Felly berlari menghampiri Ayahnya. Dia memeluk erat kaki ayahnya. Melihat moment itu Aron hanya bisa tersenyum tipis. Dia terbayang ayah yang sudah tidak ada. Bahkan, dia juga belum pernah dipeluk oleh ayahnya.
"Felly, kamu dari mana saja. Sudah ayah bilang jangan keluar." Ayah Felly melepaskan pelukannya. Dia duduk jongkok memegang kedua lengan anaknya.
"Jangan keluar lagi jika tidak sama ayah." ucap ayah Felly.
"Iya, ayah."
"Baiklah, sekarang kamu masuk kedalam." pinta ayahnya.
"Bentar yah, ada teman Felly." kata Felly gentar takut.
"Teman?" Tanya melirik ke arah Felly. Dia menggerakkan kepalanya pelan, melirik ke samping melihat Aron yang masih berdiri menatap Aron.
"Siapa dia?" tanya Ayahnya pada putrinya yang masih mencengkeram jemari tangannya takut. "Sejak kapan kamu punya teman?" tanya ayahnya lagi. Wajah Felly semakin takut di buatnya.
"A-ayah.. Aku tadi..."
"Kamu kenapa? Bicara yang jelas." ayah Felky mengeluarkan suara kerasnya.
"Maaf, sebelumnya. Aku tidak akan menyakiti Felly, hanya saja saya tadi melihat Felly di sakiti sama teman-temannya di taman. Dan, dia hampir saja dipukul olehnya." Ayah Felly menatap ke arah Aron mendengarkan penjelasannya lebih dulu.
Ayah Felly menyulitkan matanya. Mencengkram kedua lengan anaknya. "Kamu gak apa-apa, kan. Apa ada yang terluka?" tanya ayahnya panik.
Felly tanya menggelengkan kepalanya. "Ayah, teman Felly yang terluka."
"Teman?" ayah Felly memincingkan matanya. Sementara Felly mengangkat tangan kanannya perlahan. Dia menunjuk ke arah Aron.
"Dia yang terluka yah, tadi dia yang menyelamatkan Felly. Dan, dia juga yang kena pukulan mereka di punggungnya." kata Felky lirih.
Laki-laki itu menghela nafasnya lega. Anaknya sama sekali tidak terluka. Dia sebagai ayah tinggal. Mereka sangat over terhadap anaknya. Apalagi anak perempuan satu-satunya. Dia tidak mau jika anaknya terluka. Atau, sampai ada yang memanfaatkan kekuatan anaknya untuk kepentingan pribadinya. Dia khawatir jika anaknya salah pergaulan dan akan jadi bahan olok-olokkan nanti.
Ayah Felly melirik ke arah Aron. Melihat wajah Aron seolah dia mengerti jika laki-laki remaja itu tidak jahat. "Masuklah! Jangan terlalu lama di luar." kata Ayah Felly. Dia meraih tangan Aron. Menarik laki-laki remaja itu masuk ke dalam rumahnya.
"Aku akan ambilkan obat dulu." kata laki-laki itu.
"Felly, kamu temani tenan kamu dulu. Ayah mau siapkan obat." kata ayahnya.
"Baik, yah." Ayah Felly segera pergi ke dapur lebih dulu. Membaurkan minuman untuk teman Felly. Setelah selesai, dia membawa beberapa obat untuk mengobati luka Aron.
"Maafin ayah, dia seperti menurutmu jahat." kata Felly. Dia memegang jemari tangannya sendiri.
"Iya, tidak masalah. Lagian wajah juga jika dia takut. Karena anak gadisnya sangatlah cantik. Dia punya kelebihan sendiri." kata Aron. Meraih tangan Felly. Kamu jangan takut, ya. Jangan pernah sama sekali takut ada apa-apa denganmu. Lagian, rumah aku juga dekat. Aku akan selalu memantau kamu." kata Aron.
"Ini, minum dulu." Ayah Felly meletakkan minumannya di atas meja. Sementara Aron menarik tangannya kembali. "Iya, makasih!:
"Panggil saja aku om." kata laki-laki itu.
"Em...Iy-iya om." jawab Aron gugup.
"Rumah kamu dimana? Katanya rumah kamu dekat?" tanya ayah Felly. Dia melangkahkan kakinya duduk di samping Aron. Melirik sekilas punggung Aron.
"Rumahku di depan gedung tingkat om." jangan Aron.
Ayah Felly mulai memegang punggung Aron. Dia melihat ada bekas darah di punggungnya."
"Kamu sangat parah?" tanya ayahnya. "Buka bajumu. Aku akan mengobati lukamu." pinta ayah Felly.
"Baiklah!" Aron membuka bajunya. Dia memincingkan salah satu matanya. Merasa rasa sakit itu mulai menjalar di tubuhnya. Awal yang semula tak sakit. Entah kenapa kini mulai merasa sangat sakit
Ayah Felly mulai mengobati luka Aron perlahan.m dia mengoleskan obat untuk penghilang rasa sakit dan luka. Setelah selesai, dia memberikan perban di punggungnya.
"Sudah, jangan sampai kamu terluka lagu.: kata ayah Felly.
"Iya, om!"
"Felly, lain kali jangan keluar rumah lagi. Untung tadi ada dia. Jika seumpama kamu tidak diselamatkan dia. Bagaimana nasibmu. Apa kamu mau dipukul sama mereka."
"Ayah, sudah bilang. Tetaplah di rumah. Aku akan selalu ajak kamu keluar jika kamu mau. Jangan pernah keluar sendiri." kata ayahnya mengingatkan.
Felly tertunduk takut. Dia hanya menganggukan kepalanya pelan. "Jangan pernah lagi ke luar, ingat apa kata ayah kamu ini." ucap ayahnya mengingatkan.
"Maaf, om. Kenapa Felly, tidak boleh keluar rumah?" tanya Aron.
"Bukanya kamu lihat sendiri. Bagaimana kejadian tadi. Itu, yang membuatku melarang Felly keluar rumah." jawab ayahnya.
"Oh, Ya! Siapa nama kamu?" tanya ayahnya.
"Saya Aron, om." kata Aron lirih.
"Makasih, kamu sudah menyelamatkan anak saya. Jika tidak ada kamu. Mungkin anak saya yang babak belur."
"Sekali lagi terima kasih!" kata ayah Felly.
"Iya, om!" kata Aron lirih.
"Maaf, om, Felly. Sepertinya aku pulang dulu." kata Aron.
"Baiklah, hati-hati. Apa perlu om anter."
"Tidak usah, om. Rumah saya dekat." jawab Aron. Dia bangkit dari duduknya. Felly dan Ayahnya mengantar Aron sampai di depan pintu. Sementara Aron, berjalan perlahan menjauh dari rumahnya.
**
Saat melihat Aron sudah pergi menjauh. Ayahnya menatap ke arah Felly, menuntunnya untuk masuk ke dalam rumah.
"Felly, apa sebelumnya kamu kenal dengannya?" tanya ayahnya.
Felly hanya diam menggelengkan kepalanya. "Terus, kenapa kamu percaya padanya."
"Dia bilang dia tidak akan melukaiku. Dia juga melindungi. Jadi aku percaya sama dia." kata Felly, menundukkan kepalanya takut. Ia masih memainkan jemari tangannya.
Ayah Felly menghela napasnya. Dia duduk di s9fa. Memegang kedua bahu Felly. Kedua matanya menatap lekat mata Felly yang terlihat ketakutan. "Kamu jangan mudah percaya sama orang. Belum tentu juga orang itu baik. Kita juga tidak tahu, dia dari keluarga bagaimana. Takutnya, keluarganya juga jahat nantinya."
"Tapi, pa. Hanya dia satu-satunya yang bilang jika mata Felly bagus. Dia tidak menghinaku seperti anak-anak lainya. Dia juga sangat baik padaku, bahkan dia rela terluka demi menyelamatkanku." jelas Felly.
"Baiklah, jika kamu yakin dia baik." kata Ayah Felly. "Sekarang, kamu masuk ke kamar. Aku mau pergi dulu. Jangan keluar lagi. Jika ayah tidak ada di rumah."
"Ayah mau kemana?"
"Ayah, mau ke supermarket sebentar. Beli beberapa bahan masakan." kata Ayahnya.
"Baiklah! Jangan lama-lama."
Setelah membiarkan Felly sendiri di rumah. Laki-laki itu berjalan mengikuti kemana Aron pergi. Dia terus berjalan mengikutinya dari belakang.
"Apa anda mengikuti saya?" Tanya Aron yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia berhenti tanpa menoleh ke belakang sama sekali. Bahkan dia bisa tahu, jika ada orang yang mengikutinya dari kejauhan.
Ayah Felly mengerutkan keningnya bingung. Kenapa dia bisa tahu, padahal sama sekali tidak melirik ke belakang. Laki-laki paruh baya itu terheran-heran. Dia masih belum percaya dengan apa yang di lihat nya.
"Kenapa kamu bisa tahu?" tanya ayah Felly.
"Aku bisa melihatnya. Bahkan, aku bisa merasakan kehadiran seseorang yang mencoba untuk memata-mataiku." kata Aron.
"Asal anda tahu. Saya sama sekali tidak ada niat buruk sama anak anda. Saya hanya kebetulan bertemu dia. Dan, menyelamatkan dia. Tidak lebih dari itu. Saya juga tidak mengenal semuanya. Jangan berpikir jika aku adalah orang jahat yang akan melukai anak anda." kata Aron.
Ayah Felly dibuat semakin heran. Dia bahkan bisa membaca apa yang ada dalam pikirannya.
"Aron, kenapa kamu masih di luar. Cepat masuk ke dalam. Jangan terlalu lama main di luar. Tidak baik!" Brian berlari menghampiri Aron. Dia melihat sosok laki-laki di belakang Aron.
"Siapa kamu?" tanya Brian, dia mengeluarkan senjatanya.