7

2203 Words
Mobil itu terhenti didepan rumah. Sean dan Marcos keluar dari mobil lalu memasuki rumah itu. Mereka berdiri diruang depan dan mendengar suara beberapa orang mengumpat dan bergumam tak jelas. Sean tersenyum miring lalu melangkahkan kakinya ke ruang belakang. Tatapannya mengamati beberapa orang yang terikat tak berdaya diruangan itu.   "b******k! Lepaskan kami!" Gertak salah satu orang.   Sean menoleh menatapnya. Orang itu adalah orang yang menyandera Sierra dan melukai leher gadis itu. Walaupun hanya goresan luka kecil, tapi tetap saja bagi Sean itu tidak bisa dimaafkan. Lagipula sejak kapan Sean menerima kata maaf dari semua orang yang pernah masuk kedalam ruangan itu?   Sean menyeringai. "Simpan suara kalian." Gumamnya dan mendekati lelaki itu yang berada tepat didepannya. Sean membungkuk dan kembali tersenyum miring sembari menatap tajam. "Aku ingin kau menyimpannya untuk menyambut hari kematianmu."   Lelaki itu hanya diam dan membalas tatapan Sean tanpa mengatakan apapun.   "Sir." Sean menegakkan tubuhnya dan mundur dua langkah. Marcos mendekatinya dan membisikkan sesuatu pada Sean.   "Apa?" Gumam Sean dan tertawa lirih. "Ah, sepertinya dia bergerak sangat cepat." Imbuhnya dan kembali menatap lelaki didepannya.   "Lepaskan dia. Kita gunakan saja dia." Perintah Sean membuat Marcos terkejut.   "Apa? Tapi Sir," Protes Marcos tidak setuju dan menatap tajam pada lelaki yang terikat itu.   "Kita bisa menggunakannya saat dipesta nanti." Potong Sean dan mengisyaratkan salah satu pengawal untuk membawa lelaki itu kedepan disusul Sean dan Marcos.   "Pesta?" Tanya Marcos bingung.   Sean mengangguk. "Hm."   "Siapa namamu?" Tanya Sean saat para pengawalnya mulai melepaskan tali yang mengikat ditubuh lelaki itu.   Lelaki itu diam cukup lama dan menatap Sean tajam. "Kau pikir aku mau menjadi budakmu?"   Mendengar jawaban lelaki itu membuat Marcos ingin menghajarnya tapi Sean langsung mencegahnya. "Kau pintar juga." Balas Sean dan menatap lelaki itu datar.   "Mark Zachary."   Sean tersenyum tipis dan menolehkan kepalanya. "Bawa dia dan suntikkan anticholinergics setiap tujuh jam sekali." Perintah Sean dan langsung keluar dari ruangan tersebut. Marcos hanya mengikutinya dari belakang. "Kita ke Saintz." Perintah Sean dan Marcos hanya mengangguk lalu melajukan mobilnya.   -   Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit akhirnya mobil Sean memasuki halaman depan Saintz, salah satu mansion yang menjadi tempat tinggal Javier Miguel. Sean dan Marcos menerobos masuk kedalam. Sedangkan salah satu pengawal Javier pergi ke ruangan Javier dan memberitahu lelaki itu.   "Apa? Sean datang kemari?" Tanya Javier bingung. Untuk apa lelaki itu datang kerumahnya? Apa ada sesuatu yang sudah direncanakan mereka berdua tanpa sepengetahuan dirinya?   Javier pun keluar dan menuruni anak tangga dengan tatapan intimidasi pada Sean dan Marcos yang berdiri di ujung tangga. Sean hanya membalasnya dengan tatapan datar sampai Javier berdiri tepat didepannya.   "Apa ada sesuatu yang terjadi sampai membuat adikku tersayang datang kemari?" Tanya Javier.   Sean mendekati Javier selangkah dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya. Dirinya yang mempunyai tinggi badan lima senti lebih dari Javier menundukkan kepalanya saat terkekeh lalu kembali menatap Javier.   "Sepertinya ada sedikit kemajuan karena kau menganggapku sebagai adik tersayangmu." Gumam Sean dan menekankan dua kata terakhir.   Javier ikut tertawa pelan. "Oh. Aku tidak bisa menghitungnya, mungkin jumlahnya sama dengan jumlah kepala yang kau kirimkan padaku setiap harinya."   "Apa kau sedang menghitung jumlahnya?" Tanya Sean dan menaikkan sebelah alisnya.   "Iya. Aku menghitungnya dan karena aku lelah menghitungnya, mungkin kepala yang kau kirimkan adalah yang terakhir karena aku yang akan mengirimkan kepala seseorang padamu."   "Kau harus menyerahkan kepalamu agar aku bisa berhenti mengirimkan kepala padamu. Kau tenang saja, setidaknya aku bisa memberimu bunga walaupun hanya sekali dalam hidupmu nanti."   Javier tertawa keras sampai tawanya menggema diruangan membuat Sean ikut tersenyum. "Bagaimana kalau aku memberimu kepala gadis itu?" Tanya Javier setelah tawanya mereda.   Sean mengepalkan tangannya dan mencengkeram kerah kemeja Javier. Mendengar Javier membawa-bawa tentang Sierra membuat Sean tidak bisa mengontrol emosinya. Dia mendorong Javier sampai punggungnya menabrak sisi tangga.   "Sir." Marcos mengingatkan Sean untuk mengontrol emosinya agar Javier tidak semakin jauh mengancamnya.   "Jangan sampai kau menyentuhnya lagi. Aku akan membakarmu hidup-hidup kalau kau berani menyentuhnya walaupun hanya sehelai rambutnya." Geram Sean dan menatap Javier tajam.   Javier kembali tertawa meskipun tak sekeras sebelumnya sehingga Sean semakin mengencangkan cengkeramannya. "Kau pikir aku takut dengan ancamanmu? Seharusnya kau bunuh saja aku tanpa mengancamku."   "Kau tenang saja. Tanpa kau minta, aku akan membunuhmu."   Javier berlagak seperti baru saja mendapat ingatan yang dia lupakan. "Ah iya, aku lupa. Bagaimana bisa kau membeli gadis itu sangat mahal? $120 juta? Berapa kau akan menjualnya padaku? Aku tertarik untuk membelinya. Aku ingin tahu kehebatannya sampai membuatmu membeli seorang wanita penghibur dengan harga semahal itu."   "Kau akan menyesal jika berani menyentuhnya."   "Benarkah? Kalau begitu apa aku boleh membuktikannya?" Tanya Javier dan menaikkan sebelah alisnya.   "b******k!" Gertak Sean dan langsung meninju Javier sampai lelaki itu terjatuh diatas tangga.   Pengawal yang didepan langsung berlarian dan menodongkan senjatanya pada Sean dan Marcos. Tapi Sean tidak mempedulikannya, dia kembali meraih kerah kemeja Javier dan mencengkeramnya kuat. "Aku akan benar-benar membuatmu menyesal jika berani menyentuhnya." Desis Sean dan mendorong Javier.   Javier hanya tersenyum miring dan menatap punggung Sean dan Marcos yang meninggalkan rumahnya. Para pengawal itu tidak menembak Sean dan Marcos tanpa perintah terlebih dahulu karena tahu kalau Sean adalah adik tiri Javier.   Marcos mendesah kasar sembari melirik kearah Javier yang menatap mereka dengan senyuman licik kemenangannya saat Marcos sudah masuk kedalam mobil. Dia menancapkan gas dan pergi dari halaman rumah itu. Sepanjang jalan Marcos sesekali menatap spion kecil didepannya karena Sean hanya diam duduk dikursi penumpang.   "Seharusnya kau bisa mengontrol emosimu. Javier pasti akan semakin mengancammu dengan menggunakan gadis itu."   "Lebih baik kau bantu aku melindunginya daripada terus menasehatiku." Gumam Sean dan tatapannya jatuh pada pemandangan luar mobilnya.   "Kenapa kau bersikeras untuk melindunginya? Apa kalian pernah bertemu sebelumnya? Apa kalian pernah dekat sebelumnya? Apa kalian pernah bertemu dimasa lalu? Atau apa kau memang sudah menyukainya disaat pertama melihatnya?"   "Semua pertanyaanmu tidak ada jawabannya." Sean semakin memelankan suaranya dan menutup matanya. "Kita ke rumah bordil."   "Untuk apa membeli wanita penghibur kalau masih tidur dirumah bordil." Gumam Marcos kesal dan menambah kecepatan mobilnya membuat Sean membuka mata lalu menatap Marcos sekilas dan kembali menutup matanya.   "Sierra bukan wanita penghibur." Jawab Sean.   "Lalu? Bukankah kau membelinya dirumah b****l langgananmu?"   Sean membuka matanya dan menatap Marcos. "Aku sudah membuktikannya dan aku tahu seperti apa wanita penghibur."   "Jadi kau pernah tidur dengannya sekali atau dua kali lalu membelinya hanya untuk melepaskannya dari rumah itu karena dia bukan wanita penghibur padahal disisi lain dia juga pernah tidur dengan lelaki lain sebelum dirimu?"   "Kau semakin cerewet jika berbicara sebagai temanku." Gumam Sean dan menatap Marcos kesal sebelum kembali menutup matanya.   -   Sierra membuka matanya saat merasa sinar matahari mulai masuk kedalam kamarnya. Dirinya merasa tidur nyenyak semalam. Sierra tersenyum dan bangkit dari ranjang menuju balkon kamarnya untuk melihat taman bunga yang memgelilingi mansion tersebut. Senyumnya semakin mengembang bahkan Sierra tertawa pelan melihat taman bunga yang membentang didepan matanya. Taman bunga itu terlihat seperti ladang bunga dengan macam-macam warna bunga. Sean bilang kalau dirinya boleh jalan-jalan ditaman itu asalkan tidak keluar dari gerbang depan. Sierra masuk kedalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Dia sudah tidak tahan untuk pergi ketaman itu.   Masih dengan baju tidurnya Sierra keluar kamar dan melewati setiap ruangan sampai akhirnya dia menuruni anak tangga diruangan depan.   "Ms. Harrison?"   Merasa ada suara lelaki yang memanggilnya, Sierra menoleh dan melihat kepala pelayan rumah berdiri dibelakangnya. "Anda mau pergi kemana?"   "Em aku, aku ingin ke taman. Sean bilang aku boleh jalan-jalan ditaman itu kemarin waktu pulang." Jawab Sierra dan tersenyum. "Aku pergi dulu, permisi." Pamitnya dan berlari keluar rumah. Dia tidak ingin merasa ribet hanya untuk jalan-jalan ketaman saja.   Sierra semakin cepat berlari sampai dia keluar dari gerbang utama. Semua pelayan dan pengawal hanya menundukkan kepalanya seperti memberi hormat tapi dia mengabaikannya dan bernapas lega saat berdiri didepan taman bunga itu.   "Ini seperti surga." Gumam Sierra dan tersenyum lalu menginjak rumput hijau.   Sierra berjalan disepanjang taman itu. Dirinya semakin jauh masuk ketaman yang mirip dengan ladang kebun teh tersebut. Kedua tangannya membentang dan Sierra selalu mengambil napas panjang seakan merasakan udara segar yang seperti jarang dia dapatkan. Sierra menoleh kearah jalanan saat melihat mobil hitam melintasi jalan itu.   "Apa itu Sean?" Tanya Sierra dan memperhatikan laju mobil yang sudah memasuki gerbang utama.   Sean dan Marcus keluar dari dalam mobil. Sean langsung menaiki anak tangga berniat untuk melihat Sierra.   "Selamat pagi Sir." Sapa kepala pelayan.   Sean menghentikan langkahnya dan menatap kepala pelayan. "Apa Sierra sudah bangun?"   "Ms. Harrison sudah bangun dan sekarang sedang di Heaven Flowers Sir."   Sean mengangguk dan berbalik lalu menuruni anak tangga. Dirinya berniat untuk menyusul Sierra di Heaven Flowers. Marcos menundukkan kepalanya saat Sean berjalan melewatinya dan berniat mengikutinya tapi Sean mencegahnya.   "Aku hanya ke Heaven Flowers. Kau bisa istirahat dulu karena nanti jam 11 kau harus mengantarku." Ucap Sean dan kembali melanjutkan langkahnya.   Sean menghentikan langkahnya saat melihat Sierra tersenyum bahagia menikmati pemandangan Heaven Flowers, sebuah taman dengan macam-macam jenis bunga. Bahkan jika dibandingkan harga taman itu lebih besar berkali-kali lipat dari harga mansion dikarenakan jenis-jenis bunga yang tumbuh ditaman itu. Bunga Kadupul, mawar juliet dan Shenzhen Nongke Orchid yang membuat harga Heaven Flowers itu tak tertandingi. Ketiga bunga itu juga ditanam ditengah-tengah taman karena memerlukan perawatan yang lebih hati-hati jika dibandingkan dengan bunga lainnya.   Lelaki itu tersenyun dan kembali melanjutkan langkahnya menghampiri Sierra. Sepertinya Sierra belum sadar dengan kehadiran Sean karena dia semakin berjalan kedepan. Sierra menghentikan langkahnya melihat mawar putih mekar disamping kanannya. Dirinya sangat ingin memetik bunga itu, tapi apa Sean memperbolehkannya memetiknya?   "Cantik sekali. Kalau saja aku boleh memetiknya." Gumam Sierra dan menyentuh bunga itu.   "Aku memperbolehkanmu memetik sekali ini saja."   Sierra terkejut mendengar suara Sean dan menoleh kebelakang. Dia melihat Sean tersenyum padanya dan berjalan menghampiri dirinya. "Sean?"   "Kau datang lebih pagi dari dugaanku." Ucap Sean.   Sierra tersenyum simpul. "Benarkah?"   "Iya."   -   Sean dan Sierra berbaring Heaven Flowers yang memiliki tanah rata dengan bunga sejenis Aster dihamparan rumput hijau. Satu tangan Sierra memegang beberapa tangkai bunga yang dia petik di taman, salah satunya mawar juliet. Awalnya Sierra menahan dirinya untuk tidak memetik bunga itu karena tahu harganya yang selangit jika membelinya ditoko bunga, harganya sekitar $ 5 juta dolar pertangkai. Dan sepertinya Sean tahu kalau Sierra menginginkannya sehingga menyuruh gadis itu untuk memetiknya.   "Ini seperti surga." Gumam Sierra dan menoleh kesamping menatap Sean.   Sean masih menatap keatas langit. Pagi dimusim semi membuat langit terlihat cerah. "Ini memang surga."   "Benarkah?" Tanya Sierra tak percaya dan menyanggah kepalanya menggunakan tangannya.   "Heaven Flowers, itu nama taman ini. Dulu Mom dan Dad yang membuat taman ini, waktu itu usiaku sekitar dua belas tahun." Jawab Sean dan menatap Sierra intens membuat gadis itu menurunkan tangannya lalu kembali berbaring menatap langit.    "Lalu, dimana ayah dan ibumu sekarang? Aku tidak melihatnya di mansion. Apa mereka sedang pergi ke luar negeri?"   Sean tersenyum kecut. "Mereka sudah disurga sesungguhnya."   Jawaban Sean membuat Sierra terdiam seketika. Wajah gadis itu berubah seketika. Ternyata bukan hanya dirinya yang tinggal seorang diri didunia ini.   "Maaf, aku tidak tahu." Gumam Sierra pelan.   "Tidak apa-apa. Kau tidak perlu meminta maaf padaku. Bagaimana dengan dirimu? Kenapa kau bisa tinggal di rumah b****l? Kemana orangtuamu?"   Sierra menghela napas pelan. "Mom, Dad dan adik laki-lakiku yang bernama Charlie, mereka sudah disurga yang sebenarnya. Aku sudah tidak mempunyai mereka sejak tujuh tahun yang lalu saat usiaku lima belas tahun."   Sean ikut terkejut setelah mendengar jawaban Sierra? Berarti gadis ini yatim piatu sama seperti dirinya? Sean menoleh menatap Sierra kembali. "Lalu, bagaimana bisa kau tinggal di rumah b****l?"   "Waktu itu, Molly pindah kerumah disamping rumahku. Dia melihatku hidup seorang diri. Aku sudah berhenti sekolah waktu itu dan aku sering sakit. Molly yang selalu merawatku, memberikanku makanan dan selalu menyuruhku untuk minum obat. Setelah aku mengenalnya cukup lama, dia memintaku untuk tinggal dengannya dirumah b****l, ternyata Molly tidak pernah tidur dirumah b****l miliknya waktu itu. Karena aku mengenalnya dengan baik dan dia mau merawatku, akhirnya aku bersedia tinggal dengannya."   "Berarti kau mengenal Molly sudah tujuh tahun?"   Sierra mengangguk. "Iya. Selama itu aku tinggal dengannya. Saat aku tinggal dengannya, Molly selalu menyuruhku untuk dikamar terus dan tidak memperbolehkanku keluar kamar. Dia bilang banyak orang jahat dirumahnya. Dan ternyata benar, bahkan dirinya yang dulunya sangat baik rela menjualku."   Sean hanya diam mendengarnya sehingga Sierra menolehnya dan menatapnya lekat-lekat. "Kenapa waktu itu kau berani membeliku dengan harga sangat mahal? Padahal kau tahu kalau aku bukan wanita penghibur yang bisa menyenangkan dirimu dan bahkan kau melepaskanku hari itu."   "Aku juga tidak tahu kenapa aku melakukan hal baik."   "Terima kasih Sean karena kau sudah mau menolongku."   Sean tersenyum. "Kau terlalu berlebihan, jangan berterima kasih padaku."   Sierra ikut tersenyum lalu kembali menatap lurus keatas dan mencium aroma bunga ditangannya. "Apa kau sering jalan-jalan disini?"   "Tidak. Ini pertama kalinya setelah tujuh tahun aku tidak seperti ini."   Sean menatap Sierra mendengar gadis itu terkekeh. "Benarkah? Astaga. Aku tidak menyangka kau sangat sibuk sampai mengunjungi taman ini setiap tujuh tahun sekali." Gumam Sierra dan menghela napas.   Sean memetik setangkai bunga aster dan menyelipkannya ditelinga Sierra membuat gadis itu cukup terkejut dan menatap Sean. Lelaki itu mengelus wajah Sierra dengan lembut dan mencium bibir gadis itu sekilas. "Kalau kau berjanji untuk menjaga dirimu sendiri, aku akan merasa sedikit lega." Gumam Sean membuat Sierra bingung dan mengernyitkan keningnya menatap bola mata lelaki itu.   Namun, Sean tidak mengucapkan kalimat lagi. Dirinya kembali mencium Sierra dan menindih tubuh gadis itu. Satu tangannya meraih tangan Sierra yang menggenggam tangkai-tangkai bunga itu lalu membuka telapak tangan Sierra dan menggenggamnya. Mengisi setiap sela dijari-jari kedua tangan Sierra sembari memperdalam ciumannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD