Setelah mendapatkan kontak Pak Ahmad, Jessy langsung memutar tubuh dan masuk ke dalam apartemen. Setidaknya ia sudah memiliki seseorang yang bisa dia hubungi mana kala akan ada hal genting yang mungkin saja terjadi ke depannya.
Menaruh ponsel di atas meja kayu persegi panjang, Jessy lalu melangkah menuju second room yang terletak tepat di depan kamarnya.
Tanpa mengetuk, gadis itu langsung menekan gagang lalu mendorong daun pintu yang disepuh warna cokelat muda tersebut.
“Hey, ma-“ Ucapan Jessy terhenti saat matanya menangkap sesuatu tepat di depan tubuhnya.
Jeselyn terdiam, dan entah mengapa detik seperti melambat. Seolah-olah memberikan kesempatan bagi dirinya untuk lebih lama memandang lekukan tubuh lelaki asing di depannya.
Tubuhnya putih. Sangat putih dan bersih. Seakan tak ada satu bulu sialan pun yang bertumbuh di dadanya. Namun, yang membuat Jeselyn terperangah adalah lekukan yang terpahat indah di sana.
Untuk sekejap, Jessy pun berpikir bagaimana tubuh lelaki yang tadinya terlihat biasa-biasa saja itu kini berubah atletis dan demi apa pun, Jessy seolah melihat seorang lelaki dewasa yang gagah perkasa.
Pemandangan di depannya mau tak mau membuat Jessy melupakan dunianya, sampai kain rajut hitam tebal itu menutup tubuhnya dengan sempurna.
‘Sial!’ Jessy mendesis dalam hati lalu mengerjapkan mata dan membawa kembali ke sadarannya.
“O!”
Terdengar suara dari depan Jessy. Tampak sepasang bola mata sipit itu melebar dengan perasaan terkejut.
Bukannya ia tuli, tapi Kim Soe Hyung benar-benar tidak mendengar suara Jessy. Mungkin karena ia terus terjebak dengan pemikirannya sehingga membuatnya tak fokus.
Bergegas Kim Seo Hyung merapikan pakaiannya lalu memaksa kedua kakinya bergerak.
“Maaf, aku tidak menyadari kedatanganmu,” ujar Soe Hyung.
‘Ya iyalah, orang salah gue juga gak ngetuk!’ batin Jessy.
Ia menyalahkan dirinya dalam hati, tapi tidak dengan raut wajahnya yang malah terlihat sinis. Harga diri Jeselyn tak mengizinkan dia merasa bersalah. Enak saja. Ini rumahnya, mengapa juga ia harus mengetuk.
Jeselyn pun mendengkus. “Makanannya sudah datang, ayo makan dan bicara denganku,” ucap gadis itu dengan nada datar. Ia benar-benar berhasil menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya.
Sementara Kim Seo Hyung yang tidak memikirkan apa pun lantas mengangguk. “Baiklah,” kata Seo Hyung.
Tanpa berkata lagi, Jeselyn langsung memutar tubuh. Ia berjalan santai dengan kedua tangan yang terlipat di depan d**a. Raut wajahnya tampak datar, akan tetapi semua itu berbeda dari detak jantungnya yang berdebar kencang.
‘Oh, come on ... that’s just a six pack, Ryan Kaylie jauh lebih seksi dari dia,’ batin Jessy.
Entah Jessy menyadarinya atau tidak, tapi baru saja ia membandingkan lelaki asing itu dengan seorang artis yang pernah mendekatinya. Walaupun pria itu tidak banyak bicara dan tidak sombong, tapi statusnya sebagai seorang artis terkenal membuat Jessy menolaknya mentah-menatah.
Hanya sebuah alasan klasik yang terlalu sering ia pakai, ‘Gue gak mau hidup gue ribet.’ Seklise itu dan semuanya pun berakhir sebelum dimulai.
“Oke,” kata Jessy. Ia duduk di salah satu kursi dan menanti Kim Seo Hyung menghampirinya. Lelaki itu membutuhkan waktu untuk membuat kakinya.
“Doesn’t hurt anymore?”
Pertanyaan itu membuat Kim Soe Hyung mendongak. Ia masih berada semeter dari meja makan. Walaupun kenyataan tak bisa dibohongi, tapi Kim Soe Hyung mencoba untuk menutupi rasa sakit di tubuhnya dengan tersenyum.
“Tidak. Hanya saja agak kaku untuk digerakkan. Seperti dibelenggu,” kata lelaki itu.
Tampak bibir Jeselyn manyun ketika ia mengedikkan kedua bahu. Gadis itu pun tak mau lebih banyak bertanya dan lebih memilih untuk membuka bungkusan makanan di depannya.
Setelah mengerahkan semua usaha dan mengalahkan rasa sakit, Kim Seo Hyung akhirnya berhasil tiba di meja makan. Ia menarik salah satu kursi yang terbuat dari kayu dan disepuh warna cokelat tua lalu mendaratkan tubuhnya di sana.
“Makanlah, tapi sambil makan aku akan bertanya padamu dan kau harus menjawabnya dengan jujur, oke?”
Sekilas Kim Seo Hyung tersenyum sebelum ia menganggukkan kepala. “Hem,” gumam Seo Hyung.
“Oke, sebentar ya.” Jeselyn bangkit dan melesat ke kabinet. Ia mengeluarkan peralatan makan dan langsung dibawanya ke meja tempat Seo Hyung berada.
Satu piring bulat ia berikan pada Seo Hyung, dan satunya lagi dibawa Jeselyn bersamanya. Ia duduk di tempat semula.
“Oke, aku tidak ingin banyak basa-basi. Aku ingin kau ceritakan padaku, siapa namamu dan mengapa sampai kau bisa terbangun di Hutan Kota Serseng,” ujar Jeselyn.
Kim Seo Hyung mengerutkan dahi menatap gadis di depannya. Menyadari ada kebingungan dari tatapan Kim Soe Hyung membuat Jeselyn mendengkus.
“Maksudku tempat di mana kau tadi menemukan aku.”
“Oh ...,” gumam Soe Hyung.
Aroma ayam goreng yang menguar dari dalam bungkusan membuat perut Kim Seo Hyung langsung bergemuruh hingga tanpa sadar, ia pun menelan saliva.
“Tak apa, kau bisa menjawabnya setelah mengisi perutmu,” kata Jeselyn yang cepat menyadarinya.
Kim Soe Hyung juga tak ingin membantah. Ia menundukkan kepala dan mengangguk kecil. Kedua tangannya bergetar membuka bungkusan nasi.
Demi apa pun, Kim Seo Hyung tak pernah merasa kelaparan seperti ini seumur hidupnya. Tubuh Soe Hyung ikut lemas dan membuat keinginan untuk segera melahap makanan di depannya semakin tak terkendali.
Maka Seo Hyung langsung memasukkan bungkusan nasi itu ke dalam mulut. Sambil mengunyah, ia mengeluarkan ayam goreng dari dalam kemasan dan langsung memasukkannya ke dalam mulut.
Jeselyn menatap penuh cela, tapi sejurus kemudian ia malah tersenyum geli.
Naluri memberi tahu Kim Seo Hyung dan membuatnya sadar. Lelaki itu menahan makanan ke dalam mulut dan sekejap, seluruh aktivitasnya terhenti. Jantungnya memberi tekanan menyakitkan, tetapi Kim Seo Hyung memaksa kedua matanya bergerak menatap ke depan.
Glek~
Bunyi itu terdengar menggema dari kerongkongan Kim Soe Hyung ketika ia memaksa untuk menelan makanan.
“Ma- maaf,” ucap Seo Hyung.
“It’s okay, just take your time,” kata Jeselyn sambil menunjuk makanan di depannya. “jangan takut, persediaan masih banyak.”
Ada sesuatu dalam ucapan Jeselyn yang membuat Kim Soe Hyung jadi tersenyum. Hatinya merasa malu, tapi sudut bibirnya malah melengking ke atas.
“Maaf, aku sangat lapar. Demi Tuhan,” kata Seo Hyung.
Sambil mengulum bibir, Jeselyn pun mengangguk. “Ya, aku bisa melihatnya. Makanlah lagi,” kata Jessy.
Kim Soe Hyung mengangguk sopan. Lelaki itu langsung melupakan siapa dirinya. Bagaimana dia dididik seumur hidupnya untuk memperhatikan tata kerama saat berada di meja makan. Bahkan, Kim Seo Hyung terlihat seperti orang kelaparan yang sudah berhari-hari tidak makan.
Jeselyn juga tak ingin repot-repot menegurnya. Gadis itu malah melupakan jika baru saja ia mengeluh lapar kepada pak Ahmad, si satpam kocak. Namun, melihat betapa lahap lelaki di depannya mengunyah makanan membuat perut Jeselyn terasa kenyang.
Tanpa sadar, ia menarik sudut bibirnya ke atas.
Mungkin Jeselyn juga lupa jika ini kali pertamanya ia tidak merasa ilfeel pada lelaki yang tampak seperti gembel tersebut.