Hari berjalan seperti biasanya, Sarena pulang ke rumah lebih dulu dan beberapa menit kemudian Jeffry menyusulnya. Mereka sengaja pulang tidak berbarengan karena takut dicurigai. Mereka baru pulang dari hotel, dua hari ini menginap di hotel dan menghabiskan waktu bersama. Sarena tak ingin pulang ke rumahnya, ia ingin tetap bersama Jeffry, namun ia juga tidak lupa tugas dan pekerjaan Jeffry sebagai asisten sang Ayah.
“Darimana kamu, Saren?” Pertanyaan yang Sarena dengar ketika baru akan memasuki lift.
Sarena menoleh, lalu melihat Ibu sambungnya, istri sang Ayah. Sarena membuang napas halus dan berkata, “Apa urusanmu aku mau kemana?”
“Jaga bicaramu. Saya ini Ibumu,” katanya—Sindra Rejal Frandana—ibu sambung Sarena yang bergabung dengan keluarga ini 6 tahun yang lalu ketika usia Sarena baru 18 tahun, ia membenci Sindra, karena perempuan parubaya itu masuk ke rumah ini ketika ibunya baru saja meninggal beberapa hari yang lalu.
“Apa? Ibu? Sudahlah. Jangan bercanda dipagi hari.”
“Kamu sudah dua hari tidak pulang. Salah kalau saya bertanya kamu darimana?”
“Salah. Karena yang kamu tanya itu bukan anakmu.”
Sindra terdiam, sikap Sarena tidak pernah berubah selalu saja membuatnya terpuruk dengan omongannya. Sarena juga tidak pernah menganggap Sindra ibunya. Walaupun sang Ayah memintanya untuk memanggil dengan sebutan ‘Mommy’, semua ini adalah kehidupan sang Ibu sebelum meninggal, namun diambil alih oleh Sindra ketika ibunya baru saja meninggal.
Sarena tidak akan terima apa pun yang telah terjadi dalam hidupnya. Ia tidak semudah itu menerima orang baru di dalam hidupnya walapun Sindra sudah memperlihatkan atau menunjukkan sikap yang baik padanya.
“Kamu darimana saja, Saren?” Kali ini pertanyaan itu datang dari Kakak laki-lakinya yang tertua—Alvindo namanya dan istrinya Regina, dan putranya yang berusia 13 tahun bernama Vano, ketiganya baru saja keluar dari lift.
Rumah sebesar ini memiliki anggota keluarga yang lengkap, Ada Kakek dan Nenek yang tertua, ada ayah dan ibu sambungnya, ada kakak laki-lakinya yang pertama bersama istri dan anaknya Alvindo, Regina dan Vano, ada kakak laki-lakinya yang kerdua bersama istrinya dan belum punya anak Hamers dan Talita, lalu kakak laki-lakinya yang ketiga sudah punya istri juga Hans dan Lensi, dan anak terakhir adalah Sarena yang tengah dipaksa untuk menikah dengan seorang pengusaha kaya raya. Lalu pamannya yang lain dan saudara ayahnya yang lain tinggal di rumah yang berbeda.
“Saren, kamu tidak mendengarkanku?” tanya Alvindo sekali lagi.
“Aku baru datang, Kak,” jawab Sarena.
“Darimana kamu dua hari?”
“Dari rumah Jeje.”
“Kenapa kamu kalau pergi tidak pernah mau mengabari? Akhirnya Gepa dan Gema menanyakanmu terus.”
Sarena terdiam dan berkata, “Sudah lah, Kak. Aku mau istirahat.”
“Tidak sarapan?” tanya Alvindo.
“Nanti saja.”
“Saren, sarapan dulu lah setelah itu istirahat.”
Sarena tidak mendengarkan perkataan sang Kakak dan langsung masuk ke lift.
“Kamu kayak tidak tahu adikmu saja,” kata Sindra, ibu sambung mereka.
Rejal tengah membaca majalah bisnis yang memuat artikel anak pertamanya, dengan senyum terukir diwajahnya, ia meraih kopi didepannya dan menyesapnya, sementara Jeffry berdiri disamping pria parubaya itu.
“Jeff, kamu sudah cari tahu tentang apa yang terjadi di perusahaan?” tanya Rejal menoleh sesaat melihat Jeffry.
“Sudah ada gambaran, Tuan. Sepertinya sore ini kita akan tahu siapa yang diam-diam menghasut para pemegang saham.”
“Oke, atur semuanya dan jangan biarkan dia lolos.”
“Baik, Tuan.”
“Dua hari libur kamu kemana saja?” tanya Rejal. “Kamu datang dengan perasaan berbunga-bunga. Bahkan tadi kamu sempat bersiul. Bertemu kekasih?”
“Iya, Tuan. Saya bertemu dengan kekasih saya. Dan, kami menginap di hotel.”
“Wah. Bagus. Lanjutkan. Kamu bisa melakukan apa saja karena kamu seorang laki-laki.”
Jeffry mengangguk.
Rejal tak tahu saja jika yang dimaksud Rejal adalah Sarena, bagaimana jadinya dan apa yang akan terjadi jika Rejal tahu bahwa yang dimaksud Jeffry adalah putrinya? Apakah semua akan tetap terkendali seperti biasa?
“Dad,” kata Alvindo datang dan duduk dihadapan sang Ayah.
“Ada apa?”
“Daddy tahu kan proyek yang di Onston?”
“Iya.”
“Proyek itu membutuhkan 1juta dollar.”
“Kapan proyek itu selesai?” tanya sang Ayah.
“Secepatnya jika 1 juta dollar itu sudah cair. Proyek akan kembali berjalan.”
“Kamu sudah menemukan pabrik yang cocok?”
“Tinggal tahap pembangunan. Lokasinya sudah aku temukan.”
Rejal mengangguk lalu menoleh melihat Jeffry. “Kamu dengar sendiri kan? Kirimkan Alvindo uang yang dia minta dan nanti lihat perkembangan proyeknya yang di Onston.”
“Baik, Tuan,” jawab Jeffry.
“Kamu bukannya libur, Jeff?” tanya Alvindo.
“Saya sudah bisa kembali bekerja.”
“Kok bisa ya, kamu dan adikku yang cerewet itu bersamaan pulangnya. Dia baru pulang hari ini setelah dua hari menginap di rumah Jeje, lalu kamu baru datang bekerja setelah libur juga dua hari,” kata Alvindo. Sementara tatapan Jeffry mengarah pada Rejal yang tengah diam dan berpikir.
“Jadi, maksudmu Jeffry dan Sarena bersama?” geleng Rejal.
“Ya tidak mungkin, Dad. Maksudku bersamaan.”
“Oh Daddy pikir kamu mengira Jeffry dan Sarena bersama-sama.”
“YA tidak mungkin lah. Sarena punya selera yang tinggi, tidak mungkin dia mau selera pada Jeffry.” Alvindo melanjutkan.
“Memangnya kenapa dengan Jeffry? Dia tampan dan menawan.”
“Ya Jeffry tidak punya apa-apa.”
“Maksudnya hanya sebagai asisten Daddy?” tanya Rejal.
“Iya.”
“Menjadi asisten juga adalah pekerjaan, Alvin. Jadi, jangan menghinanya.”
“Daddy selalu saja membelanya. Anak Daddy itu Jeffry atau aku sih?” tanya Alvindo.
“Pertanyaanmu seperti itu terus.” Rejal menggelengkan kepala.
Apa yang dibicarakan Rejal dan Alvindo membuat hati Jeffry sakit dan ingin sekali cepat melakukan aksinya agar keluarga ini terbunuh olehnya seperti yang keluarga ini lakukan pada keluarganya.
Tidak ada kata maaf bagi mereka, apa yang Jeffry lakukan dan menyamar sebagai asisten Rejal, hal itu untuk mempermudah aksinya.
Mereka bercerita tentang bisnis yang ada di Onston, semuanya didengar Jeffry dan Jeffry akan melakukan aksinya lagi.
Tidak ada yang tahu jika Jeffry adalah kekasih Sarena dan juga orang terkaya yang mengalahkan kekayaan keluarga ini. Tidak ada yang tahu bahwa dia ahli waris keluarga Maxime yang menjadi musuh bebuyutan keluarga Fandrana. Hanya karena sebuah bisnis, keluarga Fandrana membunuh keluarga Maxime dengan sangat kejam.
Jeffry akan membalaskan dendam keluarganya pada keluarga ini. Ia akan membuat keluarga ini menyesal dan terbunuh juga. Apa pun yang dilakukan keluarga ini akan dilakukan Jeffry.
“Daddy masih ingat keluarga Maxime, ‘kan?” tanya Alvindo. Tiba-tiba saja Alvindo membahas keluarga Jeffry. Jeffry memasang telinganya dengan baik.
“Kenapa dengan keluarga itu?”
“Ternyata mereka masih berjalan diatas kita.”
“Maksudnya?”
“Anak tunggal atau ahli waris keluarga Maxime itu masih hidup dan kini bisnisnya sudah memasuki pasar dunia.”
“Lalu? Apakah itu akan mengurangi pendapatan dan saham kita? Tidak kan?”
“Tentu saja akan mengurangi pendapatan kita. Apa yang kita luncurkan, mereka juga akan meluncurkannya.”
“Tapi desain tetap berbeda. Jadi, biarkan saja.”
“Dad, aku curiga di perusahaan ada mata-mata keluarga Maxime.”
“Jangan sampai kamu melakukan hal yang sama.”