah tanya sama kamu dulu." Brian terdiam sejenak. Dia menghela nafasnya frustasi. Sepertinya benar, jika mereka sekarang sudah bergerak memantau. Memang aku tidak tahu apa rencana mereka. Mereka ingin tahu perkembangan anak ini. Brian berjalan menghampiri Aron. Dia memegang kedua pundaknya. "Bagus, jika ada orang yang mencoba untuk melihat kamu dari kejauhan. Dan, kamu merasa orang itu asing bagimu. Lebih baik menghindar. Jangan keluar!" kata Brian mengingatkan. Aron hanya menganggukan kepalanya pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD