3. Menemani Azlan

1111 Words
                                                            Selamat membaca.                                                                             __                                      Cinta itu berasal dari ke dua belah pihak, kalau hanya satu pihak yang mencintai, namanya kamu tidak diharapkan, sadar diri, tolong.                                                                             -- Hari sabtu sebenarnya hari libur untuk perusahaan-perusahaan besar, tapi tidak di perusahaan Diandra, Diandra yang hanya bekerja di cabang perusahaan harus menerima kenyataan bahwa ia tetap bekerja di hari sabtu, dari jam sembilan pagi sampai jam dua belas siang, dan sampai sekarang Diandra sama sekali tidak keberatan untuk melaksanakan pekerjaanya itu. Karena hari ini weekand, dan tadi malam Diandra benar-benar pusing memikirkan bagaimana jalinan kisahnya dengan Azlan, tadi malam juga Diandra memutuskan untuk mengajak Azlan berjumpa hari ini, hanya untuk makan siang bersama, karena ya Diandra sedikit merindukan laki-laki itu. Dan yang membuat Diandra langsung kicep saat Azlan tiba-tiba membalas pesan Diandra dengan cuek, ia mengatakan bahwa ia tengah sibuk, dan setelahnya Azlan sama sekali tidak mengabari Diandra sampai detik ini. Ini salah satu penyebab Diandra sempat berpikir bahwa ia harus jatuh cinta kepada laki-laki selain Azlan, lebih-lebih umurnya sudah menginjak kepala dua, Diandra tidak mau terus berada di sisi orang yang salah, orang yang kemungkinan tidak akan ada di masa depannya nanti. Panggilan dari ponselnya membuat Diandra tidak jadi merebahkan badannya, ini sudah jam dua siang, Diandra yang tidak punya jadwal kemana-mana setelah pulang dari kantor pun menyempatkan diri melakukan hal yang sangat didambanya – tidur siang, yang dari hari senin sampai hari jum’at tidak bisa ia lakukan di rumahnya, di kamarnya. Diandra menarik napasnya, saat ia melihat panggilan dari Azlan yang tanpa sadar membuat mulutnya mencetak senyuman. “Gua mau tidur siang!” tanpa basa-basi Diandra langsung menyerang Azlan dengan apa yang ingin ia lakukan saat menerima panggilan telpon itu. Azlan di seberang sana sudah menebak, Azlan mengaku salah, tadi malam dia memang sibuk sekali, padahal Diandra sudah mengirimkannya pesan dengan lembut, tapi Azlan malah membalasnya dengan dua patah kata, yang Azlan yakini akan membuat Diandra marah, dan benar saja, perempuan itu tak lagi mengirimkan pesan balasan kepada Azlan, hingga detik ini, detik sebelum Azlan menelpon perempuan itu. “Makan yuk,” ajak Azlan. “Sekalian temanin ke toko Alat kesehatan Gigi, yang di samping kantor kamu, aku ada perlu soalnya.” Diandra terdiam sebentar, toko alat kesehatan gigi itu memang masih buka kalau hari sabtu, kebetulan Azlan yang merupakan mahasiswa di fakultas Kedokteran yang mengambil jurusan Kedokteran Gigi itu berniat minta tolong kepada Diandra untuk menemaninya ke toko itu, yang bukan kah itu sama saja membuat Diandra akan bertemu dengan Rafin, nantinya? “Hem, yaudah, sekalian ada yang mau aku omongin,” sahut Diandra lalu memutuskan panggilan telponnya, perempuan itu mendadak bingung harus bagaimana, apa tidak apa-apa ia membawa laki-laki ke toko Rafin? Kan, tapi memangnya siapa Diandra bagi Rafin, Diandra tidak boleh besar kepala begini, Rafin tadi malam hanya berniat membalas kebaikan Diandra karena sudah menolong keponakannya, harusnya Diandra paham akan hal itu, mungkin Rafin benar-benar tidak ada maksud lain selain itu, apakagi untuk mendekatinya, sungguh, Diandra tidak boleh berpikir seperti ini. “Cek, ma’af ya, ganggu waktunya,” kata Azlan saat melihat Diandra yang tengah menguap, saat menunggu Azlan tadi, Diandra merasakan hawa panas Banjarmasin, dan saat masuk ke dalam mobil Azlan, hawa itu tentu berubah seratus delapan puluh derajat, radio mobil Azlan pun malah menyanyikan musik pengantar tidur membuat Diandra kembali diserang rasa kantuknya yang jujur saja tadi sempat hilang dikarenakan ardernalin Diandra terpacu – ia akan bertemu dengan Rafin lagi. “Apaan sih lo, biasanya juga gini, santai aja,” jawab Diandra apa adanya. Jarak tempat yang mereka tuju hanya berjarak dua kilometer dari rumah Diandra, sabtu siang juga jalanan cukup lenggang, hingga tak sampai sepuluh menit mobil yang dikendarai Azlan sudah sampai di halaman kantor Diandra. “Sebelum turun, gue mau ngomong.” Diandra menahan lengan Azlan yang ingin mematikan mesin mobilnya. “Kayaknya, gue jatuh cinta.” Azlan hanya diam saat mendengarkan Diandra berbicara begitu, setelah putus dengan Diandra beberapa tahun lalu, Azlan memang tidak memberikan kepastian kepada perempuan itu, ia mencintai Diandra, menyayangi Diandra, Azlan sungguh sudah menganggap Diandra sebagai salah satu orang yang akan Azlan jaga, juga pertahankan di dalam hidupnya. “Sama?” tanya Azlan. “Cowok yang ada di dalam toko kesehatan itu, namanya Rafin. Gue beneran jatuh cinta sama dia, Lan,” jelas Diandra frustasi. Diandra sebenanrnya tidak tahu pasti, apa namanya perasaan yang Diandra miliki sejak bertemu dengan Rafin, entah itu hanya debaran biasa karena Diandra akhirnya disapa oleh laki-laki seumurannya selain Azlan, atau debaran itu memang debarang yang biasanya orang sebut jatuh cinta? Tapi Diandra ingin mencoba dengan laki-laki itu, Diandra mungkin akan menjauhi Azlan, tapi entah lah Diandra sungguh binggung dengan keadaan hatinya sekarang. “Gue jadi curiga, berarti perasaan gue yang selama ini yang menyukai lo, sayang sama lo, menginginkan lo, hanya bertepuk sebelah tangan aja, lo sudah move on dari gue gara-gara cowok itu?” Azlan akhirnya menutup pintu mobilnya dan keluar, tak lupa laki-laki itu membawa kunci mobilnya, ia yakin tak mungkin Diandra berdiam diri di mobil itu, terlebih cowok yang dimaksud Diandra kan ada di dalam toko ini, tidak mungkin Diandra tidak mau masuk ke dalam toko ini. Azlan terdiam, kepalanya akhirnya merangkai segala macam hal yang akan terjadi nantinya, akan kah ia kehilangan Diandra, akan kah Diandra meninggalkannya, benarkah Diandra tak lagi menyayangi Azlan, kenapa jadi Azlan mendadak takut untuk kehilangan Diandra? Banyak sekali rasanya pertanyaan yang ada di kepala Azlan tentang Diandra, tentang laki-laki itu, tentang hubungannya dengan Diandra. Jujur, Azlan amat menyayangi perempuan itu, selama ini Azlan pikir ini seperti ini saja sudah cukup, berada di sisi Diandra sudah lah hal yang cukup, tapi ternyata tidak, Azlan harusnya memberikan kepastian untuk Diandra, berada di samping Diandra, mendekapnya dengan penuh rasa cinta ternyata tidak benar, harusnya Azlan mengatakan ia mencintai Diandra, ia ingin menjaga Diandra, dan berada di sisinya selamanya, mungkin itu lah hal yang mesti Azlan katakan dan lakukan sejak dahulu. Embusan napas Azlan terdengar berat oleh Diandra, saat perempuan itu berada di sampingnya, Diandra melihat raut wajah Azlan yang tak sesenang seperti Azlan menjemput Diandra tadi, apa Diandra salah saat mengeluarkan kata-katanya, atau Azlan lagi memikirkan perempuan lain? Azlan langsung memalingkan wajahnya saat tangan Diandra yang duduk di sampingnya, di meja etalase menautkan tangannya, entah apa yang dilakukan Diandra, tapi itu sama saja perempuan itu tengah mengulur-tarik perasaan Azlan, Azlan masih tidak fokus, ia ternyata harus benar-benar mencari jalan keluar untuk masalah hatinya kepada Diandra. Saat mata Azlan masih menatap Diandra, Diandra hanya menampilkan senyumnya, senyum manis yang tanpa Diandra sadari membuat Rafin – yang menyadari Diandra masuk tempat kerjanya, meneguk slavinanya karena merasa sedikit iri dengan Azlan yang ditatap sebegitunya dengan perempuan itu. Ah, apa kali ini Rafin tidak punya kesempatan, sama sekali?                                                                                             --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD