Mulut pengacara Lee terbuka dan tampak kedua alisnya mulai mengerut. Sekejap ia memicingkan kedua mata sementara otaknya berusaha menelaah penguraian kronologis kejadian yang dialami oleh Kim Seo Hyung.
Lantas lelaki itu memutar pandangannya kepada penyidik yang juga ikut mendengarkan cerita Kim Seo Hyung. Lelaki yang duduk berlawanan arah dengan mereka itu mendengarkan kisah Kim Seo Hyung dengan seksama. Ia bahkan tak sekalipun menginterupsi ketika Kim Soe Hyung menceritakan penggalan kejadian yang ia alami selama berada di penthouse.
Pengacara Lee kembali menatap Kim Seo Hyung lalu bertanya, “Hem ... jadi ... Anda merasa kehilangan kesadaran setelah menenggak anggur yang diberikan oleh Nona Park?”
Sambil mengulum bibirnya, Kim Seo Hyung menganggukkan kepala. “Ya,” ucap lelaki itu.
Terlihat si penyidik di depan Seo Hyung menarik punggung dari sandaran kursi. Ia mengembuskan napas panjang sesaat ketika hendak menaruh siku tangan ke atas meja. Ia menumpuk kedua tangan di depan dagu dan memandang Kim Seo Hyung dengan teliti.
“Jika yang dikatakan Anda seperti itu, lalu bagaimana Anda akan menjelaskan ini?”
Kim Seo Hyung mendongak, menatap lelaki yang baru saja berbicara di depannya. Penyidik tersebut menoleh ke samping dan dengan tangan kanan ia mengeluarkan sesuatu dari dalam laci. Sebuah benda seukuran ponsel jadul yang berfungsi sebagai alat perekam. Ia meletakan benda itu di atas meja sementara pengacara Lee dan Kim Seo Hyung memusatkan seluruh atensi mereka pada benda itu.
‘Sembilan satu-satu, selamat malam.’
‘To- to- tolong. Ak- ak- aku ....’
‘Halo, selamat malam. Nona, kami harap Anda bisa tenang. Kami telah mendengarkan panggilan Anda. Bisakah Anda menjelaskan situasi yang sedang Anda alami?’
‘Aku ... aku ....’
PRANG
Pengacara Lee tersentak ketika mendengar serpihan benda rapuh yang dibanting kuat dan terhambur di atas lantai. Ya. Mungkin lantai. Atau di mana saja. Yang jelas benda itu cukup menandakan jika seseorang yang berada di dalam ruangan itu baru saja membanting sesuatu.
‘Tolong aku, kumohon tolong aku.’
Kim Seo Hyung memicingkan kedua matanya ketika menangkap gelombang ketakutan yang timbul dari suara Park Ahn Lee barusan. Deru napasnya jelas terdengar hingga membuat siapa pun yang mendengarkannya akan langsung menyimpulkan jika saat ini gadis itu sedang dalam bahaya.
‘Nona, kami mendengarkan suara Anda. Kami akan segera menolong Anda namun sebelum itu, kami perlu mengetahui di mana keberadaan Anda.’
‘Ak- aku ... ak ...’
PRANG
Sekali lagi terdengar suara dari kepingan kaca yang berhamburan keras ke lantai. Dahi Seo Hyung makin terlipat bersama kelopak matanya yang menyipit.
‘Tolong! Seseorang sedang berusaha melecehkan aku.’ Suara Park Ahn Lee kembali terdengar.
‘Katakan pada kami alamat Anda, Nona. Kami akan segera mengirim petugas ke sana.’
‘The Luckiest Penthouse. Aku berada di griya tawang, kumohon datangalah sesegera- ah ....’
Kembali terdengar bunyi pecahan kaca sebelum kontak terputus dan sambungan telepon dimatikan sepihak.
Lelaki yang bertugas sebagai penyidik itu lantas mendesah dan kembali menegakkan badan. Begitu pun dengan Kim Soe Hyung bersama pengacara Lee, dua orang itu kompak menarik punggung mereka dan menatap si penyidik di depan.
“Itu bukan aku,” gumam Seo Hyung.
Untuk sekejap, lelaki di depannya terdiam selain embusan napas panjang yang terus ia desahkan. Lelaki itu melilit kedua tangan lalu menumpuknya di depan ulu hati.
“Tim penyidik masih mengolah tempat kejadian perkara. Menurut prosedur, Anda harus tetap berada di sini sampai kami mendapatkan hasil dari penyelidikan. Menurut dua orang petugas patroli yang membawa Anda kemari, mereka menemukan Anda tepat berada di atas tubuh Nona Park.”
“Aku dijebak!” tandas Seo Hyung. Seketika bola matanya membesar. Namun, lelaki di depannya tampak begitu tenang. Setenang ia menarik napas lalu mengembuskannya dengan cepat. Dia memandang Kim Seo Hyung selama beberapa waktu sampai ia menyentak napasnya dari mulut. Pria itu bergerak. Mencondongkan tubuh lalu melipat kedua tangan di atas meja.
“Baiklah. Jika memang Anda bersikeras mengatakan jika Anda tidak melakukan seperti apa yang sementara ini dituduhkan kepada Anda, maka Anda harus membuktikannya,” ujar lelaki itu.
“Aku siap membuktikannya dengan cara apa pun,” kata Seo Hyung dengan nada menekan.
Lelaki di depannya mengulum bibir dan tersenyum singkat. Ia pun mengangguk kecil lalu berkata, “Baiklah. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan Anda, adalah dengan membuktikan bahwa Anda tidak bersalah. Maka, Anda hanya perlu menunjukkan rekaman CCTV.”
Bola mata Kim Seo Hyung terbuka. Sekilas alam bawah sadar merutuki otak cerdasnya. Bagaimana ia sampai lupa dengan CCTV. Ia terlalu bodoh dikendalikan oleh situasi sehingga ia lupa ada cara yang bisa menyelamatkan dirinya dari tuduhan tercela ini.
Kim Seo Hyung pun mendongak. Menatap lelaki di depannya dengan mata terbuka lebar lalu berkata dengan cepat, “Ya. Kau benar. CCTV.” Kim Seo Hyung memutar wajah kepada pengacara Lee.
Petugas kepolisian itu kembali tersenyum. “Sekarang, katakan pada kami, di mana letak CCTV tersebut. Setelah benda itu kami temukan, maka kasus Anda akan ditutup dan Anda tidak perlu bermalam di dalam sel darurat.”
Kim Seo Hyung sempat menelan saliva. Napasnya bergemuruh dan membuat da’danya gemetar. Lelaki itu menganggukkan kepala.
“Ada sebuah tempat.”
“Bisa Anda mengatakannya secara spesifik?”
Seo Hyung mengangguk mantap. “Ya!” kata lelaki itu. Ia maju dan mendekati petugas polisi untuk meneruskan ucapannya, “ruangan itu terletak tepat di samping kamarku. Ada laptop di atas meja dan langsung terkoneksi dengan CCTV. Namun, untuk masuk ke sana anak buahmu harus memasukkan pasword di pintu.”
Lelaki di depan Seo Hyung menggerakkan wajahnya. Meneleng agak ke kanan dan ia menatap Kim Seo Hyung dengan tampang yang sangat serius.
“Dan passwordnya?” tanya lelaki itu dengan nada pelan.
Kim Seo Hyung terdiam. Hatinya berkedut dan membuatnya berprasangka. Maka Kim Soe Hyung memutuskan untuk menjeda ucapannya. Ia memutar wajah, menatap pengacaranya. Namun, tak ada sepatah kata yang terucap di bibir Seo Hyung. Ia hanya menatap pengacara Lee dengan mulut yang menganga.
Sang pengacara juga diam tanpa ekspresi. Seharusnya ia memberikan saran, tetapi pengacara Lee malah mendapati sesuatu yang ganjal. Namun, ia pun dilema. Lelaki itu seperti di letakan di tengah jurang dengan dua tiang yang berdiri menjulang pada kedua sisi tubuhnya. Jika ia salah mengambil pilihan, maka mungkin ia akan jatuh terperosok ke dalam jurang. Namun, apabila ia tak segera mengambil keputusan maka ia akan diam di tempat terkelam seumur hidupnya.
Pengacara Lee benar-benar gamang. Bola matanya bergerak ke sudut. Menatap si penyidik lalu kembali menatap kliennya. Ini bukan soal bayaran. Namun, jika yang tengah duduk sambil menatapnya itu adalah klien biasa, maka pengacara Lee akan santai dan bahkan bisa mengabaikan kasus seperti ini, akan tetapi yang tengah memandangnya dengan tatapan ragu itu adalah Kim Seo Hyung putra sekaligus pewaris utama kekayaan keluarga Kim.
Pengacara Lee tahu jika ia telah berhutang budi pada keluarga yang banyak berjasa dalam hidupnya itu. Namun, tetap saja. Sulit membuat keputusan di saat seperti ini.
“Tuan Kim?”
Suara itu membuat Kim Seo Hyung memutar wajah dan menegakkan badannya. Mulut Seo Hyung telah terbuka, tetapi ia tak sanggup berbicara. Pandangannya bergerak-gerak menatap sang pengacara dan si penyidik.
‘Sial!’ Dan kesialan beruntun di saat Kim Seo Hyung kembali tak dapat membuat pilihan yang tepat.
“Anda ingin segera pulang, bukan?”
Dengan mulut yang masih terbuka, Kim Seo Hyung mencoba untuk menganggukkan kepalanya.
“Maka segera beritahu kepada kami, bagaimana kami mendapatkan rekaman tersebut.”
Terdengar decakan bibir mengalun keluar dari mulut Seo Hyung. Sekilas ia kembali menatap pengacara Lee lalu dengan cepat kembali pada si penyidik.
“Passwordnya ....”
_____________