Kencan

1221 Words
Pov Ella. Jika bukan karena tugas. Aku juga tidak mau jalan dengan laki-laki. Sialan! Umpat kesal Ella dalam hatinya. Dia bersedekap, memainkan bibirnya dengan wajah sinis. Tiba-tiba seseorang berjalan melewatinya. Dengan tangan mengulurkan sebuah kertas padanya. Ella memicingkan matanya, dengan cepat dia meraih kertas itu. Meski sedikit terkejut. Ella menghela napasnya. Dia membuka kertas itu, dengan wajah sangat santai. Membaca setiap tulisan di kertas putih. "Ingat! Lakukan dengan baik. Tugas kamu hanya temani dia. Jangan buang-buang waktu. Setelah makan selesai. Cepat pergi!" isi surat itu "Apa maksudnya?" tanya Ella, dia mengangkat kepalanya. Menatap sekelilingnya. Mencari siapa pengirim kertas itu. Merasa tidak ada yang mencurigakan. Ella segera mencengkram kertas itu hingga membentuk gumpalan. Dia melemparnya jauh ke dalam selokan di depannya. ** Jarum jam menunjukan pukul tujuh malam Brian bersiap untuk segera pergi menemui seorang wanita. Tepat dengan apa yang sudah direncanakan. Dan melindungi wanita itu ajak aku bertemu di suatu tempat. Brian sibuk memilih baju apa yang akan digunakannya nanti. Laki-laki itu terlihat begitu bersemangat. Batu kali ini juga dia berkencan dengan wanita. Entah itu bisa disebut kencan atau tidak. Namun, itu semua hanya tanda terima kasih saja untuknya. Semuanya masih terlalu jauh untuk berhubungan serius. "Mau kemana?" tanya Aron. Brian tersenyum tipis. "Aku mau pergi sebentar saja. Lagian, aku capek juga jika sendiri terus." kata Brian. Dia mengambil beberapa kemeja yang pantas untuknya. Merasa cukup puas. "Jadi ada wanita cantik yang saat ini sedang aku coba untuk dekati." kata Brian. "Oo.. Oke!" Setelah brian bersiap. Dan, semuanya sudah selesai tepat 15 menit berlalu. Dia harus selesai semuanya. Dia berjalan keluar dari kamarnya. Langkahnya terhenti saat melihat Aron duduk di sofa ruang tamu. "Sekarang, aku mau keluar sebentar. Kamu dirumah dulu. Ingat semua pesanku. Jangan buka pintu jika aku tidak ada di rumah." kata Brian mengingatkan. "Baiklah! Aku akan ingat-ingat itu semua." kata Aron datar. "Baiklah, aku pergi dulu. Nanti aku akan carikan kamu makan." kata Brian. "Kalau kamu mau apa-apa, snack atau buah ada di kulkas. Semuanya ada di sana." ucap Brian. Dia memeluk pundak Aron. "Aku pergi dulu, jaga diri." kata Brian. "Siap.. Pastinya aku akan jaga diri." jawab Aron. Brian segera keluar dari rumahnya. Dia berjalan dengan santainya menuju ke arah mobil yang terpaksa di halaman rumahnya. Kaki ini wajahnya terlihat sangat ceria. Dia lebih bersemangat dari sebelumnya. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan." tanya Brian. Dia terlihat sedikit gugup. Brian masuk ke dalam mobilnya. Gak lama mobil mulai melesat keluar dari halaman rumahnya. Hanya hitungan menit dia sampai di supermarket terdekat yang tadi siang dibeli beberapa stok makanan. Seorang wanita cantik sudah berdiri di sebelah kiri supermarket. Dia dengan santainya menunggu dirinya. Wajah Brian mulai sumringah, ia memutar mobilnya. Segera mendekat ke arah Ella. "Hai..." Sapa Brian, mobil berhenti tepat di depan Ella. Perlahan kaca m8bil mulai terbuka. "Kamu nunggu lama ya?" tanya Brian memastikan. "Tidak!" Brian segera keluar dari mobilnya. Dia membukakan pintu mobil untuk ella. Dengan tangan kiri di belakang. Tangan kanan kedepan. Badan sedikit tertunduk. Mempersilahkan Ella untuk masuk. "Silahkan masuk!" kaya Brian. "Iya, terima kasih!" Ella segera melangkah masuk ke dalam mobil hitam milik Brian. Lalu, Brian menutupnya kembali. Dia berlari memutar depan mobilnya, bersiap masuk kembali. Saat perjalanan. Mereka hanya saling diam satu sama lain. Rasa canggung mereka rasakan. Brian ingin memulai pembicaraan lebih dulu. Tetapi, dia merasa sedikit canggung juga jika harus berhadapan dengan wanita. Apalagi dia belum pernah sedekat ini dengan wanita. Selama tugas, dia bahkan tidak punya teman wanita. Sementara Ella hanya diam. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu. Dia bahkan menatap ke pintu kaca. Kedua mata mengamati beberapa kendaraan yang melintas menyalip mobilnya. "Ella, kenapa kamu diam?" tanya Brian. "Memang ada yang perlu kita bicarakan?" tanya Ella. Brian menghela napasnya. "Iya, tidak tahu." kata Brian gugup. "Ya, udah! Maaf, jika aku merepotkanmu." kata Ella. Tanpa menatap ke arah Brian. "Memangnya merepotkan gimana?" jawab Brian bingung. Sesekali dia melirik ke arah Ella. "Mana aku tahu!" Jawab Ella jutek "Oh, soal.kemarin. Aku berterima kasih padamu. Kamu sudah mau bantu aku." kata Brian, memulai basa-basi dengan Ella. "Iya, sudah terlalu sering berterima kasih." ucap Ella. "Kamu sekarang tinggal dimana?" "Deket aja sama supermarket. Hanya lima belas menit." "Oo, kamu punya saudara. Atau, tidak kakinya di diantarkan teman kamu pergi ke supermarket." "Tidak!" "Maaf, jika aku terlalu banyak tanya." ucap Brian. "Iya." jarum jam menunjukan pukul 9 malam. Brian belum juga pulang. Aron terlihat mulai gusar. Wajahnya begitu panik. Saat brian tidaknya ada rumahnya. Dia memutuskan untuk segera keluar dari rumahnya. Baru beberapa menit aron berdiri depan rumahnya. Seorang bermobil putih datang dan segera menghampirinya. Aron mengerutkan keningnya. Dia merasa ada yang tak beres dengan orang yang berada di mobil depannya. "Sepertinya dia mencurigakan." kata Aron. "Dia kembali lagi masuk ke dalam rumahnya Belum sempat berjalan masuk, langkah Aron terhenti tepat di depan pintu. Seseorang dengan badan kekar be4diri tepat di depannya. "Pergi!" pinta Aron lirih. "Jika aku tidak mau pergi gimana," kata laki-laki itu. Aron menyipitkan matanya. Dia menatap ke arah laki-laki itu. Perlahan harapannya semakin lekat. "Jika kamu tidak mau di perintah oleh orang di dalam lebih baik pergilah. Jangan jadi budaknya." kata Aron Di memutar matanya. Mengalihkan pandangan ke arah lain. "Apa yang kamu katakan?" tanya laki-laki itu. "Kamu sebenarnya capek melakukan semua perintahnya. Dan, kamu juga sebenarnya tidak ingin diperintah. Lebih baik, kamu pergi sana sekarang. Jangan ganggu aku." kata Aron. Dia mencoba mendorong tubuh laki-laki itu menjauh darinya. Tetapi tetap saja, dia bisa meraih lengan tangan kecilnya. Laki-laki itu mengeluarkan sapu tangannya yang sudah dicampur dengan obat bius. Aron sempat memberontak. Tetapi, tubuhnya perlahan sudah mulai melemah. Dia mulai tak sadarkan dirinya. Laki-laki berbadan kekar itu melayangkan ibu jari tangannya. "Bawa dia masuk sekarang." kata seorang laki-laki di dalam mobil. "Baik!" Laki-laki dengan tubuh kekar itu mengangkat tubuh Aron. Membawanya masuk ke dalam mobil. "Kebetulan sekarang, Brian tidak ada di rumahnya. Gadis itu melakukannya dengan baik." kata laki-laki di dalam. Laki-laki itu terlihat gemetar. Dia takut jika bos nya mendengar apa yang dikatakan remaja itu. "Bos, tadi apa anda mendengar apa yang dikatakan anak ini?" tanya laki-laki kekar. "Aku mendengarnya. Ternyata dia bisa baca pikiran orang. Jadi, benar apa yang kita cari adalah dirinya." ucap bossnya. "Jalan sekarang." pinta bos pada sang sopir. "Baik!" Setelah mobil itu pergi. Seseorang melihat Aron dibawa oleh mobil itu. Iya, dia adalah ayah dari teman wanita yang pernah ditolongnya. Wajahnya tampak ketakutan. Dia juga teringat tentang anaknya. Dengan segera, kaki-laki itu pergi kembali ke rumahnya. Tanpa peduli apa yang dilakukan orang bermobil itu. Sementara Brian masih menikmati makanan dengan Ella. Mereka saling berbincang satu sama lain. Wajah Brian lebih senang dari biasanya. "Ella, kenapa kamu tampak khawatir." tanya Brian. "Tidak, saya hanya ingin segera pulang saja. Soalnya, setidak malam. Seperti biasa. Aku harus melakukan tugasku." kata Ella. Brian memicingkan matanya. "Tugas? Tugas apa?" tanya Brian. Melihat wajah Ella yang terlihat di tekuk. Tanpa ada senyum sama sekali, seolah tak suka dengan pertanyaan Brian. "Tugas dari seseorang." kata Ella. "Eh.. Tapi, maaf! tidak maksud aku bertanya seperti itu padamu. Maaf aku terlalu tanya jauh." kata Brian merasa tidak enak dengan Ella. "Tidak masalah!" "Ya, sudah. Sekarang aku antarkan kamu pulang." ucap Brian. "Iya." Ella bangkit dari duduknya. Dia merapikan bajunya lebih dulu. Seperti biasa dia bertemu di mall. Sepertinya gadis di depannya sedikit tomboy. Dengan celana jeans, dan pakaian kemeja yang kancingnya di biarkan terbuka, dengan kaos hitam di dalamnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD