“Pak, Anda telah salah paham.”
Setelah sekian lama berdiam diri, akhirnya ada sesuatu yang terucap dari bibir Kim Seo Hyung. Ia memutar wajah, ke kiri dan kanan hanya untuk menatap dua orang yang berdiri sambil memegang kedua tangannya.
“Pak, kumohon, dengarkan aku. Aku tidak bersalah. Kim Soe Hyung menggeliat, berusaha melepaskan diri. Pak, tolonglah.”
“Mohon tenang,” ucap salah satu dari dua orang petugas itu. Ia memandang Kim Seo Hyung dengan tatapan tegas. “Anda bisa menjelaskan pembelaan ketika tiba di kantor polisi.”
Kim Seo Hyung mendesah kecewa, lantas berdecak bibir sambil membawa tatapannya ke atas. Sekali lagi Seo Hyung mendesah kesal. Ia sungguh tak mengerti bagaimana semua ini bisa menimpa dirinya.
Dua orang petugas kepolisian distrik Gangnam membawa Kim Soe Hyung masuk ke dalam lift. Bilik kecil yang disepuh aluminium itu berjalan cepat membawa Kim Seo Hyung ke lantai dasar. Bunyi dentingan terdengar dan ketika pintu lift terbuka, kilatan dari cahaya berwarna putih pun tak terhindarkan. Menyerang Kim Soe Hyung secara bertubi-tubi disusul suara dari semua orang yang berusaha untuk berbicara. Refleks, Kim Seo Hyung menundukkan wajahnya.
“Itu dia, itu dia!”
Kim Soe Hyung dapat mendengar suara beberapa orang yang diyakini Seo Hyung sedang membicarakan dia. Lalu terdengar derap langkah secara cepat mendatanginya.
“Seo Hyung-ssi, mohon waktu sebentar, bisakah Anda lihat ke kamari? Soe Hyung-ssi?”
“Mohon beri jalan.”
“Seo Hyung-ssi, minta waktu sebentar. Bisakah Anda mengatakan kepada kami, bagaimana Anda bisa dengan tega melecehkan Nona Park Ahn Lee?”
DEG
Seperti mendapatkan lemparan kuat yang langsung terarah di jantungnya secara mendadak Kim Seo Hyung menghentikan langkah kakinya. Ia mengangkat wajah lambat-lambat lalu menatap si wanita yang baru saja menuduhnya.
“Seo Hyung-ssi, mengapa Anda dengan tega melecehkan Nona Park Ahn Lee, bukankah kalian sebentar lagi akan menikah?”
Dirasakan Seo Hyung ada sesuatu yang mengaliri pembuluh darahnya lalu berdesir cepat hingga ke otak dan membuat wajahnya membesar bagai balon. Kim Seo Hyung terdiam memandang wanita yang sudah dua kali menuduhnya.
“Seo Hyung-ssi, kumohon katakanlah sesuatu.”
Sungguh, di dalam hati Seo Hyung ia ingin sekali menampar wanita muda yang berprofesi sebagai wartawan tersebut. Andai saja dua orang di sampingnya tidak menahan kedua tangannya, ia bersumpah bahwa ia tak akan segan melayangkan telapak tangannya pada wanita itu.
“Jaga bicaramu!” desis Seo Hyung lengkap dengan mata nyalang.
“Tuan Kim Seo Hyung, katakan pada kami apakah Anda secara sadar melakukan tindakan pelecehan, ataukah Anda sedang dalam pengaruh obat-obatan terlarang?”
Bola mata Kim Seo Hyung melebar. Mulutnya menganga, tetapi ia tak tahu harus mengucapkan apa. Yang bisa dilakukan Seo Hyung hanyalah menatap wanita yang sejak tadi berbicara itu. Rahang Soe Hyung mengencang dan wajahnya bergetar seketika.
“Kurang ajar!” desis Seo Hyung.
“Buka jalan!” Salah seorang petugas polisi kembali berbicara.
Keduanya kembali melangkah membawa Kim Seo Hyung, sedang lelaki itu masih menatap si wartawan dengan pandangan nyalang.
“Tuan Kim Seo Hyung, jika Anda tidak melakukannya, lalu mengapa Nona Park menghubungi polisi. Anda harus bertanggung jawab!”
“Tuan Seo Hyung, bagaimana Anda menjelaskan semua ini. Apakah ini semata-mata hanya khilaf?”
“Tuan Soe Hyung!”
“Seo Hyung-ssi!”
Semua orang berbondong-bondong mengerumuni Kim Seo Hyung, sementara lelaki itu memilih untuk tidak lagi menyahut. Ia menundukkan kepalanya sambil mengikuti ke mana arah langkah kedua orang lelaki di sampingnya membawa Soe Hyung pergi.
“Seo Hyung-ssi, mengapa Anda sampai tega melecehkan Nona Park?!”
“Seo Hyung-ssi, jelaskan pada kami bagaimana kronologinya!”
“Sudah cukup,” ucap salah seorang petugas polisi. Ia menghalangi tubuh Seo Hyung sementara temannya membawa Seo Hyung ke dalam mobil. “Anda semua bisa bertanya setelah beliau siap di wawancarai. Mohon jangan menyela aturan dan mohon untuk tetap menjaga privasi.”
Tampak wajah si petugas polisi itu menegas ketika ia menatap para wartawan yang mulai tidak tahu diri. Menyerang Kim Seo Hyung dengan pertanyaan yang mulai tidak masuk akal. Setelah memastikan Kim Seo Hyung telah masuk ke dalam mobil, kedua polisi itu lantas menyusulnya kemudian membawa Kim Soe Hyung pergi dari sana.
“Tuan Kim Seo Hyung, mohon maaf sebelumnya. Kami tidak bermaksud membuat keributan, kami hanya melaksanakan perintah. Oleh laporan Nona Park, Anda dituduh melakukan pelecehan se’ksual. Kami ke sana atas instruksi atasan, untuk itulah kami harus menahan Anda,” ucap si polisi yang duduk di depan. Satu temannya lagi sedang menyetir mobil.
Kim Seo Hyung hanya bisa pasrah. Ia menghela napas dan dengan kepala yang tertunduk, ia mencoba untuk menatap si petugas polisi yang tadi berbicara padanya. Kim Soe Hyung lalu menganggukkan kepalanya.
“Hem,” gumam Seo Hyung. Lelaki itu kembali menundukkan kepalanya. Memasrahkan diri karena hanya itu satu-satunya yang bisa ia lakukan saat ini.
Mobil berjalan cepat membawa Kim Seo Hyung ke kantor kepolisian distrik Gangnam. Ia turun sembari dikawal oleh dua polisi yang membawanya, tetapi kali ini mereka tidak berusaha untuk menahan kedua tangannya sebab Kim Seo Hyung bukan seorang kriminal. Ia seorang lelaki dari keluarga terpandang dan mereka paham betul. Hanya saja, prosedur harus tetap dilaksanakan. Lelaki itu langsung dibawa di ruang tim penyelidik untuk diinterogasi.
“Tuan muda!”
Kim Seo Hyung mendongak ketika mendengar suara yang sudah tak asing lagi di pendengarannya. “Pengacara Lee,” gumam Seo Hyung.
Seorang lelaki bersetelan jas formal berdiri dari duduknya untuk menyambut Kim Soe Hyung. Ia bahkan dengan rela menarik kursi untuk diduduki oleh Kim Seo Hyung.
“Silakan duduk, Tuan muda,” ucap pengacara Lee dan Kim Soe Hyung mengangguk kecil.
Setelah Seo Hyung duduk, pengacaranya ikut mengambil tempat di sampingnya. “Tuan muda, aku akan mengurus semuanya. Anda tidak perlu khawatir. Sesuai prosedur, Anda tak dapat dipidana sebelum penyidik tuntas melakukan olah TKP. Saat ini, mereka telah mengirim tim investigasi untuk menyelidik TKP. Namun, tanpa mengurangi rasa hormat, Tuan muda Kim, bisakah Anda ceritakan pada saya apa yang sebenarnya telah terjadi?” tutur pengacara Lee dan mengakhirinya dengan pertanyaan. Sementara Kim Seo Hyung terdiam dan pandangannya berubah kosong. Lelaki itu memaksa memori untuk berusaha mengingat kejadian yang telah ia alami.
“Saya sangat mengenal Anda sejak kecil, Tuan muda. Anda bahkan tidak pernah tega membunuh semut. Ketika mendapat telepon dari ayah Anda, saya langsung bergegas kemari namun dalam perjalanan, saya terus memikirkan bagaimana Anda bisa sampai melakukan hal sekeji itu.”
Kim Seo Hyung lantas memutar pandangan dan memberikan tatapan nyalang kepada pengacara Lee. Pria itu tertawa singkat dan menunduk hormat.
“Maaf atas perkataan saya, bukan maksud saya menuduh Anda, tetapi berita yang terlanjur tersebar tak dapat dikontrol lagi. Namun, saya tetap percaya Anda tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Untuk itulah sangat penting bagi saya agar bisa mengetahui kronologi kejadian. Dengan begitu, saya akan mencari cara untuk bagaimana mengeluarkan Anda dari situasi tidak menguntungkan seperti ini,” ujar pengacara Lee.
Kim Seo Hyung kembali terdiam. Ia mulai menyeret pandangannya hingga wajahnya tertunduk. Sekali lagi berupaya keras untuk mengingat apa yang sudah terjadi padanya.
‘Hem ... penthouse memang yang terbaik.’
‘Syukurlah kalau Anda menyukainya.’
‘Ternyata seleramu tidak buruk.’
‘Jadi ... bagaimana?’
‘Apanya? Untuk apa terburu-buru, hem? Malam masih panjang. Astaga!’
‘Chevel Blanc 1997,” ucap Park Ahn Lee. Menyebutkan merek anggur yang ia sajikan. “Aku membelinya saat liburan musim panas di Berdeaux. Cobalah.’
Seketika bola mata Kim Seo Hyung terbuka lebar. Ia pun memutar pandangannya pada pengacara Lee kemudian berucap dengan wajah tercengang, “Aku telah mengingat semuanya.”
Pengacara Lee ikut melebarkan mata. Ia mencondongkan wajah sebelum berucap, “Anda bisa mulai menceritakannya.”
Untuk sekelebat, Kim Seo Hyung terdiam. Ia mencoba untuk merilekskan diri dengan mengatur napasnya. Sambil menghela napas dalam-dalam, Kim Seo Hyung mengangkat punggung hingga menyentuh sandaran kursi. Ia menatap pengacara Lee dengan pandangan serius.
“Jadi, saat itu ....”
_____________
TBC~