Part 3

1138 Words
Tubuh Quensha terhempas di atas ranjang. Penampilannya sedikit berantakan setelah tadi Adrian menciumnya dengan brutal. Napasnya masih memburu, tatapannya berkabut gairah memandang Adrian yang melepaskan bajunya sendiri. Badan kekar Adrian membuat Quensha menelan ludah. Sungguh dia ingin gila sekarang. Gila di bawah kendali birahi yang akan menggempur dirinya, memuaskan birahi yang meletup-letup tak terkendali. Dia ingin Adrian menerkamnya seperti singa liar yang lapar, mengoyaknya tanpa ampun hingga jerit-jerit kepuasan memenuhi ruangan itu. Dia benar-benar ingin hancur dalam rasa fustasi karena setiap hentakan Adrian atas tubuhnya. Setelah melepas pakaiannya, Adrian langsung menyambar Quensha yang menunggu dengan gelisah. Wanita itu sudah terbelenggu gairah yang membara. Adrian melumat bibirnya dengan ganas. Tangannya pun bergerak liar mengusup di balik baju Quensha dan menemukan mainannya di sana. Wanita itu menjerit, tubuhnya terlonjak ketika Adrian menurunkan wajah dan menyambar benda lain di bawah sana. Sesuatu yang basah dan kenyal. Pergulatan panas dua insan itu terus berlanjut, hingga beberapa kali Quensha seakan-akan terlepas dari raganya ketika mencapai titik klimaks dan Adrian terus menghujamnya. Pria itu tak mau berhenti. Mereka terus berpacu merengkuh kepuasan, melebur dalam hasrat dan kenikmatan duniawi hingga keduanya terkapar tanpa daya, tanpa busana, di balik selimut. Napas Quensha terdengar teratur, dia terlelap dalam tidurnya. Adrian menatap perempuan itu. Wanita itu yang tak pernah dia cintai, tapi jadi tempatnya meleburkan hasrat. Tempatnya berfantasi dan mengimajinasikan Clary. Perlahan Adrian bangun, lalu menikmati rokoknya di teras. Asap putih mengebul keluar dari mulutnya. Terkadang berbentuk lingkaran, terkdang dibiarkan menyebar begitu saja. Setiap hal yang berkaitan dengan Clary selalu saja membuatnya sesak napas. Salahnya sendiri yang mencintai tertalu dalam. Puas dengan rokoknya, Adrian memutuskan kembali ke kamar, tapi bukan untuk terlelap bersama Quensha, melainkan hanya untuk mandi, lalu meninggalkan rumahnya. Hari sudah menjelang pagi dan dia memilih menghabiskan waktu di taman untuk sekedar berjalan-jalan atau lari-lari kecil. Matahari sudah terbangun ketika Adrian kembali. Dia tahu kalau Quensha pasti masih tidur. Tenaganya terkuras habis tadi malam. Adrian pun memutuskan untuk membuat sarapannya sendiri. Dia juga membuat toats bread untuk Quensha. Karena melihat Quensha masuh terlelap, Adrian memutuskan untuk meninggalkannya dan berangkat ke kantor agensi. Ada banyak hal yang harus dia kerjakan untuk persiapan konsernya nanti. Dia tak sempat istirahat. Sedikit berlari, Adrian menuju lift yang sedang terbuka. Seorang gadis hampir saja bertabrakan dengannya. Gadis itu membungkuk meminta maaf, sedang Adrian mengacuhkannya dan pergi begitu saja. "Dasar sombong!" keluh perempuan itu, lalu berjalan meninggalkan lobi. Sementara itu, Adrian sempat menoleh sesaat ketika gadis itu mengata-ngatainya. Namun, ketimbang meladeni, Adrian lebih memilih masuk ke lift. * Vira meninggalkan kantor agensi itu sambil bersungut-sungut. "Katanya orang Indonesia, tapi sudah hampir menabrakku masih juga sombong seperti itu. Bagaimana kalau aku terluka? Dasar sialan! Mentang-mentang sudah jadi artis besar." Di ujung jalan gadis itu menyebrang dan kembali ke restaurant tempatnya bekerja. Sejak sampai di Belanda, seorang teman mengajaknya bekerja di sana. "Kau sudah kembali? Bagaimana respons mereka?" "Mmm ... sepertinya ...." Vira menunduk. Temannya pun menghela napas. "Jadi, gagal, ya ...." "Iya ... gagal membuat mereka menolak proposal kita." "Ya, sudah, lupakan saja." George berjalan ke dapur, tapi sesaat kemudian dia kembali memutar langkah. "Apa kau bilang tadi?" "Apanya?" "Yang tadi, kau bilang gagal membuat mereka menolak? Apa itu berarti? Vira bicaralah, jangan main-main." Vira pun tertawa. "Iya, Boss. Kita diminta menyiapkan makanan untuk staff mereka saat konser nanti. Seperti katamu mereka ingin mencoba menu baru dari restaurant yang baru. Karena itulah, mereka membuka perebutan tender ini." "Aah, Yes!" George merasa sangat senang. Sudah lama dia ingin mengajukan proposal kerjasama dengan agensi itu, tapi dia masih ragu mengirimkan menunya sampai dia memiliki menu khusus yang hanya bisa diciptakannya sendiri, lalu dia hanya butuh memanfaatkan sebuah momentum pendukung dan dia mendapatkannya hari ini. Saking gembiranya hingga tak sadar dia sudah memeluk Vira membuat gadis itu mendadak kaku. "Hei! Apa yang kau lakukan?" Liana memukul punggung George. "Menjauh dari sahabatku!" ucapnya galak. Liana sama seperti Vira. Mereka berdua orang Indonesia yang merantau ke Belanda. Jika Liana sudah bertahun-tahun hidup di Belanda, Vira justru baru datang beberapa bulan lalu. Dia butuh uang banyak untuk pengobatan ibunya. Karena itulah dia memutuskan untuk berangkat ke Belanda. George melepas pelukannya. "Maaf, aku hanya terlalu gembira. Kau sungguh membawa keberuntungan bagi restaurantku, Vira." Vira hanya tersenyum, sedang Liana hanya mendesis. "Makanya berikan Vira bonus, jangan beri masalah dengan dia dipukul sama istrimu." "Maaf," ucap George. "Aku tak bermaksud begitu. Maafkan aku, Vira." "Iya, Bos, jangan dengarkan ocehan Liana. Dia hanya iseng." Vira ingin kembali bertugas untuk melayani tamu, tapi dia masih ingat kalau manager HRD di kantor agensi itu memintanya untuk menyiapkan makan siang untuk kru yang tengah berlatih untuk persiapan konser. Vira menyampaikan kabar baik itu terlebih dahulu sebelum meninggalkan bos-nya yang tertawa bahagia. Vira pun senang melihatnya. Pintu restaurant terbuka. Seorang pria berpenampilan kantoran masuk ke sana dan duduk di dekat jendela. Jas hitam senada dengan celana bahan yang dia gunakan membalut tubuhnya. Dasi panjang dengan motif bintik putih, tampak berpadu manis dengan kemeja biru mudanya. Gesturenya memiliki daya pikat tersendiri. Dia menatap lonceng angin yang menari di dekat jendela. "Selamat pagi, selamat datang di restaurant kami. Izinkan saya menawarkan menu di restaurant ini," sapa Vira dengan senyum mengembang di wajahnya. Pria itu menoleh dan tersenyum ramah. Jika ditaksir umurnya mungkin sekitar lima puluh tahunan. Rahangnya yang tegas membentuk karakter yang penuh wibawa yang terpancar dari sana. Tatapan matanya teduh, tapi entah mengapa membuat Vira sedikit ada rasa takut di dalam dadanya. Mata itu seakan-akan menyembunyikan sesuatu di dalamnya. "Owh, selamat pagi," kata pria itu. "Berikan saja aku menu sarapan spesial dari restaurant ini." Vira pun mengangguk. Dia menjelaskan tentan menu sarapan spesial untuk hari itu. Si pria mendengarkan dengan saksama, lalu mengangguk menyetujui pesanannya. "Baiklah, terima kasih, Tuan. Pesanan Anda akan datang lima menit lagi. Permisi." Vira pun mengundurkan diri. Pria itu masih menatapnya dengan penuh selidik, lalu mengalihkan pandangan dan kembali menatap lonceng angin. Ada senyum misterius yang mengembang di wajahnya. "Aku menemukan apa yang aku cari, kau sempurna." Dia bergumam. Vira kembali datang membawakannya minuman terlebih dahulu sebelum menu pesanannya diantarkan. "Aaa ... Nona," panggil pria itu. "Iya, Tuan." Vira menjawab dengan hormat. "Aku punya pekerjaan khusus untukmu. Pekerjaan mudah yang akan memberimu uang yang lumayan. Apa kau mau?" Vira mengerutkan dahi, dia tak bisa menerima tawaran itu begitu saja. Apalagi pria itu orang asing yang baru ditemuinya hari ini. "Hei, jangan menatapku curiga seperti itu. Ini kartu namaku. Kau simpan saja dulu, jika kau tertarik dengan tawaranku, kau hubungi saja nomor telepon yang tertera di sini, ya. Nah, ini nomor telepon ini." Vira mengangguk. "Ba-baik, terima kasih." Gadis itu berjalan menjauh. Hatinya bertengkar dengan pikirannya. Hati kecilnya menolak, tapi pikirannya terus meracuninya agar dia mencoba bertanya tentang pekerjaan itu terlebih dahulu sebab siapa tahu dengan cara itu dia bisa mengirimkan uang lebih banyak untuk ibunya. Tapi, hatinya terus berkata pria itu bukan orang baik-baik. Ada hal lain yang berbahaya yang tersembunyi di balik niatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD