Kim Seo Hyung menunda untuk berkata. Sungguh, hatinya sangat gelisah dan sejujurnya ia tidak yakin dengan apa yang tengah dipikirkan oleh otaknya. Mana mungkin Kim Seo Hyung memberitahukan password ruang CCTV-nya kepada sembarangan orang.
Ya. Katakanlah lelaki yang tengah menatapnya dengan tenang ini adalah seorang polisi, tetapi selama ini instingnya tak pernah menghianati dan saat ini, ia sedang berbisik kuat apabila ada sesuatu yang mungkin akan merugikannya.
“Tuan Seo Hyung, jika Anda terus berdiam diri, maka kami menganggap jika Anda tidak punya bukti, maka untuk itu kami harus menunggu hingga penyidik tempat kejadian perkara selesai melakukan olah TKP,” ujar si petugas polisi. Ia mengembuskan napasnya dengan tenang. Duduk dengan santai dan kini tengah menatap layar di depannya.
Demi apa pun, ketenangan yang diperlihatkan lelaki itu justru menimbulkan kecurigaan yang besar bagi Kim Seo Hyung dan membuatnya sangat enggan untuk berucap. Tidak hingga ia memiliki kepastian.
“Tuan muda.”
Kim Seo Hyung menggerakkan pandangannya dan menoleh ke samping. Pengacara Lee memiringkan tubuhnya agar ia dapat berbisik kepada Kim Seo Hyung.
“Katakan saja padaku. Aku sendiri yang akan ke sana dan mengambil rekaman CCTV tersebut.”
Untuk sekejap, Kim Seo Hyung terdiam. Tampak kedua alisnya menukik ke tengah dan otaknya tengah disibukkan untuk memikirkan cara yang tepat.
Di situasi seperti ini, ia hanya mempercayai dua orang. Pertama ibunya, Seong Tae Eul dan kedua adiknya, Kim Sun Yi. Hanya dua wanita itu yang dikenal Seo Hyung tak akan pernah mengkhianatinya. Tidak bahkan jika seluruh dunia melakukannya.
Namun, memikirkan bagaimana caranya menolak pengacara Lee. Lelaki yang sudah mendampingi ayahnya selama hampir tiga puluh tahun. Walaupun tidak ada hubungan darah, tetapi Kim Seo Hyung telah menganggap lelaki itu sebagai pamannya sendiri. Mungkin memang sudah saatnya Kim Seo Hyung memercayai lelaki itu sepenuhnya.
Dengan satu tarikan napas, Kim Seo Hyung pun mencoba untuk memikirkan cara yang tepat lalu sejurus kemudian ia pun menganggukkan kepalanya.
“Baiklah,” gumam Seo Hyung.
Pengacara Lee mendesah singkat. Ia ikut mengangguk dan memutar wajah, lantas mendorong satu sisi wajahnya ke arah Kim Seo Hyung untuk menajamkan pendengaran.
“Passwordnya, sembilan belas, dua tiga, nol lima,” beritahu Seo Hyung kepada pengacara Lee dan pria itu pun mengangguk.
“Baiklah,” ucap pengacara Lee. Ia menegakkan badan dan Kim Soe Hyung masih menatap lelaki itu lewat sudut matanya. Ada detak kecil di d**a Seo Hyung, membuat dadanya mencelos dan seperti memberitahu dirinya jika mungkin baru saja ia telah salah mengambil tindakan.
Namun, sekali lagi. Seakan-akan situasi selalu menjebaknya dan membuat Kim Seo Hyung tak dapat membuat pilihan. Ia selalu pasrah pada keadaan, dan itu menyebalkan.
“Kalau begitu saya izin permisi. Akan saya lakukan yang terbaik dan sungguh, saya akan datang segera untuk membebaskan Anda,” ujar pengacara Lee dan Kim Seo Hyung menyambutnya dengan anggukkan mantap.
“Aku mengandalkan Anda, pengacara Lee.”
“Baik, Tuan muda.”
Segera lelaki bersetelan jas formal itu bangkit dari tempat duduknya. Ia menegakkan badan di sisi tempat duduk. Menaruh kedua tangan di samping tubuh lalu membungkuk setengah badan. Kim Seo Hyung yang melihatnya lalu menganggukkan kepala.
“Saya permisi, Tuan muda.”
Sambil mengulum senyum, Kim Seo Hyung mengangguk singkat dan bergumam, “Hem. Jangan kecewakan aku, pengacara Lee.” Lanjut lelaki itu.
“Tak akan pernah,” ujar pengacara Lee dan ia pun mohon pamit.
Mulut Soe Hyung terbuka dan membiarkan desahan panjang mengalun dari sana. Ia mendongak dan menyandarkan tengkuk ke puncak sandaran kepala.
“Menyebalkan!” desis Seo Hyung. Seketika memori menerbangkan Kim Seo Hyung pada kejadiannya bersama gadis bernama Park Ahn Lee.
‘Untuk apa kau melakukan semua itu, Nona Park? Bukankah kau sendiri yang mengatakan tak ada lagi yang perlu kita sembunyikan? Bukankah dengan mulutmu kau bicara padaku jika pernikahan yang akan kita lakukan hanya untuk menyatukan kedua perusahaan?’
Kim Seo Hyung bertanya pada hatinya dan seketika ia tersesat. Lelaki itu gamang. Sekejap menjadi kalut dan seantero pikirannya dipenuhi dengan ribuan pertanyaan.
Mengapa hidup terlalu sering meremehkannya? Mengapa ia tak bisa hidup seperti kebanyakan pria sebaya dirinya? Bahkan bertahun-tahun hidup di Amerika, Kim Seo Hyung tak pernah sekalipun mengizinkan dirinya untuk bersenang-senang.
Apa itu kelab malam dan apa itu wiski. Apa itu Bordeaux dan apa itu vodka. Sungguh, Kim Soe Hyung bukan lelaki kaya yang gemar menghamburkan uangnya untuk berfoya-foya.
Sejujurnya, lelaki itu bahkan menghemat keuangannya selama hidup di Amerika. Bukan apa-apa. Ya, dia memang kaya raya, akan tetapi ada sesuatu yang membuat Kim Seo Hyung seperti merasa berhutang kepada ayahnya.
Seakan-akan semua yang ia miliki nantinya harus diganti. Memang. Kim Seo Dam tak pernah sekalipun berkata hal demikian. Dia memang seorang yang diktator dan otoriter. Dia kerap kali mengintimidasi Kim Seo Hyung dengan ucapannya. Tak sedikit Kim Seo Hyung merasa tertekan. Namun, lelaki itu belum sampai membuat Kim Seo Hyung merasa jika ia sangat menyesal telah dilahirkan ke dunia.
Tidak.
Tidak mungkin Kim Seo Hyung berpikiran seperti itu. Walaupun ia sangat getir, walaupun perasaannya terluka oleh perkataan Kim Seo Dam yang agung, tetapi Kim Seo Hyung masih menganggap lelaki itu sebagai seorang ayah.
Setidaknya sampai saat ini. Hanya saja ... Kim Seo Hyung juga tidak bisa berbohong. Ia memang kalut. Tahu persisi apabila mungkin, Kim Seo Dam tak akan percaya padanya.
Atau ... yang lebih parahnya lagi Kim Seo Dam akan menyuruh Seo Hyung minta maaf dan mengiba-iba belas kasih padahal di sini, Kim Seo Hyung lah yang menjadi korban.
“Cih!”
Semua pemikiran yang sedang terlintas di dalam benak Kim Seo Hyung membuatnya mengalunkan decihan sinis dari mulut. Lelaki itu menarik satu sudut bibirnya ke atas. Menyeringai lalu menundukkan kepala, lantas Kim Seo Hyung menggeleng kali ini.
Demi apa pun, dia benar-benar tidak percaya dengan perlakuan Park Ahn Lee. Sempat terlintas di otak kalut Kim Seo Hyung jika setelah keluar dari tempat sialan ini, dia akan menghampiri Park Ahn Lee dan menyerahkan trofi kepada gadis itu dan menobatkannya sebagai artis paling berbakat yang dimiliki oleh Seoul.
Ya. Seo Hyung pikir Park Ahn Lee akan sangat cocok mendapatkannya, mengingat kelihaiannya mengelabui petugas kepolisian hingga ia bisa membuat panggilan palsu.
Namun, sedetik kemudian ada sesuatu yang tiba-tiba saja terbesit di dalam benak Kim Soe Hyung. Memikirkan, bagaimana caranya ada suara dari benda kaca yang dibanting kasar.
Tidak mungkin Park Ahn Lee yang melakukannya, karena suara itu terdengar begitu jauh.
‘Apakah dia sedang bersama orang lain?’ batin Seo Hyung.
Suara berdering yang menggema di depan Kim Seo Hyung seketika membuyarkan semua asumsi yang sementara ia buat di dalam kepalanya.
Petugas kepolisian yang tadinya tampak sibuk di depan layar monitornya, kini menarik pandangan dan menyeretnya ke samping. Sementara itu, tangan kanannya bergerak lalu meraih gagang telepon.
“Divisi Kekerasan dan Kejahatan di sini,” ucap lelaki yang sejak tadi berdiam diri di depan Seo Hyung.
Suaranya membuat Kim Soe Hyung terpaksa menatapnya, walau ia enggan dan sebenarnya dia malas melakukannya. Bertepatan dengan itu, polisi di depannya menggerakkan bola mata hingga ke sudut.
“Oh ya, dia ada di depanku.”
Kim Seo Hyung makin mengerutkan dahi. Jelas dari cara bicara lelaki itu, ia sedang berbicara dengan seseorang yang berhubungan dengan Kim Soe Hyung, maka Seo Hyung pun menajamkan rungunya.
“Baik. Akan kuserahkan.”
Belum sempat berucap, lelaki di depan Seo Hyung sudah memberikan gagang telepon di tangannya kepada Kim Seo Hyung.
Sambil menatap si petugas kepolisian, Kim Seo Hyung pun menggerakkan tangan kanan meraih benda di tangan lelaki itu. Kim Seo Hyung mematri tatapannya pada si lelaki sambil terus mendorong gagang telepon secara perlahan hingga menempel ke telinganya.
“Halo?”
“Tuan muda ini, aku.”
Seketika bola mata Kim Seo Hyung melebar. Sempat ia menatap lelaki di depannya lalu menunduk seakan menyembunyikan wajah. Kim Seo Hyung bahkan menutup mulutnya dan berusaha untuk berbisik biar tidak terdengar.
“Bagaimana?”
“Tuan Kim, sepertinya ....”
Manik mata Kim Seo Hyung makin melebar. Ia terdiam dan perlahan-lahan telapak tangannya mulai menjauh dari mulut. Masih memasang telinga mendengarkan penuturan pengacara Lee namun ada sesuatu yang membuat jantung Kim Seo Hyung berhenti berdetak.
_____________