TPS, 08

2727 Words
Dari waktu ke waktu, Candra mulai terbiasa dan menikmati perburuan NPC yang dia lakukan di TPS. Dia yang dulu selalu merasa ragu karena iba pada NPC yang menjadi targetnya, kini tak seperti itu lagi. Sebaliknya, perlahan tapi pasti dia mulai berubah menjadi seseorang yang kejam. Dia tak segan-segan melakukan pembunuhan sadis pada target-targetnya.  Membicarakan tentang target, terhitung sudah tujuh NPC yang dia bunuh dengan berbagai profesi yang berbeda. Namun, sejauh ini semuanya cukup mudah untuk ditangkap, mereka bukan NPC dengan profesi yang membuat mereka begitu sulit untuk diburu. Mungkin hal ini juga tergantung pada level player, karena Candra terbilang masih baru sehingga target yang harus dia buru pun belum sulit, masih ada di level rendah.  Selama melakukan perburuan itu, Candra selalu ditemani oleh Nasafi. Pria itu selalu ada di saat Candra membutuhkannya. Dengan sabar dan ulet mengajarkan banyak hal pada Candra sehingga kini dia pun memahami semua sistem dan peraturan di dalam game.  Candra merasa beruntung karena bertemu dan mengenal Nasafi. Pria itu sangat cocok dengannya, nyaris tak pernah berselisih paham. Nasafi juga tipe orang yang menyenangkan karena dia begitu periang dan luwes sehingga mudah bergaul dengan player-player lain yang tidak sengaja mereka temui. Di dalam TPS dan semenjak bertemu dengan Nasafi, Candra yang selalu sendirian di dunia nyata, kini tak merasa kesepian lagi. Sebaliknya, dia merasa hidupnya yang monoton lebih berwarna semenjak mengenal TPS dan melakukan petualangan seru saat berburu NPC.  Hal positif lain yan dirasakan Candra setelah terjun di dalam The Psychopath System adalah dirinya yang mulai berani di dunia nyata. Candra si pecundang yang selalu diremehkan dan dianiaya orang lain itu perlahan mulai bangkit menjadi sosok pribadi yang baru. Ya, keberanian di dalam diri Candra mulai tumbuh semenjak dia memainkan game itu. Mungkin ini efek karena dia yang selalu menganiaya NPC-NPC yang menjadi targetnya dalam game tersebut.  Semua kesuksesan Candra tidak lain berkat campur tangan Nasafi di dalamnya, karena itu di saat Nasafi yang beberapa hari absen dari event demi menemani Candra yang masih pemula, akhirnya memutuskan untuk mengikuti event lagi, Candra dengan antusias menawarkan diri untuk menemani pria itu.  Nasafi tertawa lantang, lalu berkata pada Candra yang beberapa detik yang lalu baru saja menawarkan diri untuk membantu Nasafi dalam perburuannya nanti, “Tidak perlu, Can. Aku ini seorang profesional. Aku sudah sangat mampu menjalankan misi perburuan ini sendirian. Aku sudah sering melakukannya sendiri sebelum bertemu denganmu,” tolaknya, tak mau Candra repot-repot menemaninya.  “Tapi biasanya kamu juga menemani aku saat misi perburuan?” Nasafi berdecak sambil mengibaskan tangan, “Jangan samakan kamu dan aku. Kita jelas berbeda. Kamu ini masih pemula jadi wajar aku menemanimu untuk mengajarkanmu cara berburu NPC. Sedangkan aku …” Dengan bangga Nasafi menepuk-nepuk dadanya sendiri. “… aku ini ahlinya berburu. Aku tidak pernah gagal satu kali pun dalam perburuan NPC.”  Candra mendengus, sudah mulai terbiasa dengan sifat Nasafi yang terkadang memang sesumbar dan menyombongkan diri. Ya, walau apa yang dia katakan bukan hanya omong besar, melihat dia sudah mencapai level 30 yang mana artinya sudah 30 NPC yang dia bunuh sudah dapat dipastikan Nasafi memang tangguh dalam hal berburu NPC.  “Tetap saja aku ingin ikut,” sahut Candra bersi keras. “Tidak perlu. Daripada buang-buang waktu mengikutiku berburu lebih baik kamu melakukan perburuan sendiri. Kamu harus belajar memburu NPC sendirian.”  Untuk kedua kalinya suara dengusan Candra mengalun, “Aku memang sudah bisa berburu NPC sendiri. Lain kali tanpa kamu temani pun, aku bisa melakukannya sendiri.”  Nasafi memicingkan mata, tampak tak mempercayai ucapan Candra ini, “Oh, ya? Benarkah kamu sudah siap berburu NPC sendiri? Entah kenapa aku ragu kamu sudah bisa sendiri?” Pria itu terkekeh saat bahunya dipukul cukup keras oleh Candra yang kesal karena merasa diremehkan. “Hanya bercanda, Kawan,” tambah Nasafi.  “Aku tahu sekarang kamu sudah lumayan ahli berburu NPC. Karena itu, pergi saja sana. Kumpulkan bonus sebanyak mungkin, kamu bilang ingin membalas orang-orang yang menyakitimu di dunia nyata, bukan?”  Candra tak heran Nasafi memberinya nasihat seperti itu karena dia memang sudah menceritakan semua kesakitan yang selalu dia alami di dunia nyata pada Nasafi. Bahkan keinginannya untuk membalas orang-orang yang menyakitinya itu pun turut diceritakan oleh Candra.  “Kamu bisa menggunakan uang bonus itu untuk menyadarkan ibumu supaya berhenti jadi wanita panggilan. Lalu lemparkan juga uang ke muka keluarga baru ayahmu yang pelit itu, supaya mereka tahu kamu bukan lagi seseorang yang hanya bisa mengemis uang pada mereka. Mereka selalu menyebutmu pengemis, kan? Lemparkan uang itu ke wajah mereka agar sadar bahwa Candra yang sekarang bukan lagi Candra yang dulu.”  Candra menyeringai, terlihat tertarik untuk menuruti saran Nasafi tersebut.  “Mantan kekasihmu juga, kamu bilang dulu dia selalu memberikan uang padamu, kan? Dan dia bilang uang itu bentuk sumbangan dia untukmu karena dia kasihan padamu.” Nasafi mendecih jijik mengingat cerita Candra tentang mantan kekasihnya, Eliza. “Kembalikan semua uang pemberiannya, buat dia menyesal karena sudah memutuskan hubungan kalian dan menghinamu. Apalagi orang-orang di kampus yang selalu membully-mu itu.”  Nasafi kali ini memasang pose sedang menggorok leher dengan telapak tangannya. “Beri mereka pelajaran, Can. Kamu yang sekarang pasti bisa melakukannya. Lakukan seperti ketika kamu berburu NPC dan menganiaya mereka sebelum kamu bunuh.”  “Memang itu rencanaku. Aku akan melakukan seperti yang kamu katakan,” balas Candra. Nasafi mendaratkan kedua tangannya di pundak Candra, lalu berkata, “Bagus. Memang harus seperti itu. Bukankah bermain TPS ini sungguh menyenangkan karena selain kita bisa mendapatkan uang banyak, kita juga bisa membangkitkan keberanian di dalam diri agar di dunia nyata kita tidak lagi menjadi orang lemah yang selalu ditindas.”  Candra mengangguk-anggukan kepala, menyetujui sepenuhnya perkataan Nasafi.  “Kalau begitu tunggu apa lagi? Pergi dan lanjutkan mengumpulkan uang sebanyak mungkin agar kamu bisa membalas mereka semua secepatnya.”  Candra berdecak karena sejak tadi Nasafi terus saja mengusir dirinya. “Tidak. Aku tetap ingin ikut denganmu.” “Aku sudah mengatakannya berulang kali aku tidak butuh ditemani olehmu. Aku bisa …” “Aku ikut bukan untuk menemanimu berburu, melainkan untuk belajar. Aku ingin melihat bagaimana player dengan level sepertimu berburu targetmu. Boleh, kan, Saf? Aku ingin melihat caramu berburu,” ucap Candra sambil mengulas senyum.  Sedangkan Nasafi hanya bisa menghela napas panjang karena dia tahu dia tak bisa melarang Candra, pria itu cukup keras kepala.  “Baiklah, baiklah. Tapi awas saja kalau kamu menggangguku nanti.” “Tidak akan. Jangan khawatir. Mana mungkin aku menganggumu. Lagi pula entah kenapa aku yakin kamu pasti membutuhkan bantuanku nanti. Firasatku berkata demikian.”  Meminta bantuan padanya dia bilang? Nasafi berdecak dalam hati, dalam kamus hidupnya dia tak pernah meminta tolong pada siapa pun, dia bisa menyelesaikan masalahnya sendirian.  “OK. Aku tidak ingin membuang waktu lagi, jadi kita mulai saja event ini.” Pada akhirnya Nasafi memilih mengalah, mengizinkan Candra untuk menemaninya berburu NPC.  Nasafi tanpa ragu menekan tombol warna merah untuk mengetahui NPC mana yang akan menjadi targetnya dalam misi perburuan kali ini. Sekaligus menjadi penanda bahwa misi perburuannya telah dimulai. Dia hanya memiliki waktu 24 jam untuk menyelesaikannya.    ***    Di balik semak-semak liar di depan sebuah rumah kecil sederhana terbuat dari kayu, terlihat dua orang pria sedang memantau, memperhatikan seseorang di depan rumah itu yang sedang mengasah kapak miliknya. Juga tengah mengisi senapan laras panjang dengan amunisi.  Kedua pria itu tidak lain merupakan Candra dan Nasafi yang sedang mengintai NPC yang menjadi target Nasafi. Rupanya dia merupakan NPC yang tidak akan mudah dikalahkan seperti yang sudah diduga oleh kedua pria itu. Karena saat level player sudah mencapai 20 ke atas maka NPC yang akan dihadapi adalah para NPC dengan kemampuan yang cukup tangguh. Seperti pria di depan sana yang sedang menyiapkan senjatanya.  Dia seorang pria dewasa berusia 35 tahunan yang berprofesi sebagai seorang pemburu. Alasannya sedang mempersiapkan senjata berupa senapan dan kapak mungkin karena dia berniat untuk berburu hewan buas di hutan.  Sudah hampir setengah jam Candra dan Nasafi mengawasi NPC itu dari jauh, mereka tak bisa langsung muncul dan menyerang mengingat NPC itu tengah memegang senjatanya yang berbahaya. Dia seorang pemburu profesional, sudah bisa diprediksi kemampuan menembaknya yang mungkin tak akan kalah lihai dengan penembak jitu. Karena itu, Nasafi dan Candra memilih waspada dan mengintai dari jauh seperti ini. Begitu menemukan waktu yang tepat saat NPC itu lengah, baru mereka akan mulai beraksi. Ah, tentu saja hanya Nasafi yang akan beraksi karena Candra sudah berjanji dia ikut hanya untuk belajar dengan melihat cara Nasafi berburu. NPC itu bangkit berdiri karena sepertinya dia sudah selesai mengasah kapak dan senapannya pun sudah siap digunakan untuk berburu nanti, ketika NPC itu berjalan meninggalkan rumahnya, Nasafi dan Candra pun ikut berjalan di belakangnya dengan mengambil jarak cukup jauh karena tak ingin NPC pemburu itu menyadari tengah diikuti.  Lama mereka berjalan mengikuti NPC itu, begitu melihatnya memasuki hutan, rupanya prediksi mereka memang benar, sang NPC berniat untuk berburu hewan di dalam hutan.  “Saf, kamu yakin kita akan menyerangnya di hutan?” Nasafi mengernyitkan dahi, “Kita? Siapa bilang kita berdua yang akan menyerangnya? Sudah kukatakan kamu hanya perlu diam dan perhatikan saja bagaimana caraku berburu NPC.”  Candra berdecak, dia baru saja salah bicara. “Iya, maksudku … kamu yakin akan menyerangnya di hutan? Kurasa itu bukan ide bagus.” “Kenapa bukan ide bagus?” tanya Nasafi tak paham dengan jalan pikiran Candra sehingga berkata demikian.  “Dia itu pemburu profesional, tentunya dia sudah terbiasa masuk ke hutan dan sudah tahu seluk beluk di dalam hutan. Sedangkan kita …” Candra mengangkat kedua bahu, sebagai isyarat untuk memberitahu Nasafi bahwa mereka belum tahu apa pun tentang hutan itu karena ini pertama kali mereka memasukinya.  Nasafi terkekeh sinis, “Jangan jadi pengecut begitu, Can. Justru menyerangnya di hutan merupakan kesempatan bagus yang tidak boleh disia-siakan. Kamu mau tahu kenapa?” “Kenapa?” tanya Candra. “Di hutan fokusnya pasti tertuju pada hewan yang akan dia buru, mana mungkin dia menyadari ada kita berdua yang mengintainya dari kejauhan. Ketika dia sedang sibuk pada hewan buruannya, saat itulah aku akan …” Nasafi kembali memasang pose tangannya menggorok lehernya sendiri. “… akan kuhabisi dia dengan peluruku. Kamu pikir hanya dia yang lihai menembak. Asal kamu tahu, aku juga tak kalah lihainya dengan dia.”  Candra hanya menipiskan bibir, dia jadi penasaran benarkah Nasafi selihai itu dalam hal menembak. Dia akan membuktikan ucapan pria itu sebentar lagi. “Baiklah, Saf. Terserah kamu saja. Aku akan mengawasimu dari kejauhan.”  Nasafi mengangkat ibu jari karena yang dikatakan Candra itu sesuai dengan keinginannya. Lantas mereka berdua pun benar-benar menyusul masuk ke dalam hutan.  Belum lama berjalan di hutan yang cukup gelap itu, mereka mendengar suara tembakan. Seketika mereka saling berpandangan.  “NPC itu … mungkinkah dia sudah mulai berburu hewan penghuni hutan ini?” Candra menerka. “Sepertinya begitu. Ayo, ke sana.”  Sedangkan Nasafi tak ingin pikir panjang lagi, dia bergegas berlari ke arah sumber suara. Benar saja mereka menemukan NPC pemburu itu sedang berjalan menghampiri seekor rusa yang baru saja dia tembak dan kini terkapar di tanah.  Tanpa sadar Candra bersiul, “Dia memang lihai menembak. Lihat, dalam waktu singkat dia berhasil mendapatkan rusa itu. Padahal hutan ini cukup gelap.”  “Huh, biasa saja. Aku juga bisa menembak di hutan ini. Kamu akan melihatnya sebentar lagi,” balas Nasafi tak mau kalah.  Ketika melihat NPC buruannya kembali bangkit berdiri setelah mengiris leher rusa sehingga menciptakan luka menganga yang terus mengeluarkan darah padahal rusa itu sepertinya telah mati karena perutnya tertembak, Nasafi bergegas menarik tangan Candra, membawanya bersembunyi di balik sebuah pohon besar sehingga batangnya cukup mampu menyembunyikan mereka agar tak terlihat.  Sedangkan di depan sana, mereka melihat sang NPC kembali berdiri di tempat semula seraya mengangkat senapan di tangan karena kembali bersiap untuk membidik targetnya, rupanya rusa yang sudah tak bernyawa itu sengaja dibiarkan tergeletak di tempat karena akan dijadikan umpan untuk memancing hewan buas. Terbukti dari suara geraman harimau yang kini mengalun, sepertinya harimau itu mencium bau darah sang rusa dan kini sedang berjalan menghampirinya.  “Wow, NPC itu berniat memburu harimau ternyata. Kupikir targetnya memang rusa tadi,” ucap Candra, dia hendak mengatakan hal lain lagi tapi urung begitu melihat Nasafi meletakan jari telunjuk di depan bibirnya sendiri, sebuah isyarat agar Candra diam dan tak banyak bicara karena suaranya bisa saja didengar sang NPC mengingat betapa heningnya kondisi di hutan itu. Saat ini saja yang terdengar hanya suara geraman sang harimau yang semakin mendekat ke arah jasad rusa.  Nasafi begitu fokus memperhatikan pergerakan NPC buruannya di depan sana, ketika melihat sang NPC begitu fokus membidikkan senapannya pada target yaitu harimau yang sedang berada di dekat jasad rusa. Nasafi yakin inilah waktu yang tepat untuk menyerang sang NPC. Dia pun bergegas memilih senjata yang terpampang di layar TPS Watches miliknya begitu dia menekan tombol warna hijau. Sebuah senapan yang dia pilih secara otomatis muncul dan kini berada di tangan Nasafi.  Nasafi yang akan menembak, tapi Candra yang merasa begitu panik terlihat dari dia yang terus meneguk ludah berulang kali. Sedangkan sang tokoh utama, Nasafi sedang fokus membidik targetnya yaitu kepala sang NPC.  Karena yakin bidikannya sudah tepat, Nasafi pun menekan pelatuk.  DORR! DORR!  Suara letusan senapan itu terdengar saling bersahut-sahutan seolah ada lebih dari satu orang yang melepaskan tembakan. Mungkin karena saat Nasafi melepaskan tembakan bersamaan dengan sang NPC yang juga melepaskan pelurunya ke arah harimau.  Peluru Nasafi yang keluar dari moncong senapannya kini meluncur cepat ke arah kepala NPC itu. Menyeringai ketika melihat sang NPC tumbang karena yakin tembakannya tepat sasaran. Namun, sesuatu yang aneh terjadi ketika mereka menyadari ada sebuah peluru yang baru saja melesat cepat ke arah mereka dari arah berlawanan dan menancap tepat di pohon yang berada di sebelah mereka sehingga membuat batang pohon itu berlubang.  “Hei, hei, itu peluru siapa?” tanya Candra yang terkejut bukan main karena tiba-tiba ada peluru yang mendarat di dekat mereka.  “Bukankah NPC itu menembak harimau? Kenapa pelurunya sampai ke sini? Harimaunya, kan, ada di depan sana?” Candra menunjuk ke arah depan mereka, di mana sang harimau berada di sana.  Nasafi menggelengkan kepala karena dia juga sama herannya dengan Candra. “Entahlah, Can. Yang penting aku harus memastikan dulu jasad NPC itu, benar atau tidak tembakanku bersarang di kepalanya. Ada kemungkinan dia masih hidup jika tembakanku sampai meleset.”  “OK,” sahut Candra setuju. Dia hendak melangkah untuk keluar dari tempat persembunyian mereka, tapi dengan sigap Nasafi menahannya. “Kenapa?” tanya Candra, terheran-heran karena Nasafi melarangnya untuk ikut memeriksa jasad sang NPC.  “Kamu tunggu di sini.” “Kenapa? Padahal aku juga ingin ikut memeriksa kondisi NPC buruanmu.” “Apa ini waktunya berdebat?!” Nasafi sedikit membentak, membuat Candra mematung karena itu pertama kalinya Nasafi terlihat semarah itu. Pria yang biasanya bersikap santai dan ceria itu kini terlihat sangat murka dan … panik. Ya, Candra yakin Nasafi sedang panik entah karena apa.  “Aku mohon kamu tunggu di sini, Can. Dan perhatikan aku baik-baik. Awasi aku dan pastikan kamu melindungiku.”  Candra sama sekali tak mengerti kenapa Nasafi berkata demikian, tapi saat Nasafi melangkah pergi, dia memilih menurut dengan tetap diam di tempat. Memperhatikan Nasafi yang sedang berjalan mendekati jasad sang NPC yang tergeletak di tanah tanpa melakukan pergerakan apa pun.  Di sisi lain, jantung Nasafi sekarang berdetak begitu cepat seiring dengan jaraknya dan sang NPC yang nyaris terkikis habis. Ketika akhirnya dia tiba di dekat jasad NPC itu, dia pun membungkuk bermaksud memeriksa kondisinya.  “Jangan sentuh dia!”  Padahal nyaris saja dia membalik tubuh sang NPC tetapi sebuah suara yang tiba-tiba mengalun membuat gerakan tangan Nasafi terhenti. Dia pun menatap lurus ke depan, tersentak ketika melihat ada player lain berdiri di depannya sambil memegang senapan laras panjang.  “NPC itu milikku. Dia buruanku dan aku yang sudah membunuhnya,” ucap player itu yang sukses membuat Nasafi serta Candra yang mendengarnya di belakang sana, tercengang.  Apa-apaan player itu? Padahal Nasafi dan Candra begitu yakin sang NPC tumbang karena terkena tembakan Nasafi. Lagi pula, kenapa hal seperti ini bisa terjadi? Untuk pertama kalinya ada NPC yang diburu dua player, padahal seharusnya setiap player mendapatkan target NPC yang berbeda.  Apa yang sedang terjadi di sini? Mungkinkah terjadi kesalahan pada sistem?  Kira-kira pertanyaan itu yang kini mengganggu benak Candra maupun Nasafi. Selain itu, mereka mulai menyadari peluru yang melesat ke arah mereka dan mendarat di salah satu batang pohon, mungkinkah peluru milik player itu? Kemunculan player itu menjelaskan semua keanehan yang terjadi beberapa menit yang lalu ketika suara letusan tembakan terdengar bersahut-sahutan, karena ternyata memang lebih dari satu orang yang melepaskan tembakan secara bersamaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD