Mimpi

2079 Words
“Cepat lari..!, jangan menoleh kebelakang...!” Suara itu terus mengiang di telinga Ayunda, tak henti nya kaki nya terus berlari, entah kemana arah tujuan nya, kaki nya terasa lelah ia ingin berhenti sejenak namun tidak bisa. Seakan akan kaki nya tidak berasa berpijak di tanah lagi ada sesuatu dorongan yang mengangkat dirinya, ia mencoba menoleh ke arah bawah, mata nya terbelalak tidak percaya, kakinya mengawang di udara. “Aaaaaa...” Ayunda terus berteriak histeris tubuhnya semakin tinggi melayang di udara. Napas nya memburu detak jatungnya semakin keras terdengar, ia kayuhkan kaki nya di awan, tangannya ia kepak-kepak kan bagaikan sayap, beberapa saat ia masih histeris ia mencoba menenangkan dirinya, mengatur napasnya, dan mencoba menyeimbangkan tubuhnya. Setelah terasa mulai stabil, ia coba kepak-kepakkan lagi tangan nya dengan teratur, ayunda bisa menguasai keseimbangan tubuhnya, namun tiba-tiba ada awan putih tebal yang menghantam tubuh nya, Ayunda berteriak lagi seakan ia akan terjatuh ke bumi. “ Aaaaaaa..... Aaawwww sakit ..” sambil memusut pantatnya yang berasa sakit, ayunda terkejut dan langsung terduduk, matanya cepat memindai setiap sudut tempat disekitarnya. “ Ya Ampun.. Cuma mimpi lagi, tapi kayak nyata berasa sakit p****t ku, duhh.. “ Ayunda meringis memusut p****t nya yang masih terasa sakit. “ duhh sakit nya berasa beneran jatuh, padahal jatuh dari mana aku, kasur nya tidak ada geser kemana, aww..” gumam nya lagi, ia tengok ke kanan dan ke kiri melihat sekeliling kamar nya, tidak ada yang aneh atau pun berbeda, semua benda tetap pada tempat nya. Di ingat ingat kembali mimpi ini sering terjadi, bahkan hampir sama. Ayunda kadang bingung apa arti dari mimpi tersebut. Tidak mungkin hanya bunga tidur biasa, mimpi itu kerap terulang bahkan di setiap malam selalu terjadi. Ayunda perlahan duduk di kasur yang sudah mulai lusuh tidak bisa dikatakan empuk yang nyatanya kasur yang berisi kapuk yang sudah menipis, ia mengusap lembuh wajahnya dan mencerna setiap kejadian kejadian aneh di mimpinya, melihat setiap sudut kamar nya lagi yang hanya berukuran kurang dari 2 x 3 meter saja, namun tidak ada jawaban dari mimpi tersebut. Perlahan ia beringsut menuju jendela yang sekaligus pintu menjadi satu menuju balkon kecil yang ada di kamarnya itu. Pagi masih gelap secercah cahaya dari ufuk timur yang menguning jingga, mencoba perlahan menerobos keluar dari gumpalan pekat nya awan malam, sedikit cahaya pagi yang masih bercampur dengan kegelapan malam yang akan mulai pergi. Hawa segar pun menyeruak masuk ke tiap sudut kamarnya yang kecil, Ayunda menarik nafas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan perlahan secara berulang, mencoba melupakan sejenak mimpi aneh nya tadi, kemudian ia perlahan masuk ke kamar nya dan turun menuju tangga, sesampainya dibawah yang langsung tertuju dengan ruang dapur. Masih subuh di sebuah dapur kecil, di sudut nya terdapat anakan tangga menuju loteng atas, yang dulu nya loteng tersebut hanya sebagai gudang dan tempat ayunda sering bermain sendiri disana, namun semenjak ayahnya meninggal tiga tahun yang lalu, loteng tersebut menjadi tempat tidur ayunda sampai sekarang. Bergegas ia memegang peralatan dapur untuk menyiapkan sarapan pagi buat ibu dan saudara-saudaranya, dengan telaten dan mahir ia mulai memasak, merebus air, dan juga menanak nasi,sambil ia mengiris beberapa sayuran segar yang ada di lemari pendingin, lauk ayam yang sudah terpotong kecil-kecil dan sudah bersih siap untuk di masak. Wangi masakan sudah tercium di seantero ruangan rumah, tidak terkecuali di tiap-tiap kamar yang penghuninya masih terlelap di alam mimpi. Bunyi deret salah satu pintu kamar yang terbuka, seorang gadis sebaya yang empat tahun lebih muda dari Ayunda perlahan berjalan menuju dapur. “ kakak..masak apa, wangi sekali..” sambil mengendus-ngendus wangi masakan di depan kompor “ hei..adik kakak sudah bangun, ini masak ayam kecap kemangi.” Kata Ayunda sambil masih sibuk mengaduk masakannya di wajan. “sudah beres, ayo kita tata di atas meja makan” ajak Ayunda “ok kak siap..” kata Marcela. Adik seayah Ayunda itu memang sikap nya sangat baik kepada Ayunda, ia sangat rajin membantu dan menolong kakak nya itu ketika sedang mengerjakan pekerjaan rumah. ** Keheningan di meja makan selalu menjadi kebiasaan, hanya suara dentingan sendok garpu dan piring yang beradu. Seakan hanya fokus ke makanan yang di santap saja. “ mommy aku ijin hari ini kerumah Elma ya “ suara Jesika memecahkan keheningan “ iya..jangan terlalu sore pulang nya “ “ iya Mom” “ kalau aku mau main masak-masakan bareng teman-teman di halaman ya Mom “kata Marcella “ heemm ” deheman singkat Marta sambil di barengi lirikan mata nya pada Marcella. Mereka pun melanjutkan sarapan mereka sampai tandas, satu persatu anggota keluarga Ayunda pergi meninggalkan tempat duduk mereka,dan yang hanya tersisa yaitu Ayunda yang membereskan sisa makanan mereka. Ia pun segera membersihkan dan mencuci piring-piring kotor. Setelah semuanya beres ia pun kembali ke kamar nya, di loteng atas dapur rumah nya. Ayunda segera membersihkan tempat tidur dan merapikan juga ruangan kecil itu yang selama ini menjadi tempat nya tinggal. Setelah bersih dan tertata rapi ia pun keluar ke balkon kecil melihat pemandangan sekeliling rumah nya yang tampak asri. Ia lebih sering melihat para anak-anak bermain di halaman rumahnya yang terlihat dari atas balkon tersebut. Terlihat Marcella yang sedang asik bermain dan bercengkrama dengan teman-temannya, adik satu-satunya Ayunda yang prilaku nya tetap baik kepada nya. “ kakak ayo ikut main “ tengok Marcella dari bawah sambil melambaikan tangannya mengajak Ayunda untuk bermain bersama. Ia tahu kakaknya selalu memperhatikan nya saat bermain dengan teman-temannya, tapi setiap kali di ajak kakaknya selalu menolak ikut bermain, bukannya tidak suka bermain Ayunda lebih nyaman menjadi penjaga untuk adiknya yang baru berusia 10 tahun. “ kalian main saja, kakak tetap disini melihat kalian “ teriak Ayunda dari atas dengan senyum lebar nya. Tanpa ikut bermain ia juga merasa kesenangan yang dirasakan mereka yang bermain di bawah sana, sesekali Ayunda berteriak untuk memberi bantuan atau semangat. Marcella bermain dengan beberapa temannya, mereka asik bermain masak-masakan, peralatan masa-masakan mini yang baru ia beli kemaren dipasar bersama Ayunda. Marcella lebih menyukai permainan tradisional jaman dulu,seperti lompat tali atau karet, petak umpet, engklek, ular tangga, masak-masakan,dan juga bermain layang-layang. Beda hal nya dengan Jesika ia lebih suka bermain gadget suatu permainan modern anak zaman sekarang. “kakak ini sudah masak tolong cicipi masakan kami “teriak nya lagi dari bawah sambil memamerkan hasil masakan mereka. “ wahh.. sudah masak ya..baiklah kakak turun dulu ya “ Ayunda bergegas turun kebawah tak sabar ingin mencicipi masakan adiknya. “ dari atas tercium harum sekali masakannya,pasti lezat sekali, kalian memang hebat “ ayunda mengendus-endus wangi masakan Mascella dan teman-temannya. “ ini berkat kakak juga yang mengajari kami, kakak kan lebih jago masaknya “ puji balik Marcella kepada Ayunda “ kakak coba dulu ya” “ silahkan kak” jawab mereka serempak Dengan satu suapan ayunda perlahan mengunyah masakan itu, menimbang-nimbang apa ada rasa yang kurang. “ gimana kak, enak kan masakannya? “ Marcella tidak sabar dengan hasil masakannya yang di cicipi Ayunda “ emm...enak “ kata Ayunda sambil menyuap kembali masakan Marcella dan teman-temannya. “ kalian sudah pinter masak ya” “ ini kan berkat kakak juga ngasih resep yang pas maknyuss“ “ kalian bisa aja “ Hampir setiap hari Marcella bermain bersama teman-temannya di halaman samping rumah, kali ini ia bermain masak-masakan dengan bahan-bahan hasil kebun yang ada di pekarangan rumah mereka. Hampir seluruh pekarangan rumah mereka di kelilingi berbagai aneka sayur-sayuran dan buah-buahan yang di tanam Ayunda dan Marcella, hobby kedua kakak beradik itu sama yaitu suka berkebun, dengan memanfaatkan pekarangan yang cukup luas mereka pun rajin bertanam-tanaman. Selain sayur-sayuran dan buah-buahan, berbagai jenis bunga pun tumbuh subur menghiasi halaman rumah mereka. Dan dari hasil kebun itulah mereka bisa mencukupi kebutuhan sehari-sehari, selain untuk di konsumsi, juga sebagian bisa di jual ke tetangga dan pedagang keliling. Sepeninggal Ayahnya empat tahun yang lalu, kehidupan Ayunda sangat berubah, tidak ada sosok Ayah yang mengasihi dan menyayangi nya lagi, ia harus belajar hidup mandiri. Keras nya hidup mengajarkannya menjadi pribadi yang kuat dan dewasa dari umurnya yang sebenarnya. Sebagian besar anak remaja seusia nya selalu menghabiskan waktu dengan bermain, jalan-jalan dengan teman sebaya dan bisa bermanja dengan kedua orang tua. Namun bagi nya kehidupan yang sudah ia jalani telah mengajarkan nya untuk hidup menjadi lebih kuat dan sabar. “ kak..besok-besok ajarin kami main masak-masakan lagi ya?.” “ iya iya.. tenang aja, kakak siap menjuri masakan kalian lagi.’’ Tawa mereka pun berderai dengan gembiranya, sambil menikmati kembali masakan nya sampai habis. Tanpa mereka sadari, dari balik jendela ada sepasang mata yang mengawasi mereka, senyum keangkuhan yang penuh arti, sikap dingin yang selalu terpatri. “ heehhm..nikmati saja waktu mu sekarang ini Ayunda, sebentar lagi waktu yang ku tunggu itu akan tiba, kamu akan membawa ku bertemu dengan nya lagi” gumamnya Dialah yang tidak lain dialah Marta, ibu sambung Ayunda yang selalu mengawasi dari balik jendela, perhatiannya kepada Ayunda bukan bentuk sebuah kasih sayang melainkan sebuah harapan obesesi nya semata, suatu harapan yang selalu ia tunggu-tunggu sejak dulu yang membuatnya selalu bersabar untuk menunggu waktu itu, walaupun ia tidak pernah menyukai dan membenci Ayunda. Namun lewat perantara Ayunda lah ia akan bertemu dengan sesorang yang sangat ia harapkan. “ ayo kita bersih-bersih, peralatan masaknya biar kakak yang bawa ke dapur, kalian bereskan tempat nya sampai bersih ya, jangan ada sampah yang tersisa.” “ siap kak.!” Jawab mereka serempak Di dapur Ayunda yang sedang mencuci peralatan masak tadi, harus terhenti sejenak mendengar suara Marta. “cihh..kamu pikir setelah apa yang aku lihat tadi kamu bisa lebih baik di mataku, sama sekali tidak” suara pelannya yang terdengar menusuk “Mommy..aku tidak berharap Mommy menjadi sayang sama aku, karena apa yang aku lakukan selalu salah di mata Mommy” jawab ayunda sambil melanjutkan cucian nya. “baguslah kalau kau sadar, kau anak baik di mata orang lain, tapi tidak dengan ku, jangan harap dengan kau mengajari Marcella menjadi seperti mu aku menjadi simpatik, justru itu membuatku muak, kau sama hal nya dengan Ayahmu yang sok baik kepada semua orang.” “Mommy.. apa yang salah dengan sikap ku, aku mengajarkan Marcella dengan hal-hal baik apa itu merugikan buat Mommy?, Mommy tidak perlu bawa-bawa nama Ayah, beliau sudah tenang disana.” Jawab Ayunda yang mulai terpancing emosi nya “ kau sudah mulai berani melawanku, hmmm” sergah Marta yang mulai emosi dan dengan menarik lengan Ayunda untuk menghadap kearahnya “ Mommy aku tidak bermaksud..” suara Ayunda tertahan ketika melihat Marcella yang tiba-tiba sudah berada di dapur, Marta pun dengan cepat melepasakan tangannya dari lengan Ayunda. “apa yang Mommy lakukan, kenapa selalu kasar dengan kakak, apa salah kakak selama ini sama kita, kurang baik apa ia, yang selalu mengurus rumah ini, tidak seperti kak Jesika yang tidak pernah...” “Marcella” dengan gelengan kepala Ayunda mengisyaratkan Marcella untuk tidak melanjutkan kata-katanya lagi. “ kamu sudah mulai berani sama Mommy” Marta mulai terpancing dengan melihat Marcella dan Ayunda secara bergantian. Dengan isyarat mata, Ayunda menyuruh Marcella untuk menghindar dan pergi dari sana. “sudahlah Momm..”kata Marcella sambil berlalu meninggalkan mereka berdua. “awasss kamu..” selalu dengan ancaman sorot mata Marta yang menghunus kepada Ayunda, ia sudah kebal dengan perilaku ibu tirinya tersebut. Marta pun berlalu meninggalkan ayunda. “ sampai kapan..” gumamnya. tak terasa buliran bening di sudut mata menetes menyatu dengan basahnya tempat pencucian piring. Dapur yang selalu menjadi saksi bisu atas perlakuan kasar dari ibu tiri Ayunda. Setelah semua beres, Ayunda pun kembali ke atas loteng, ia merebahkan tubuhnya yang terasa lelah. Menatap pantulan cahaya yang menerobos masuk dari balik celah celah dinding kayu yang bolong. Buliran bening itu kembali merembes keluar dari sudut matanya, perlahan mulai deras, dengan sedikit terisak ia tutup mulut nya dengan boneka teddy bear pemberian Ayahnya agar suara isakan itu tidak terdengar, ia peluk erat boneka itu, seakan ia memeluk Ayahnya, boneka teddy bear kado terakhir dari Ayahnya di ulang tahun Ayunda empat tahun yang lalu. “aku rindu Ayah..Aku rindu ayah Ibu..Ajak aku pergi Ayah, kenapa Ayah meninggalkan ku sendiri disini” masih terisak, batinnya terus berteriak rindu. “kakak..” Marcella tiba-tiba memeluk Ayunda erat, ia tahu kakak nya tidak sekuat apa yang ia lihat tadi. Ia pun tahu kakak nya sangat rapuh, dan akan menumpahkan emosi dan kesedihannya dengan menangis dalam dekapan boneka teddy bear. “kakak harus kuat, ada Marcella di samping kakak, jangan anggap kakak sendirian” Cukup lama kedua beradik itu diam dalam dekapan, mereka sama-sama bersedih dengan hati mereka masing-masing. Saling berpelukan untuk saling menguatkan. “kakak gak boleh menangis lagi” perlahan pelukan itu terurai ketika isakan tangis itu mulai reda, sambil ia usap kedua pipi Ayunda menghilangkan jejak-jejak basah dari sudut matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD