Topeng gengsi

3252 Words
Fiona membantin karena kesal. ‘Kamu gila! Mengapa kamu mempertanyakan hal itu? Dia tidak menyukaimu dan dia memiliki wanita lain. Bukankah kamu seharusnya senang?’ ‘Tapi, apa maksud dari perasaan ini?’ Fiona tidak ingin memikirkan lebih jauh. Dia merasa bersalah dengan Rafael ketika pria itu kembali ke kamar tidur utama. Stefany menatapnya dengan hati-hati dan berpose menggoda. “Tuan Rafael, ayo...” Rafael menatapnya dengan dingin dan melototinya. “Pergilah kamu ke kamar mandi!” Stefany tertegun dan memaksakan senyumnya. “Tuan Rafael, kamu ingin aku pergi ke mana?” “Tidak bisakah kamu memahami bahasa manusia? Ke kamar mandi! Kamu membuatku mual!” suara Rafael semakin dingin. Ekpresi Stefany berubah dan dia tidak bisa menahan keluhannya, “Tapi, Tuan, Nyonya Sheryn ingin kita segera punya anak.” “Karena itu idenya, kamu bisa punya anak dengannya. Sekarang pergi dari hadapanku. Aku memberimu 1 menit. Jika kamu masih ada di sini, jangan salahkan aku jika aku melukaimu.” Sorotan mata Rafael sangat dingin ketika dia berbicara dengan Stefany. Tidak berani menanttang otoritasnya, Stefany berlari ke kamar mabdi tanpa membawa selimut. Rafael berdiri di samping jendela dengan tatapan yang bingung tampak di matanya. Tidak ada yang percaya dengan ceritanya di balik keplayboyannya. Meski, dia memiliki banyak wanita di sampingnya tetapi dia tidak pernah menyentuh mereka selama ini. Dia membatin tentang Fiona. ‘Rafael, mengapa kamu menjadi bodoh! Dia tidak akan mencintaimu lagi seperti dulu! Ingat itu. Sudah tidak lagi ada cinta yang tertinggal untukmu. Lagi pula ada banyak wanita di dunia ini. Mengapa harus mencintai dia!’ “Sial!” Rafael mengantam cermin tanpa sadar dengan tinjunya. ‘Fiona. Meskipun, kamu mencintai dokter Adit aku tidak akan membiarkanmu pergi. Jika tidak ada cinta, maka biarlah rasa sakit itu datang. Bahkan, jika rasanya perih, tetapi aku tidak akan melepaskanmu.” Dengan begitu, Rafael mengeluarkan ponselnya dan menelpon ibunya. Sementara di sisi lain, wanita itu mengerutkan keningnya ketika melihat nama si penelpon. “Rafael, Ada apa kamu menelponku jam segini?” Nada suara Nyonya Sheryn terdengar senang. “Apakah kamu puas dengan Stefany itu?” Wanita tua itu memilih Stefany berdasarkan selera standar Rafael. Terdengar suara Rafael yang mengeluh di ujung telpon. “Ma, aku tidak membutuhkanmu untuk mencarikanku seorang wanita!” Nyonya Sheryn mengerutkan kening ketika dia berkata, “Rafael, aku tidak peduli dengan wanita-wanita mana yang ingin kamu tiduri. Tetapi jika menyangkut keturunan keluarga, wanita yang melahirkannya haruslah bersih. Jadi, apakah kamu tidak menyukai Stefany?” Rafael menyipitkan matanya. “Bukankah aku sudah mengabulkan keinginan Papa dulu menikah dengan Fiona? Sekarang apa yang membuatmu tidak puas? Aku memiliki istri sekarang. Cepat atau lambat aku akan memiliki anak.” Nyonya Sheryn menyeringai dingin di balik telpon. Dia berkata dengan tegas. “Jangan coba-coba untuk membohongi aku. Bahkan, kamu tidak pernah menyentuh Fiona kecuali kamu mabuk! Pokoknya, Mama enggak mau tahu. Kamu harus punya anak lagi!” “Tidak! Aku tidak membutuhkan wanita lain untuk mengandung anakku!” Rafael berkata dengan keras kepala. “Baiklah, aku tidak akan memaksa kamu menyukai stefany tetapi katakan padaku wanita seperti apa yang kamu inginkan. Mama akan mencari yang lain untuk mengandung anakmu.” Meskipun Fiona tidak mencintainya lagi, tetapi hanya dialah yang berhak melahirkan anaknya! Nyonya Sheryn melembutkan suaranya ketika menyadari kemarah putranya. “Rafael, Mama ingin memiliki cucu lebih cepat. Apakah permintaanku terlalu sulit?” Suaranya terdengar sedih sehingga membuat rafael tidak bisa berdaya. “Rafael, apa Stefany tidak sesuai dengan seleramu? Bagaimana jika aku mencarikan wanita lain untukmu? Nyonya Sheryn terisak. “Tidak perlu.” Rafael menghela napasnya. “Kalau begitu kamu...” “Stefany bisa tinggal.” “Baiklah.” Wanita tua itu langsung merasa puas. “Kalau begitu, segeralah memberikan cucu padaku.” Sementara dia puas sedangkan rafael teraniaya. Meskipun, dia ingin mengusir Stefany, dia tahu apa yang akan terjadi. Baegitu gadis itu pergi, akan ada gadis lain yang datang. Jika masalahnya seperti itu, maka akan lebih baik membiarkan gadis ini tinggal sementara waktu sampai dia memikirkan cara yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah ini. Keesokan harinya, Rafael menemukan Stefany meringkuk di sudut kamar mandi. Cuaca dingin dan dia hanya menggenakan piyama tipis. Jika bukan karena udara hangat di kamar mandi, dia mungkin sudah mati kedinginan malam itu. Rafael berkata dengan dingin padanya, “Lain kali kamu bisa membawa kasur dan selimut untuk tidur di kamr mandi. Kamu tidak diizinkan untuk muncul di depanku.” Gadis itu menjadi takut pada Rafael setelah dia melalui cobaan semalam. Maka, dia hanya bisa mematuhi perkataan pria itu. Seketika pintu kamar tamu berderit terbuka. ‘Fiona pasti sudah bangun.’ Ekpresi rafael berubah dan tiba-tiba dia memeluk Stefany. Stefany tertegun karena terkejut ketika dia melihat Rafael memeluknya sambil berjalan ke luar kamar. Benar saja, Fiona telah bangun dan kini berdiri di depan kamar tamu. Rafael meliriknya. Wajahnya mengukir sekelebat senyum sinis. Dia mengulurkan tangannya dan mengangkat dagu Stefany. “Sayang, kamu cantik sekali.” Mata Stefany berbinar-binar karena gembira. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara manjanya, “Rafael, kamu nakal.” Rafael sengaja mendekat. “Apakah kamu tidak menyukainya?” Stefany tersipu. Entah bagaimana seseorang melihatnya dari dekat, wajah Rafael sangat tampan. Gadis itu tersentak karena kaget. Tentu saja, dia akan memanfaatkan kesempatan ini. Sementara Fiona sedang berjalan keluar pintu ketika dia melihat adegan penuh gairah antara Rafael dan stefany. Meskipun, dia sudah siap dengan pemandangan seperti itu, dia masih merasakan tekanan di hatinya. Setelah menarik napas dalam-dalam untuk menekan rasa tersiksa di dalam dirinya, Fiona berusaha untuk mengalihkan pandangannya. Kemudian, dia mengambil tas dan meninggalkan rumah dengan santai. Rafael terus menatap ke arah Fiona. Ketika dia melihatnya pergi tanpa reaksi apapun, ada amarah yang melonjak terlintas di matanya. Senyum memikat di wajah pria itu telah memudar. Dia menatap dingin ke arah Stefany sambil melepaskan lengan gadis itu di lehernya. “Rafael.” Stefany masih menatap pria itu dengan pesonanya. Tetapi wajah Rafael menunjukan rasa jijik padanya. Dia berkata dengan dingin, “Keinginan ibuku bukanlah keinginanku. Kamu gadis yang pintar seharusnya kamu tahu apa maksutku?” Stefany memucat ketika dia menyadari bahwa dia tidak dapat memahami Rafael. Pria itu menginstruksinya sebelum dia berbalik pergi, “Kamu sebaiknya tahu diri.” Dengan begitu, pintu vila ditutp dengan keras. Wajah menawan Stefany langsung berubah kesal. ‘Ini pasti karena Fiona sialan itu! Dia penyebabnya! Wanita itu pasti telah melakukan sesuatu! Rafael tidak ingin menyentuhku. Dasar wanita tidak tahu malu!’ Di sisi lain, sebuah mobil mewah berhenti di samping Fiona. Jendela mobil itu diturunkan sehingga memperlihat sosok pria tampan. Dia berkata dengan dingin. “Masuklah.” Fiona meliriknya dan menggertakan gigi. “Tidak, aku akan naik bus umum.” Rafael menyipitkan tatapannya yang mengancam. “Apakah kamu sengaja ingin membuat masalah?” Bahkan, dia belum menyelesaikan masalah kemarin tetapi wanita itu marah dengannya. “Tidak!” Fiona bersuara dengan lantang. “Bukannya kamu memikirkan mantan pacarmu?” Rafael mengejeknya. Fiona menatap Rafael dengan dingin. “Kalau begitu pergilah dan jangan mengangguku!” “Kamu...” Emosi Rafael melonjak ketika dia melihat Fiona yang semakin membantahnya. Bukankah wanita ini dulunya sangat patuh padanya tetapi mengapa dia menjadi arogan padanya. Melihat respon Fiona yang masih diam. Rafael meninggikan suaranya ketika dia memerintah Fiona dengan tegas, “Masuklah! Ada meeting mendadak di kantor! Jangan sampai terlambat atau aku akan menghentikan biaya tagihan perawatan Pamanmu, mau?” “Tidak.” Fiona menyela dengan cepat. Dia mendesah tanpa daya dan mematuhinya tanpa berkomentar. Keheningan menyelimuti mobil, Fiona tidak dapat menahan diri untuk tidak melirik ke arah Rafael beberapa kali. Terdengar suara tidak ramah, “Ada apa?” ‘Sial. Dia tahu aku meliriknya’ Fiona segera mengalih pandangannya. “Katakan saja apa yang ingin kamu katakan.” Fiona menggertakan giginya ketika dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, “Apakah kamu dan Stefany?” “Kami baik-baik saja. Mamaku sangat tahu seleraku. Gadis itu bertubuh seksi dan sangat menggoda. Dia juga sangat manis dan berbeda dengan kamu.” Fiona merasa malu karena telah mengajukan pertanyaan ini. Dia terdiam ketika dia mendengar suara rafael yang bercerita, “Kalau begini aku bisa menyelesaikan misi Mama dengan cepat. Itu membuat Stefany hamil.” Otot punggung Fiona menegang tanpa disadarinya. Dia berkata dengan pura-pura tenang, “Itu bagus.” Tiba-tiba mobil berhenti di pinggir jalan. Rafael menyipitkan matanya sambil menyeringai dengan dingin. “Apa menurutmu itu bagus?” Fiona mengangguk. “Tentu, lagi pula kamu tidak ingin aku melahirka anak dari benihmu, bukan begitu? Jadi biarlah wanita lain saja yang melakukan itu untukmu!” Perkataan Fiona membuat amarah Rafael semakin meluap. ‘Wanita ini!’ Dia semakin geram ketika tangannya tergepal diam-diam. Rafael mengatupkan giginya ketika dia berkata dengan marah pada Fiona. “Hah! Kamu itu istri yang baik!” “Terima kasih.” Fiona menjawab dengan singkat. ‘Apa? Terima kasih? Dasar wanita bodoh! Tidak sadarkah dia bahwa aku mencintainya!’ rafael mengutuknya di dalam hati. Tanpa berkomentar lagi, Rafael menginjak pedal gas dengan keras sehingga mobilnya kembali meluncur ke kantornya. Tidak lama kemudian, Fiona diturunkan Rafael 1000 meter dari kantornya. Dia bertemu dengan temannya begitu dia masuk ke gerbang, pria itu mengajaknya untuk sarapan pagi. Fiona akhirnya pergi bersamanya. Pria itu memberinya secangkir teh hijau untuk Fiona sambil berkata, “Minumlah.” Fiona mengangguk dan menerimanya. Tiba-tiba suara dingin terdengar di belakangnya, “Aku haus.” Ketika mereka berbalik, mereka melihat sosok pria dengan tatapan dingin berdiri di belakangnya. Itu Rafael. Mathew tertegun. “Kalau begitu aku akan memberikanmu nomor telpon untuk mengirimkan minuman untukmu.” Dia mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan nomor untuk bosnya. Rafeal langsung dongkol. Bagaimana mungkin perusahaannya memiliki orang bodoh seperti dia? “Aku ingin minum sekarang,” Rafael berkata dengan tegas. Barulah Mathew menyadari. Dia menawarkannya dengan ragu-ragu, “Presdir, apakah kamu ingin aku yang membelikanmu?” Rafael merasa geram dengan pria bodoh di depannya hingga dia tidak berkomentar sedangkan Fiona mengerutkan bibirnya karena menahan tawa. Fiona menyerahkan tehnya agar dia bisa menghindari Rafael. “Ini untukmu.” “Hmm.” Rafael mendengus dingin ketika menerima minuman itu sebelum pergi. Begitu Rafael pergi, Mathew berkata dengan sedih, “Rasanya sangat enak. Fiona, aku akan membeli untukmu lagi besok.” “Tidak apa-apa,” Dia menolak dengan lembut. Dia meyakini bahwa Rafael akan mengambilnya lagi meskipun Mathew sering membawakannya minuman atau makanan. Walaupun dia tidak menyukai minuman itu. Fiona hendak memesan makanan bersama dengan teman-teamnnya di kantor. Tiba-tiba seorang kurir masuk. “Apakah kalian tahu di mana Nona Fiona berada?” Fiona tertegun dan berkata, “Aku, ada apa?” Kurir itu berjalan sambil tersenyum. “Presdir Rafael bilang dia telah memakan sarapanmu, jadi dia ingin membayarnya dengan ini padamu.” Pria itu menyerahkan kotak makanan itu kepada Fiona ketika dia berbicara dengan Fiona. Akhirnya, semua orang berkumpul untuk menonton. “Baiklah, selamat menikmati.” Kurir itu berbalik dan pergi. Fiona tercengang melihat kotak makanan yang banyak. Dia kehilangan kata-katanya. Itu hanya secangkir teh tetapi pria itu membelinya makanan yang enak dan juga berasal dari restoran yang mewah. Fiona tidak ingin memikirkannya, maka dia mengajak teman-temannya untuk menikmati sarapan bersama. “Mari, kita sarapan bersama.” Semua orang bersorak dan menyantap sarapan. Mathew berkata dengan senang, “Presdir ini luar biasa. Bubur kepiting ini sangat enak. Besok aku akan membawakan teh untuk ditukar dengannya.” Setelah semua orang selesai menyantap sarapan mereka, dia kembali ke tempatnya dan duduk di depan komputernya. Sebuah email muncul begitu dia duduk. “Bagaimana sarapannya?” email itu dari Presdir Rafael. Fiona menjawab dengan ketus. “Tidak perlu membelikan makanan apapun di masa datang. Aku sibuk, tolong jangan ganggu aku. Mengerti!” Rafael menggertakan giginya karena kesal. ‘Ish wanita ini.’ Dia mengupatnya dengan geram seolah dia ingin mencekik wanita keras kepala dan sok jual mahal itu. Rafael merasa frustasi dengan membaca balasan email dari Fiona. Namun, dia merasa lebih baik ketika melihat teh duduk nyaman di tong sampah. Dia berusaha istrinya berdamai dengan masa lalu dan mencegah pelamar barunya. Pekerjaan siapa yang lebih sulit dariku? Ponselnya berdering ketika hatinya tertekan dan dia mendengar suara dari ujung telpon. “Rafael.” Itu adalah suara Nadine. Alis Rafael terangkat. “Ternyata kamu cukup mampu untuk masuk ke saluran telponku.” Nadine tertawa senang. “Aku bisa melakukannya dengan caraku sendiri.” “Apakah ada yang penting? Kalau tidak ada, aku sangat sibuk..” Rafael hendak menutup telpon. “Tunggu. Rafael, aku telah melakukan penyelidikan tentang Fiona dan ada sesuatu yang harus kamu tahu.” Nadine menyela hingga gugup. “Maaf, aku tidak tertarik...” Wanita itu dengan cepat memberikan informasi tentang Fiona pada Rafael. Teapi, sayangnya pria itu mengabaikannya. Dia tidak butuh orang untuk menjelek-jelekan istrinya. Dia sudah tahu tentang istrinya. Seseorang yang tulus tidak membutuhkan detail seseorang untuk diketahuinya demikian juga dengan orang-orang yang tidak tulus maka sebagaimana pun penjelasannya tetap tidak akan berarti untuknya. Dengan begitu, Rafael langsung menutup telponnya. Nadine menggepalkan tangannya dengan erat dan membuang ponselnya. ‘Sial!’ ‘Apa yang dilakukan Fiona pada Rafael? Bagaimana bisa dia menutupi mata Rafael?’ Wanita itu merasa frustasi dengan respon pria yang dicintainya. Dulu pria itu sangat mencintainya tetapi sekarang dia membencinya. Dia merasa sangat menyesal telah menoreh luka dalam hidup pria itu ketika dia keteahuan selingkuh dengan pria lain. Namun, dia tidak akan menyerah. ‘Aku akan merebut hati Rafael kembali! Tidak ada yang bisa mengambilnya dariku!’ Kedatangan Adit membuyarkan lamunan Nadine yang kesal dengan Fiona. “Ibu memasak sup kurma dan bistik untukmu. Ayo, turun.” “Aku akan segera datang.” Nadine berdiri sambil tersenyum. “Kamu kenapa melamun sendiri? Apa ada yang mengusikmu?” tanya Adit dengan bingung ketika dia memperthatikan Nadine. “Itu berkatain dengan Rafael.” Mata Nadine menjadi suram ketika dia menyahuti Adit. “Apakah kamu yakin dengan itu?” Pria itu terus bertanya ketika rasa ingin tahunya tinggi. “Tentu, mengapa tidak. Akua akan merebut kembali Rafael dari Fiona. Wanita itu menghalangi langkahku.” Nadine berkata dengan nada yang berapi-api. “Fiona.” Adit tercengang ketika nama itu disebut. "Iya. Fiona. " Nadine menatap Adit dengan aneh. “Kakak, kenapa kamu begitu kaget? Apakah kamu mengenal Fiona?” Dia hanya bertanya pertanyaan sederhana dan tidak pernah terbesit di pikirannya bahwa kakaknya memiliki hubungan dengan Fiona. "Aku pernah bertemu dengan Fiona beberapa kali ketika aku bersama Laura. Aku pikir dia adalah salah satu pacar Rafael tetapi ternyata dia adalah istrinya.” Adit menekan keerkejutannya ketika dia menjelaskan siapa Fiona. ‘Fiona menikah dengan Rafael.’ Adit merasa dia mengenali wanita itu. Dia bisa mendengar suara yang tergiang di pikirannya secara tiba-tiba. ‘Iya, aku sangat bahagia. Apakah menurutmu kita bisa bersatu?’ ‘Tentu saja, aku yakin itu.’ ‘Fiona.’ Kepala Adit mendadak terasa sakit. Mengapa percakapan itu berputar di kepalanya? Apakah itu ilusi? Jika itu adalah ilusi, mengapa hal itu tampak begitu nyata? Mengapa dialog ini tidak ada dalam ingatannya?’ “Hmm. Kurasa Rafael dan Fiona tidak akan bertahan.” Suara geram Nadine menyadarkan Adit dari pikirannya yang tenggelam. Adit mengerutkan keningnya ketika dia bertanya, “Kenapa kamu begitu yakin?” “Karena aku tahu Nyonya Sheryn tidak menyukainya. Sepertinya dia hanya mentolerirnya karena alasan khusus. Lagi pula, dia hampir menikah dengan kekasihnya!” Nadine berkata dengan sinis. “Mantan kekasih?” Tangan Adit tiba-tiba gemetar. Dia merasa kebenaran akan segera terungkap. Bahkan, dia telah menyelidiki informasi Fiona sebelumnya, tetapi mengapa dia tidak menemukan hal itu? Nadine mengangguk dan dia menjelaskan lagi tentang Fiona. Dia bahkan mengatakan bahwa Fiona memiliki akun yang berinisial FA. Dia telah mengistruksi seseorang untuk meretas akun tersebut tetapi dia hanya menemukan sebuah postingan yang bertulis beberapa kata. Setelah mendengarkan penjelasan Nadine, rasa ingin tahunya melonjak dan dia berkata dengan ragu, “Bisakah aku melihat apa yang ditulis di postingan itu?” Nadine menatapnya dengan bingung ketika dia menjawab, “Memangnya apa yang akan kakak lakukan dengan postingan itu?” “Aku hanya ingin tahu saja,” Adit menyahutinya dengan santai. Nadine mengangguk dan mempercayai perkataan Adit. Kemudian, pria itu turun untuk menikmati makanan yang dibuatkan oleh ibunya. Setelah itu, dia kembali ke kamarnya. Adit mengidentifikasi tulisan yang dibicarakan oleh Nadine sebelumnya. Latar belakangnya adalah di taman kota dengan air mancur yang mengeluarkan air dari bebatuan. Di depannya terlihat sepasang tangan yang saling berpegangan erat. Sebuah mahkota dengan ukiran seperti rumput tersemat di kepala gadis itu. Di foto itu tertulis, ‘Bersama Cinta Sejatiku.’ Adit merasa seolah-olah jantungnya berdebar dengan kencang. Namun, dia tidak bisa mengingat dengan jelas tentang itu. ‘Kenapa seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi?’ Dia merasa ada yang idak beres sehingga dia perlu mencari tahu tentang itu. Tetapi dia sudah memiliki Laura dan akan pernikahan mereka akan segera digelar. Dia seharusnya senang dengan pernikahan itu. Tetapi mengapa hatinya merasa sedih? Dia tahu bahwa dia sudah pernah menikah dan istri pertamanya sudah meninggal ketika sakit keras dan setelah itu dia merasa bahwa dia menemukan cinta barunya tetapi sayangnya, dia tidak mengingat siapa wanita kedua yang dia sukainya. Meski berusaha meyakinkan dirimya, fokus Adit tidak beralih dari ponsel yang berisi postingan itu. ‘Fiona... Siapa dia sebenarnya?’ Di sisi lain, Fiona mengungjungi Pamannya tetapi sebelum itu dia sudah mengabari Rafael ketika dia selesai bekerja. Kondisi Paman Wilson semakin membaik dari hari ke hari. Walaupun begitu dia harus beristirahat. Fiona duduk di samping dan memandangi Wilson sedang sibuk dengan ponselnya. Pria paruh baya itu bertanya sambil tersenyum, “Fiona, lihatlah.” Dengan begitu Wilson menyerahkan ponsel padanya. “Apa ini, Paman?” Awalnya dia bingung tetapi ketika warna-warna yang didesain itu membentuk sebuah kalimat, mata Fiona tiba-tiba berkabut. “Fiona, mengapa kamu nmenangis?” Wilson terlihat bingung. “Apakah kamu tidak menyukainya?” Fiona menyeka air matanya ketika dia berkata, “Tidak, aku menyukainya.” Wilson lupa bahwa ulang tahunnya masih seminggu lagi tetapi Fiona tidak mengatakan apa-apa padanya. Dia merasa senang jika pria paruh baya ini bisa mengingatnya. Sudut bibir Wilson melengkung ke atas. “Senang sekali kalau kamu menyukainya.” Dia mengulurkan lengannya dan menyeka air mata di sudut mata Fiona. “Iya.” Air mata Fiona terus mengalir. Pamannya adalah orang satu-satunya yang menyayanginya di dunia ini. Kedua orang tuanya meninggal ketika dia remaja. Oleh karena itu, dia rela mengorbankan apapun untuknya. Dia menemani Wilson hingga tertidur lelap. Namun, Fiona harus pergi meski dia tidak mengizinkannya. Ketenangan yang dia miliki ketika bersama Pamannya perlahan menghilang begitu dia keluar dari rumah sakit. Dia merasa tidak bersemangat ketika dia hendak pulang tetapi dia tidak punya pilihan lain saat ini. Begitu Fiona membuka pintu rumah, dia mendengar suara-sura orang bercanda di ruang tamu. “Rafael, kamu nakal ya. Bagaimana kamu bisa...” “Apa kamu tidak menyukainya?” “Aku menyukainya. Aku sungguh sangat menyukainya...” Fiona mengabaikan suara-suara itu dan pergi ke kamar tamu tanpa berkomentar. Rafael mendengus dan mendorong Stefany menjauh ketika pintu kamar tamu ditutup. Stefany tidak mengerti apa artinya semua ini. Kejadian serupa telah terjadi beberapa kali. Rafael akan berpura-pura dekat dengannya ketika Fiona muncul tetapi pria itu akan mendorongnya menjauh begitu Fiona pergi. Stefany tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa mengerutkan keningnya. ‘Tindakan Rafael tidak sesuai dengan yang dikatakan oleh Nyonya Sheryn. Wanita itu bilang bahwa Rafael tidak menyukainya tetapi faktanya pria itu dia menyukainya. Tetapi kenapa dia tidak menyentuh wanita itu?’ Entah agenda apa yang tersembunyi di pikiran Stefany. ‘Fiona telah menghalangi jalannya untuk menjadi Nyonya Rafael.’ Dia tidak akan menyerah begitu saja. Namun, pandangan Rafael tertuju pada pintu kamar tamu dan mengabaikan tatapan dingin mata Stefany. Kemudian, suara dingin Rafael terdengar, “Pergilah dari sini. Jangan muncul di hadapanku.” Stefany memucat dan mematuhi perintahnya. Setelah mengusirnya, pria itu mengeluarkan ponselnya. Kalender di ponselnya ditandai dengan berwarna biru di salah satu angka. Itu hari ulang tahun Fiona. Dia sudah merencanakan untuk memberinya kejutan tetapi wanita ini selalu membuat emosinya melunjak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD