Rejal tengah membaca dokumen yang Jeffry serahkan kepadanya. Rejal mendongak sesaat melihat Jeffry. Jujur saja, Jeffry adalah orang yang ia percaya, ia suka dengan cara kerja Jeffry yang selalu cepat dan tanggap. Setiap ada hal yang Rejal lupakan, Jeffry akan menjadi orang pertama yang akan mengingatkannya. Pekerjaan Jeffry tidak ada yang mengecewakan dan Rejal suka itu. Tapi, jadi menantu? Sungguh, diluar nalar. Rejal akui, Jeffry orang yang cukup menarik, bahkan berhasil membuat sepupu-sepupu Sarena tertarik. Bahkan ada yang mengajaknya menikah.
Rejal menahan diri, ia tidak ingin merusak suasana paginya dengan mempertanyakan hubungannya dengan Sarena. Rejal cukup terkejut mendengar putrinya itu sudah menjalin kasih dengan Jeffry selama dua tahun. Selama itu?
“Tuan, ada apa? Anda kurang sehat?” tanya Jeffry melihat kegelisahan Rejal.
“Hari ini kita tidak usah ke California,” jawab Rejal.
“Anda sakit? Saya panggilkan Dokter Zen.”
“Tidak perlu.”
“Tapi, Anda kelihatan sangat pucat.”
“Tidak perlu. Saya baik-baik saja,” jawab Rejal. Satu hal yang Rejal akui, selain tanggap, Jeffry juga perhatian kepada keluarganya. Lalu menantu apa yang keluarga ini cari? Semua hal sudah ada pada Jeffry, walaupun Jeffry tidak seperti mereka yang memiliki kekayaan dan berasal dari keluarga bangsawan.
Rintangan yang akan mereka lalui adalah ketika Erang menyatakan tidak setuju pada hubungan Sarena dan Jeffry. Dan, hal itu akan memancing Rejal.
“Kamu mencintai anak saya?” tanya Rejal mendongak menatap Jeffry.
Jeffry membulatkan mata, ia terkejut mendengar pertanyaan Rejal. “Ma-maksud Anda?”
“Jawab saya. Kamu mencintai anak saya?” Rejal mengulangi pertanyaannya.
Jeffry mengelus leher belakangnya. “Anda sudah tahu saya—”
“Ya saya tahu kamu mengencani anak saya. Jadi saya tanya kamu mencintainya?” tanya Rejal lagi, ia tidak akan berhenti bertanya jika tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.
“Iya. Saya mencintainya, sangat mencintainya,” jawab Jeffry. Terlanjur basah sudah, jika ia diusir dan dipecat dari pekerjaannya, artinya ia harus melawan keluarga Fandrana secara terang-terangan. Ia tidak akan menyamar atau apa pun itu. Karena Sarena mengacaukan segalanya.
“Yang penting kamu mencintainya itu sudah cukup.” Rejal mendesah napas halus.
Jeffry menoleh dan menatap Rejal, ia bingung. Alih-alih memecatnya, Rejal malah mengatakan itu sudah cukup? Lalu bagaimana hubungan Sarena dan Jeffry?
“Jaga anak saya, kalau kamu menyakitinya, sama halnya kamu melawan keluarga Fandrana.” Rejal menoleh sesaat dan kembali fokus pada dokumen diatas pahanya.
“Maksud Anda?”
“Mungkin akan banyak rintangan yang akan kalian lalui termaksud restu keluarga. Tapi, buktikan bahwa kamu mampu menjaga anak saya.”
Jeffry bingung dengan sikap Rejal, alih-alih memberitahunya menjauhi Sarena, Rejal malah menyuruhnya untuk menjaga Sarena. Jadi, Rejal merestui hubungan mereka?
“Jadi, Anda merestui hubungan kami?” tanya Jeffry.
“Saya akan merestui kalian tergantung sikap kalian.”
“Saya akan menjaga dan mencintai Sarena segenap hati saya.”
“Buktikan itu.”
“Heem. Saya akan buktikan, Tuan.” Jeffry tersenyum, akhirnya satu rintangan mereka lalui. Rejal merestui hubungan mereka.
Semua ini demi Sarena. Sarena adalah anak kesayangannya, jika tidak direstui hubungannya dengan Jeffry, Rejal tahu apa yang akan Sarena lakukan. Jadi, daripada kehilangan putri kesayangannya, Rejal memilih merestui hubungan mereka.
Rejal juga tahu Jeffry seperti apa, dia orang yang pintar dan tanggap. Semua hal akan lebih mudah jika bersamanya. Andai Jeffry orang kaya dan memiliki sedikit harta, sudah pasti Jeffry adalah laki-laki sempurna dan sangat cocok untuk menjadi menantunya. Namun, Rejal membelakangi satu hal yang menjadi utama dalam penilaian keluarganya. Yang penting Sarena bahagia, Rejal tidak akan pernah melawan restu putrinya.
Ia lebih baik merestui daripada kehilangan Sarena, putri kesayangannya yang begitu ia sayangi, semenjak kepergian istrinya, orang yang paling harus Rejal jaga dan sayangi adalah Sarena.
Jeffry tersenyum simpul, ia menyeringai dan merasa bahwa tujuannya sudah dekat, rintangan yang paling ia ragukan adalah Rejal, namun Rejal sudah merestui hubungan mereka. Jadi, rintangan yang ada didepan sana akan lebih mudah.
Sarena menghampiri sang Ayah dan duduk dihadapannya. Lalu maid menuangkan teh hangat dari teko. Sarena menyesapnya, lalu menoleh menatap Jeffry yang saat ini berdiri disebelah ayahnya. Sarena memainkan matanya, membuat Jeffry berkedip bahagia.
“Apa kamu tidak mau bekerja di perusahaan?” tanya Rejal menyesap teh hangat itu.
“Tidak, Dad. Aku tidak tertarik bekerja di perusahaan.”
“Memangnya kenapa? Lalu apa kegiatanmu? Mau seperti ini saja?”
“Menikmati uang Daddy saja sudah cukup.”
“Kamu tidak mau usaha atau apa yang menjadi keahlianmu?” tanya Rejal.
Sarena menoleh sesaat melihat Jeffry. “Sebenarnya ada yang ingin aku lakukan.”
“Apa itu?”
“Menikah?” Sarena tertawa kecil.
“Astaga. Apa hanya pernikahan yang ada dipikiranmu? Kamu pikir menikah itu seindah yang kamu pikirkan? Menikah itu butuh kesiapan dan butuh pemikiran yang matang.” Rejal menggeleng.
“Terus kalau aku meminta dibukakan usaha, Daddy mau?”
“Daddy mau lah. Asal kamu punya kegiatan kan? Usiamu juga sudah 24 tahun. Sudah cukup untuk memiliki usaha sendiri.”
“Terus bagaimana kuliahku?”
“Cari usaha yang tidak akan mengganggu kuliahmu.”
“Bagaimana kalau membuka resto?” tanya Sarena.
“Kamu mau Daddy buka kan resto?”
“Mau kalau Daddy mau.”
“Tentu saja Daddy mau. Membuka restoran adalah hal kecil buat Daddy.”
“Oke deh. Aku mau. Menjadi owner resto.”
“Nanti Jeff yang akan mengurus semuanya,” kata Rejal.
Sarena mengangguk.
“Cari lokasi yang strategis,” titah Rejal.
Tak lama kemudian Erang datang, bersama Alvindo dan istrinya. Erang duduk dikursi kebesarannya, Rejal melihat putrinya sesaat. Rejal menggelengkan kepala memberi kode kepada Sarena, agar tidak mengatakan tentang hubungannya pada Erang. Sarena mengangguk, ia paham apa yang ayahnya inginkan.
“Kenapa kalian diam? Tadi saya dengar kalian membicarakan sesuatu.” Erang menautkan alis.
“Sarena mau membuka resto.”
“Kamu mau buka resto? Kenapa tidak kerja di perusahaan saja?” tanya Erang.
“Aku tidak mau, Gepa. Aku tidak suka bekerja di perusahaan.”
“Kenapa kamu tidak suka? Apa alasannya? Kamu kuliah bisnis juga kan untuk perusahaan. Bantu lah kakakmu mengurus perusahaan,” kata Erang. “Agar nanti ketika keluarga Giozan datang melamar, kamu bisa membanggakan hal itu.”
“Menjadi anggota keluarga Fandrana kan sudah membuatku bangga,” kata Sarena.
“Menjadi anggota keluarga Fandrana saja tidak cukup, Saren.”
“Gepa, aku mohon. Aku mau menjadi owner perusahaan. Kan ada Kak Alvindo yang urus perusahaan.”
“Bagaimana cara membanggikan warisan pada kalian? Zen menjadi dokter, kamu mau menjadi owner resto, dan apa yang bisa Alvindo lakukan jika dia hanya sendirian?” tanya Erang.
“Kan ada kak Aston.”
“Aston mengurus perusahaan lain, Saren.”
“Tapi kan itu sama halnya membantu Kak Alvindo mengurus perusahaan.”
“Jika nanti kamu menikah dengan Giozan. Gepa akan menyuruhnya membantu Alvindo mengurus perusahaan.”
“Gepa, kan Gepa tahu Giozan juga punya pekerjaan dan perusahaan, kenapa Gepa mau menyuruh Giozan membantuku? Aku tidak mau dan tidak akan pernah menyukainya. Aku kan bisa mengurus perusahaan sendiri. Lalu kenapa kalau Zen jadi dokter? Kenapa kalau Sarena menjadi owner resto? Kan itu tidak membuat mereka meninggalkan keluarga Fandrana,” kata Alvindo tak suka dengan apa yang sang kakek katakan. Karena ia ingin menguasai perusahaan sendirian.
“Ini untuk membantumu, Alvin.”
Zen menjadi dokter walaupun dia anak kedua dan berhak atas perusahaan, tapi dia memilih menjadi dokter agar tidak terjadi perebutan warisan antara dia dan beberapa saudaranya. Sarena pun melakukan hal yang sama karena tak tertarik dengan semua itu.
Satu-satunya yang memiliki ambisi kuat untuk mengurus perusahaan dan memilikinya adalah Alvindo dan istrinya.