30. Antara Prinsip dan Hutang budi

1186 Words
Kim Seo Hyung menegakkan badan, kemudian menarik punggungnya hingga mendarat di tempat sandaran. Mulut Seo Hyung terbuka kemudian melepaskan sendawa tanpa permisi. “Sudah kenyang?” Mendengar suara itu membuat Kim Soe Hyung langsung menyadari di mana tempatnya berada. “O!” gumam Seo Hyung. “maafkan aku,” katanya. Lelaki itu benar-benar menikmati makanannya sampai ia lupa dengan gadis yang sedari tadi berdiam diri di depannya. Jeselyn juga tak mau repot-repot menegur lelaki yang tampak begitu lapar itu. Melihat bagaimana ia telah mengisi perutnya dengan makanan, membuat Jeselyn bisa melanjutkan interogasi. Gadis itu menarik napas sambil membawa tubuhnya tegap. Jeselyn meletakkan kedua lengannya di atas meja dan mengembuskan napas panjang sambil mematri tatapan pada lelaki di depannya. “Baiklah, kamu bisa mulai menceritakan dirimu. Siapa namamu dan mengapa kau sampai berada di tempat tadi,” ujar Jeselyn. “Namaku Kim Seo Hyung,” kata Soe Hyung. Kepalanya agak menunduk, seakan enggan menatap gadis di depannya. Di samping malu, ada sesuatu yang membuat Kim Seo Hyung serasa tak berani lagi menatap gadis berambut sebahu itu. “And then?” Seo Hyung membutuhkan satu tarikan napas panjang. Sungguh, tatapan gadis di depannya membuat Seo Hyung terintimidasi. “Aku datang bersama temanku. Dia seorang manajer agensi. Dia sedang membawa talent-nya yang akan mengadakan konser di tempat ini.” Tampak Jeselyn memicingkan kedua mata. “Sorry, I don’t get it. Yang kau maksud manajer agensi?” Dada Seo Hyung mengembang saat ia menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya dengan cepat. “Aku dari Korea Selatan dan ... temanku itu seorang manajer agensi untuk sebuah boy group,” ujar Seo Hyung. “Lalu, mengapa kau bisa terbangun di Hutan Kota Serseng?” “Aku dirampok,” kata Seo Hyung. Menyertakan embusan napas berat. “saat di bandara, aku memutuskan untuk ke hotel lebih dulu, karena temanku harus tetap di bandara untuk mengurus artis dan crew yang ia bawa dari Seoul. Namun, ketika hendak naik taksi, aku tertipu dengan seorang pria yang berprofesi sebagai driver taxi delux,” ujar Seo Hyung. Jeselyn terdiam. Sepasang manik cokelat milik wanita itu lalu bergerak hingga ke sudut, sementara ia mengembuskan napas panjang hingga bahu Jeselyn ikut merosot. Sesuatu terbesit di otaknya hingga membuat Jeselyn dengan cepat menatap Kim Seo Hyung. “Apa kau punya kontak seseorang yang bisa kuhubungi? Temanmu, mungkin?” Kim Seo Hyung terdiam. Seketika wajahnya berubah murung. Ia pun menundukkan kepala lalu melepaskan napas berat dari mulut. Kim Seo Hyung menggelengkan kepala. “Crap!” desis Jeselyn. Dengan kasar gadis itu membanting punggungnya ke belakang. Ia mendengkus lalu mengusap rambutnya hingga ke belakang kepala. “Tadinya ada, tapi ponselku dicuri. Pria itu mengambil semuanya. Identitas, uang, ponsel dan bahkan jam tanganku.” “Kalau begitu kau pasti punya nomor telepon keluargamu di Seoul, kan?” Seketika Kim Soe Hyung mendongak. Mendengar kata keluarga seharusnya membuat Kim Soe Hyung bahagia. Orang-orang yang telah kehilangan akan mencari keluarganya terlebih dahulu. Keluarga menjadi tempat mencari keselamatan, tetapi untuk Kim Seo Hyung ia malah merasa takut ketika Jeselyn menyebutkan kata ‘keluargamu’ dengan cepat Kim Seo Hyung menolaknya. Ia menggelengkan kepala. Jeselyn mengerutkan dahi, memandang lelaki di depannya. “Kenapa?” Refleks, mulutnya bertanya. “Ti- tidak apa-apa. Hanya saja, aku ... eum ... keluargaku sedang tidak di Seoul,” kata Seo Hyung. “Itu tidak masalah. Selagi mereka bisa mengirimkan bantuan,” sambut Jeselyn. Sekejap, Kim Seo Hyung menjadi gelisah. Seo Hyung tahu persis jika keadaan akan semakin memburuk apabila ia memberitahu keluarganya. Untuk sekelebat, Kim Soe Hyung terdiam dan membiarkan otaknya untuk berpikir. Ia kembali menundukkan kepala, lantas mengulum bibirnya kuat-kuat. “Maaf ya, bukannya aku ingin segera mengusirmu. Tapi aku seorang wanita, dan kita tak punya hubungan apa pun. Kau juga baru kukenal. Walaupun aku ingin percaya dengan apa yang baru saja kau katakan, tapi semua itu juga tidak membuatku memikirkan hal buruk yang mungkin bisa kau lakukan padaku.” Kim Soe Hyung kembali mendongakkan wajahnya. “Aku bukan penjahat,” kata Soe Hyung. Bola matanya membulat ketika ia menggelengkan kepala. Jeselyn mendengkus. “Bukan itu maksudku,” sangkal Jeselyn dengan nada agak dingin. “jujur saja. Aku tidak pernah membawa siapa pun ke tempat tinggalku. Aku sangat berterima kasih dengan keberanianmu menolong aku. Aku juga sudah berjanji untuk membantumu sebisaku, tapi aku tidak bisa menampungmu di tempat ini. Aku tidak nyaman.” Jeselyn berucap dengan jujur tanpa perlu menutup-nutupi. “Aku mengerti,” kata Soe Hyung. Raut wajahnya tampak begitu lemas dan membuat Jeselyn merasa kasihan. Demi apa pun, Jeselyn paling benci terjebak dengan ekspresi seperti itu. Ia langsung merasa tak enak hati. “Terima kasih juga kau sudah menolongku, tapi sejujurnya aku tidak tahu di mana temanku akan membawa artisnya. Dia sempat memberiku amplop yang berisi alamat hotel yang akan aku tempati, tapi semua itu pun dicuri. Sedari tadi aku berusaha mengingat nama hotel, tapi sampai sekarang aku tak berhasil mengingatnya sebab aku hanya sekali melihat amplop tersebut. Dan kuserahkan pada si sopir taksi yang telah menipuku,” ujar Seo Hyung. Jika biasanya Jeselyn tak akan termakan omongan dari lawan jenis, tapi kali ini gadis itu dengan begitunya percaya pada apa yang dikatakan Kim Soe Hyung. Jeselyn tak melihat ada setitik kebohongan di sana. Namun begitu, ia tetap menaruh rasa waspada. Walau bagaimana pun, dia seorang lelaki dan dia orang asing. Suasana kembali menjadi hening. Baik Jeselyn maupun Kim Seo Hyung, tak ada satu pun dari mereka yang mau berbicara lagi. Gadis kusuma itu disibukkan dengan memikirkan bagaimana caranya ia membantu lelaki di depannya. Namun, tiba-tiba saja ada visual seseorang yang begitu saja terbesit di dalam bayangan Jeselyn. ‘Amanda,’ gumamnya dalam hati. Lantas Jeselyn menarik tubuh hingga dadanya hampir menyentuh pinggiran meja. “Baiklah, malam ini kau boleh menginap di sini. Aku akan mencari tahu boy group mana yang akan melakukan konser di Indonesia. Semoga besok, aku bisa mendapatkan identitas temanmu itu. Oh ya, ngomong-ngomong siapa nama temanmu?” “Sejin,” jawab Kim Soe Hyung. “Choi Sejin.” Lanjutnya. Jeselyn mengangguk. Walaupun ia tak begitu paham dengan yang dikatakan oleh Kim Soe Hyung. Jujur saja, Jeselyn bukan wanita yang menyukai artis Korea. Ia tak pernah tahu dengan boy group, girl group atau semacamnya. Namun, ada seseorang yang dikenal Jeselyn sangat memahami tentang seluk-beluk artis Negeri Ginseng tersebut. “Baiklah. Aku akan mencari tahu tentang temanmu. Malam ini kau bisa istirahat di sini. Kalau perlu sesuatu, kau tinggal bilang ya. Besok, akan kuminta pak Ahmad menemanimu,” ujar Jeselyn. Kim Seo Hyung mengulum bibirnya lalu membentuk senyum simpul. “Terima kasih,” ucapnya dengan kepala yang tertunduk. Terdengar embusan napas panjang dari Jeselyn ketika ia membawa tubuhnya bangkit. “Ya sudah, istirahatlah. Aku juga sudah lelah. Besok kita bicara lagi.” Sekali lagi Kim Seo Hyung menganggukkan kepalanya. “Hem. Terima kasih sekali lagi,” ujar Seo Hyung. Tidak ada jawaban dari Jeselyn. Gadis itu langsung memutar tubuh dan beranjak dari meja makan ke kamarnya. Jeselyn mengunci kamar sebelum melempar tubuhnya ke ranjang. Demi apa, tubuhnya serasa remuk. Fisik dan batinnya lelah. Syok dan seluruh tubuhnya pegal. Tak ada pilihan lain yang lebih enak untuk saat ini. Wanita muda itu lalu menutup kedua matanya. “f**k!” gumam Jeselyn.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD