Chapter 14

1284 Words
Malam tiba, Aini hendak mandi, namun ternyata sudah ada Shen Mujin yang berdiri menunggunya di depan tenda Aini. "Ada apa?" mata Aini menatap ke arah Shen Mujin, dia menyipit. Untuk apa pria menyebalkan ini datang ke tendaku? Batin Aini. "Hal penting yang ingin saya bicarakan dengan Anda tadi, Nona Aini," ujar Shen Mujin mengingatkan. "Sekarang? Aku ingin mandi, hari ini panas, jadi aku berkeringat banyak," ujar Aini. Aini masih dongkol dengan apa yang terjadi tadi siang di tenda Shen Mujin.  Shen Mujin memperhatikan wajah dan badan Aini yang kotor. Ternyata menjadi relawan itu tidak mudah, banyak hal yang harus dilakukan. Mereka berkontak langsung dengan para korban. Melakukan ini dan itu, membantu yang susah, menghibur yang sedih, harus ekstra sabar, rajin dan tekun, tidak mudah marah, harus terlihat kuat dan sehat. Yang enak adalah menjadi bos. Pikir Shen Mujin. Ya, bos. Aku mengambil keputusan yang tepat. "Baiklah, saya pikir menunggu Anda bersih itu hal baik." Shen mengangguk. Lebih baik lihat penampilan Aini setelah gadis itu mandi. Mungkin bisa menyegarkan pandangan mata Shen Mujin. Sekaligus cuci mata. Aini berjalan masuk ke tenda. Tenda itu tidak terlalu besar namun juga tak terlalu kecil, bisa memuat empat orang, namun Aini hanya tidur sendiri di tenda karena tenda itu adalah fasilitas dari Shen untuknya. Gadis 20 tahun itu dia terlihat mengambil peralatan mandi dan pakaian ganti. Sejenak dia terdiam, lalu dengan cepat dia berjalan keluar dari tenda. "Shen Mujin, mana barang - barangku?!" "...." Lu Yang dan Johni mundur perlahan ke belakang, seperti biasa, pasang kuda - kuda. Hal ini sudah di hafal betul oleh Lu Yang dan Johni. Nona Aini yang di dalam pikiran Lu Yang adalah Nona Muda Basri itu tak segan - segan mengomel ke arah bos besarnya, sedangkan Aini dalam pikiran Johni, dia adalah gadis pemberani tanpa takut apapun, termasuk tak takut ada bos besar Shen. Mata Shen Mujin berkedip - kedip. Barang - barang Aini … dia telah lupa lagi. "Saya pikir setelah kamu mandi akan saya jawab sekaligus dengan hal penting yang ingin saya bicarakan," ujar Shen Mujin, dia mengalihkan pembicaraan, tidak menjawab langsung pertanyaan dari Aini. Shen Mujin menebak, jika dia langsung mengatakan kepada Aini bahwa dia telah lupa lagi dengan barang - barang Aini, maka gadis itu pasti langsung mengamuk padanya.  Aini tidak bodoh, dia tahu ada yang tidak beres, "Aku akan mandi jika kamu berikan barang - barangku sekarang, Tuan Shen." Mata Aini tanpa kedip menatap ke arah Shen Mujin. Dia tidak mau tahu, sudah berminggu - minggu barang - barangnya dibawa oleh laki - laki di depannya, tidak akan dia berikan kelonggaran lagi kali ini. Laki - laki ini ingin mengalihkan pembicaraan, aku tidak sebodoh itu, hum! Aini mendengkus dalam hati. Dia mencemooh Shen Mujin. Kau pikir kamu saja yang pintar? Hum! Dasar dungu! Batin Aini. "Hal itu yang ingin aku bicarakan padamu, namun aku pikir sebaiknya kamu mandi dulu." Shen Mujin berkelit.  Masih saja berusaha menghindar, dasar pria menyebalkan. Batin Aini terasa dongkol. Aini melipat tangannya di d**a. "Aku mau mandi namun tak ada pakaian ganti," ujar Aini. Shen Mujin menaikan sebelah alisnya, "Bukankah seluruh keperluanmu difasilitasi oleh Shen?" "Keperluan apa? Pakaian dalam yang robek - robek itu?" Aini melotot. "Aku muak memakai pakaian itu," ujar Aini jujur. Kali ini dia tidak akan berhati lembut lagi terhadap Shen Mujin. Pria di depannya ini selalu memposisikan dirinya penting, seakan orang lain adalah debu. Jangan panggil dia Aini jika tak mampu bersilat lidah dengan pria di depannya. Aku adalah cucu tersayang kakek Ran! Batin Aini. Siapa yang berani menghadang? Heum!  "Aku tidak nyaman memakai pakaian dalam itu, itu tidak cocok dengan selera kami orang Timur. Pakaian dalam yang diberikan oleh Shen itu tidak layak aku pakai," ujar Aini menggebu - gebu. "Aku di tenda pengungsian bukan di pantai berlibur ria." Shen Mujin terdiam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Aini. Dia berada di tenda pengungsian, bukan di pantai. Lu Yang ini salah terus. Batin Shen Mujin. Lu Yang melihat wajah bos nya, dia sudah tahu, pasti bos akan memarahinya nanti. Buddha, berikan aku kekuatan. Batin Lu Yang berdoa.  Kali ini Aini memasang tampang berwibawa, wajahnya serius Ke arah Shen Mujin, "Tuan Shen, apakah Anda sadar bahwa Anda ini sebenarnya melakukan hal ilegal? Ah, tindakan kriminal dengan membawa barang - barang pribadi milik orang lain? Apakah Anda tahu bahwa saya terlindungi oleh PBB?" Shen Mujin melihat wajah serius Aini. Gadis ini pintar. Batin Aini. "Jangan berpikir saya hanya lulusan sekolah menengah atas, lalu Anda bisa membodohi saya. Saya tidak sebodoh itu, Tuan Shen." Shen Mujin diam.  "Saya tahu Anda adalah keluarga konglomerat, keluarga terhormat dari China daratan, namun saya ingatkan, di atas langit masih ada langit. Bumi berputar layaknya roda," ujar Aini. Baru kali ini dia mengatakan hal blak - blakan seperti itu di depan orang. Dia memang orang berada, ayah, ibu, kakek, dan kakak - kakaknya adalah orang berada dan mampu secara finansial, belum lagi saudara - saudara iparnya. Sepupu - sepupunya, tante dan juga om. Mereka semua orang berada. Namun, dia tak pernah sombong dengan kekayaan yang dia miliki. Meskipun dia tahu bahwa dia adalah anak orang kaya tanpa batas, dia tak pernah mencemooh orang lain, hanya Shen Mujin ini adalah orang pertama.  Shen Mujin tersenyum tipis. Gadis di depannya ini sungguh menarik. Tidak ada orang yang mengingatkannya sebelumnya. Rata - rata orang terlihat takut padanya. Nona muda Basri. Shen Mujin ingat itu. "Sepertinya saya tidak bisa menghindar dari percakapan ini," balas Shen Mujin. "Karena itu saya sarankan agar Anda mandi terlebih dahulu, lalu kita akan membicarakan mengenai ini di dalam tenda saya, sekaligus mengenai kerja sama antara Anda dan Shen." Aini terlihat berpikir, "Baik." Dia mengangguk. °°° Di dalam tenda itu, Shen Mujin duduk berhadapan dengan Aini dipisahkan dengan meja lipat.  Wajah Aini terlihat segar, rambutnya basah karena dia baru saja mandi. Bau shampo Aini tercium di indera pembau dari Shen Mujin. Harum. Rambut hitam itu digerai indah, tanpa make up apapun, namun terlihat sangat elegan. Bibir yang tadi siang menjadi permasalahan antara dia dan Aini, kini berwarna merah muda cerah. "Nona Aini, saya akan mulai diskusi kami," ujar Shen Mujin membuka percakapan. Aini mengangguk, "Lanjutkan," sahut Aini tanpa lama. Jangan buang - buang waktu. Pikir Aini. "Ini telah terhitung selama sebulan Anda berada di sini, dan hampir sebulan Anda menjadi relawan mewakili Group Shen, dari yang saya lihat, Anda sangat berdedikasi dan sangat serius dalam melakukan pekerjaannya Anda. Saya sangat terharu," ucap Shen Mujin. "Terima kasih," ujar Aini singkat. Shen Mujin tersenyum kecil. "Saya ingin tahu, apakah Nona Aini bekerja sama dengan perusahaan lain selain Shen?" "Tidak ada," jawab Aini singkat. Shen Mujin mengangguk, dia sudah tahu. "Lalu mengenai umur Nona Aini …," ujar Shen Mujin sengaja menggantung kalimatnya. "Kenapa dengan umurku? Apa ada masalah dengan umurku? Apakah umur dua puluh tahun tidak bisa jadi relawan? Syarat untuk menjadi relawan salah satunya berumur delapan belas tahun. Ada yang salah?" pertanyaan bertubi - tubi menyerang Shen Mujin. Shen Mujin ini membahas tentang umur. Shen Mujin tersenyum kecil. Gadis ini tidak gampang dibodohi. Dia benar mengatakan bahwa dia tidak mudah dibodohi. Shen Mujin menatap Aini intens, dia mendekat ke arah Aini, kedua siku di tekan di atas meja lipat. "Saya penasaran, bagaimana orang tua dari Nona Aini memberi ijin sangat mudah untuk Anda menjadi relawan jauh dari rumah, mengingat umur Anda sekarang yang masih sangat muda." Aini tak bergerak, dia membalas tatapan intens Shen Mujin. "Kamu sudah tahu mengenaiku, bukan?" Tanpa basa - basi Aini menyimpulkan. Mustahil kalau Shen Mujin belum tahu siapa dia. Meskipun dia hanya memakai nama Aini Anggita, namun barang - barang pentingnya dibawa oleh pria di depannya. Pasti pria itu sudah melihat isi barang - barangnya.  "Tuan Shen, berhubung Anda sudah tahu siapa saya sebenarnya, kembalikan barang - barang saya," ujar Aini sambil menatap serius ke arah Shen Mujin. "Saya adalah orang yang sangat toleran, tidak suka menaikan diri saya, tidak suka memuji diri saya dan juga tidak suka mengekspos siapa saya sebenarnya." "Namun, Anda tahu kekuatan keluarga saya." Shen Mujin tersenyum kecil.  Gadis ini, dia tidak bisa sembarangan sentuh. "Baik, saya akan pulangkan barang - barang kamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD