Bab -10-

1788 Words
"Hunjae-ya. Oh Hunjae." Hunjae tergagap saat Zizi menepuk bahunya agak keras. "Kenapa?" ia bertanya dengan raut bingung melihat Zizi yang menatapnya lama. "Harusnya aku yang bertanya, kau kenapa? Sekembalinya dari toilet kau terlihat tidak fokus, ada yang salah?" dengan cepat Hunjae menggeleng, ia tersenyum kecil ke arah Zizi yang terlihat khawatir. Begitu Zizi kembali sibuk dengan Orang Tuanya, Hunjae kembali melirik pada meja dekat pintu. Ia memperhatikan dengan lamat Soora yang tengah menunduk juga Jihoon yang memperhatikan gadis itu. Dalam dirinya masih tersisa rasa cemburu saat Jihoon menatap Soora dalam, ia masih tidak rela jika ada pria lain yang mendekati Soora. Diam-diam tanpa sepengetahuan Hunjae, Zizi mengikuti arah pandang si pria Oh. "Siapa yang kau perhatikan?" tanya Zizi pelan tapi mampu membuat Hunjae hampir mengumpat. Ia menggeleng dengan wajah kaku. "Bukan siapa-siapa, hanya salah orang. Ku kira temanku," jelasnya. Zizi mengangguk saja meski sebenarnya ia tidak terlalu percaya. Ia ingat gadis yang tengah diperhatikan Hunjae tadi, jika Zizi tidak salah ingat ia bernama Soora, teman Hunjae. Lalu kenapa pria itu mengatakan jika dirinya salah orang? "Jadi sudah ditetapkan, pernikahan akan dilaksanakan tiga minggu lagi," ucap Tuan Oh tiba-tiba. "Sesuai kesepakatan kita hanya membuat pesta kecil untuk sementara, setelah Zizi melahirkan kita akan membuat pesta meriah untuk merayakan pernikahan mereka sekaligus menyambut cucu kita," sahut Tuan Huang sembari tersenyum lebar. Tuan Oh beserta istri mengangguk senang, berbeda dengan Hunjae yang hanya bisa tersenyum tipis. Ia sesekali melirik ke arah tempat Soora berada. Zizi yang menyadari hal itu merasa curiga jika ada sesuatu di antara Hunjae dan Soora, ia merasa jika keduanya bukanlah sekadar teman seperti apa yang tempo hari Soora katakan. Tanpa sengaja Zizi mendapati jika Soora pergi meninggalkan meja. Ia mengansumsikan jika Soora akan pergi ke kamar kecil, dan ia akan menyusulnya. "Semuanya, aku izin permisi sebentar," ujar Zizi membuat semua orang di meja menoleh. Tak lama setelahnya ia mempermisikan diri. Zizi masuk ke dalam kamar kecil kemudian membilas tangan sebentar sembari menunggu Soora keluar dari bilik kamar mandi. Tak lama kemudian Soora keluar dari bilik dengan raut terkejut, mungkin tidak menyangka jika bisa bertemu dengan Zizi. Bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Soora tersenyum ke arah Zizi dan menyapa wanita itu ramah. Zizi turut tersenyum juga membalas sapaan Soora, setelahnya dua perempuan itu berbincang ringan sembari melakukan aktifitas masing-masing. "Soora-ssi," panggil Zizi pelan. Soora menoleh, ia memperhatikan Zizi yang terlihat ingin menyampaikan sesuatu namun ragu. "Ya, ada apa?" tanya Soora saat Zizi tak kunjung mengatakan apapun. Zizi menghela napas sebentar, ia yang semula tengah mengeringkan tangan pada mesin kini mendekat dan tepat berada di depan Soora. "Maaf sebelumnya, mungkin apa yang akan ku tanyakan terkesan lancang. Tapi aku benar-benar penasaran, dan ku harap jawaban mu berbeda dari apa yang ku pikirkan." Perkataan Zizi membuat dahi Soora mengernyit, ia tidak paham ke mana arah pembicaraan Zizi dibawa. "Apa kau menjalin hubungan dengan Hunjae? Maksud ku pernah. Apa kalian pernah ...." ucapan Zizi tertahan. Ia terlihat ragu, atau mungkin tidak sanggup melanjutkan. Paham apa yang Zizi maksud, cepat-cepat Soora menggeleng. Ia tersenyum dan meremat bahu Zizi lembut. "Jika kau berpikir aku menjalin hubungan dengan Hunjae, berpacaran dengannya apalagi sampai ingin merebutnya darimu maka itu salah. Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Hunjae lebih dari sekadar teman." "Aku juga tidak ingin merebut Hunjae darimu. Jika seandainya aku memang memiliki perasaan pada Hunjae, aku tidak akan melakukan hal itu. Kenapa, karena Hunjae sudah memilihmu untuk hidupnya," tutup Soora sambil tersenyum. Ia sengaja berbohong di depan Zizi agar wanita itu tidak berpikir hal macam-macam. Ia hanya tidak ingin Zizi memiliki masalah dengan kandungannya hanya karena memikirkan soal ia dan Hunjae, hal itu juga membuat Soora ingin sesegera mungkin menyelesaikan urusannya dengan Hunjae. "Syukurlah," Zizi berujar lega. Wanita itu berpamitan untuk kembali lebih dulu, meninggalkan Soora yang terdiam sendiri dengan air mata mulai mengalir membasahi pipi. Rasanya semakin sakit saat ia berbohong. Tapi ia juga tidak bisa melakukan apapun, ia ingin menjadi egois dengan mengatakan segalanya pada Zizi. Tapi ia juga bukan orang setega itu untuk membuat hancur hati wanita lain meski kenyataanya hal itu kian menghancurkan dirinya, hatinya. Dengan langkah pelan Soora kembali ke meja. Jihoon yang mendapati mata sembab Soora hanya melirik sekilas. Ia sebenarnya ingin bertanya, tapi ia merasa bukan waktu yang tepat. Setelah acara makan malam Soora juga Jihoon pulang ke rumah untuk langsung beristirahat. Begitu melewati ruang tamu atensi Jihoon teralih pada kotak yang ada di dekat meja. Apa ini paket yang dimaksud Soora siang tadi? Batin Jihoon bertanya. Atensinya teralih oleh suara langkah kaki dari tangga. Soora turun setelah sebelumya menidurkan Taeoh di kamar, ia terlihat terkejut saat mendapati Jihoon tengah mengamati kotak kiriman miliknya. "Ini milikmu?" tanya Jihoon memastikan. Soora mengangguk lantas membawa kotak tersebut ke lantai dua. Melihat Soora yang kerepotan membawa kotak tersebut Jihoon berniat untuk membantu, namun buru-buru Soora menolaknya. Tak mau ambil pusing Jihoon berlalu ke arah dapur. Tenggorokannya terasa amat kering. Soora menghela napas lega begitu tubunnya terhempas pada ranjang. Ia mengambil napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan, setelahnya ia kembali bangkit duduk di tepi ranjang sembari mengamati kotak yang baru saja ia bawa dengan lamat. Ia kembali memperhatika dua stiker yang menempel pada kotak. Emoticon tersenyum juga Penguin. Apa hubungannya? Sebenarnya ada satu nama yang menempati list paling atas dari beberapa yang Soora asumsikan sebagai pengirim. Hunjae. Soora merasa jika Hunjae lah yang mengirim paket tersebut, tapi kenapa ia menempelkan stiker emotikon smile juga Penguin? Pelan-pelan Soora membuka kotak tersebut, ia menyingkirkan beberapa potongan koran sebagai pelindung sampai ia mendapati beberapa barang sebagai isi dalam kotak. Benar. Tepat seperti apa yang ia duga. Hunjae memang pengirim paket tersebut, di dalam kotak berisi barang-barang pasangan yang sempat mereka beli setahun belakangan. Terdapat pula hadiah anniversary pertama mereka yang mungkin belum sempat Hunjae berikan pada Soora dibarengi sebuah surat. Soora mengambil barang-barang tersebut satu persatu. Mula-mula ia mengambil sebuah kotak musik corousel, Soora ingat dengan jelas jika itu adalah hadiah pertama yang Hunjae berikan di hari jadi mereka yang ke 100 hari. Ia juga mengambil sebuah buku, Soora membukanya sambil tersenyum miris. Di dalam buku tertempel foto-fotonya bersama Hunjae dalam berbagai pose juga suasana, terdapat juga beberapa catatan di sekitar foto sebagai keterangan. "Date pertama!!" tulis keterangan pada satu foto di mana Soora juga Hunjae menjalankan kencan pertama mereka di taman hiburan. Keduanya terlihat bahagia dengan Hunjae yang mencium pipi Soora saat gadis itu asyik memakan cotton candy. Soora memperhatikan satu foto di mana ia dan Hunjae tengah tersenyum sambil bergandengan pada acara resepsi pernikahan salah satu sepupu Hunjae. "Suatu hari nanti ku harap kita bisa berfoto bersama di hari pernikahan kita sendiri." Keterangan pada foto tersebut membuat Soora tertawa miris. Ia segera menutup buku tersebut sekaligus mengemas barang-barang yang sempat ia bongkar, ia menghela napas sebentar kemudian menunduk. Entah kenapa semakin ia mencoba merelakan hatinya merasa kian berat untuk dilakukan. Ponsel Soora bergetar, sebuah panggilan masuk dari Hunjae. Soora semula ragu untuk menjawab panggilan itu, tapi ia putuskan untuk mengangkatnya. Ini harus diselesaikan dengan cepat, batinnya. "Yeobseyo, Soora-ya," setengah mati Soora menahan isaknya saat suara Hunjae terdengar lirih. Soora mengulum bibir sebentar, berusaha menormalkan suara juga degub jantungnya yang mendadak cepat. "Ya," jawaban singkat saja terasa begitu sulit Soora katakan, ia mendongak berusaha menahan laju air matanya sendiri. "Maafkan aku." Terjadi jeda cukup lama sampai pada akhirnya Soora berdehem. Ia tidak yakin jika ia mengatakan sesuatu itu bisa terdengar normal tanpa isakan. "Aku sungguh minta maaf. Untuk semua yang sudah ku lakukan padamu, rasa sakit yang ku sebabkan ataupun hari itu. Aku benar-benar kalut karena kau memutuskan ku secara sepihak," "aku tahu aku yang bersalah dan tidak seharusnya aku melakukan hal itu. Tapi sungguh, aku masih benar-benar mencintaimu bahkan hingga kini. Aku tidak ingin hubungan kita berakhir tapi aku juga tidak bisa lepas dari tanggung jawabku. Apa yang harus ku lakukan?" Terdengar jelas jika Hunjae menangis dari seberang sana, dan hal itu membuat Soora kian sesak. Kenapa, kenapa Hunjae harus mengatakan hal itu. Apa Hunjae sama terlukanya seperti dirinya, tapi kenapa? Jika seseorang benar-benar mencintai pasangannya ia takkan melakukan hal-hal yang bisa membuat pasangannya terluka. "Gwenchana. Ku rasa itu memang yang terbaik untuk kita, tidak perlu menyesalinya karena sekalipun kau menyesal tidak akan ada yang berubah. Kau hanya perlu menatap ke depan dengan apa yang sudah kau pilih sebelumnya. Kau sudah menjadi dewasa dengan mau bertanggung jawab untuk apa yang sudah kau perbuat, aku bangga padamu," ujar Soora setengah mati menahan tangis. "Untuk kamu yang berkata masih mencintai ku, sebenarnya tidak begitu. Saat kau mulai menjatuhkan perhatian pada gadis lain, mulai saat itu kau sudah tidak mencintai ku seperti dulu. Dan untuk saat ini kau hanya belum terbiasa melepaskan ku dari hidupmu, tapi kau akan terbiasa dengan seiring berjalannya waktu," Soora menarik napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. "Ini memang terasa sakit, apa yang kau berikan padaku memang terasa sangat menyakitkan. Tapi aku akan berusaha. Aku tidak akan melupakan hal ini, aku juga tidak akan melupakan rasa sakit ini. Aku hanya ingin terbiasa, terbiasa tanpamu atau rasa sakit ini dalam hidupku. Mencoba berdamai meski rasanya sangat sulit." "Soora-ya." "Aku hanya ingin meminta satu hal padamu, tolong jangan lakukan hal itu pada Zizi. Berikan dia jalan berbunga yang indah dalam hidupnya, jangan biarkan ia berada di jalan berduri hanya karena dirimu terjebak pada perasaan masa lalu." Lagi-lagi Soora menarik napas dalam, ia ingin berbicara lagi tapi ia sudah tidak sanggup. Sampai kemudian ia mematikan panggilan dan menangis sesenggukan, ia membekap mulutnya sendiri dengan tangan berusaha tidak menimbulkan keributan karena tak ingin membangunkan Taeoh. Setelahnya Soora berlari ke arah kamar mandi, ia menangis di sana menumpahkan seluruh isi hati juga rasa sakitnya dengan air mata. Jihoon yang sedari tadi berdiri di depan kamar Taeoh masuk dengan perlahan. Matanya teralih pada barang-barang yang belum sempat terkemas oleh Soora, ia mengalihkan pandangan ke arah kamar mandi di mana suara tangis Soora teredam gemericik suara air. Beberapa saat lalu saat Jihoon ingin kembali ke dalam kamar tidak sengaja ia mendengar suara isak tangis, ia yang khawatir terjadi apa-apa dengan Taeoh hendak memeriksa. Tapi saat Jihoon hendak membuka pintu dirinya lebih dulu mendengar percakapan Hunjae juga Soora. Ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam dan lebih memilih menunggu di luar. Ia mendengarkan semua percakapan Hunjae dan Soora, sampai pada akhirnya ia mendengar suara pintu terbuka. Jihoon sudah bersiap jika ternyata Soora membuka pintu masuk, tapi ternyata tidak. Maka dengan pelan ia masuk ke dalam kamar dan mengasumsikan jika Soora masuk ke kamar mandi saat ia mendapati ruangan dalam keadaan hening. Entah untuk alasan apa, Jihoon merasa ia perlu melindungi Soora. Ia tahu apa yang dilakukannya juga bukan hal baik. Ia juga tahu persis jika apa yang ia lakukan tidak ada bedanya dengan apa yang Hunjae lakukan. Tapi untuk sekarang ia merasa perlu menyembuhkan hati Soora. "Anggap saja sebagai balas budi ku karena ia mau merawat Taeoh," gumamnya seorang diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD