Setelah kejadian tadi siang, Leary hanya berdiam diri di kamarnya, anak itu termenung dalam kesedihan meski Burka menghiburnya, namun Leary masih merasakan perasaan sedih di hatinya.
Burka terlihat marah begitu dia tahu Leary di tampar oleh Petri. Burka merasa kecewa dan marah dengan sikap Petri, namun dia hanya pelayan di rumah keluarga McCwin meski sudah mengabdi lebih dari sepuluh tahun lamanya, Burka tetap tidak memiliki kewenangan apapun untuk mengatur Petri.
Beberapa pelayan yang melihatnya sempat memperbincangankan hal itu juga, mereka tidak menyangka bahwa Petri akan seringan tangan itu hingga lepas control pada adiknya sendiri hanya karena hal yang sepele, Petri bersikap memihak terlalu memperjelas ketidak sukaannya pada Leary.
Lambat laun, kabar ini juga mungkin akan sampai ke telinga Darrel karena laporan kepala pelayan. Namun apa tindakan Darrel? Bagaimana jika diam saja? Burka tidak bisa membayangkan hari-hari selanjutnya yang akan Leary lalui.
Leary duduk meringkuk di sisi jendela memperhatikan langit yang sebentar lagi akan malam, Leary memperhatikan samar kerlap-kerlip lampu dari bangungan kota London yang sudah menyala.
Betapa Leary ingin pergi keluar dan melihat lebih dekat kota London, merasakan keindahannya, melihat banyak orang yang berkeliaran dalam kebebasan.
Leary membuang napasnya dengan kasar, rumah keluarga McCwin sangat besar dan mewah. Leary merasa sangat bersyukur karena kini dia tinggal di rumah bagus dan berpakaian cantik, akan tetapi dia tidak merasa bahagia, sepanjang waktu Leary lebih merasa tertekan, keberadaan dirinya seperti di sambut oleh intimidasi semua orang.
Alih-alih merasa tinggal di rumah, Leary lebih merasa seperti tinggal di dalam belenggu penjara yang mewah.
Leary semakin erat memeluk kakinya yang kini menekuk, kepala Leary terjatuh ke jendela, rambutnya yang indah dan panjang itu terlihat cantik layaknya sebuah serbuk perak di bawah matahari.
“Nona, malam ini suami saya pulang dari kamp militer, jadi saya sudah meminta izin kepada pelayan agar pulang malam ini. Besok siang saya akan kembali lagi ke sini, semua keperluan Anda sampai besok sudah saya persiapkan di tempat biasa, apa Anda tidak keberatan jika saya pergi?” tanya Burka dengan hati-hati.
“Tidak apa-apa Burka.”
“Baiklah, terima kasih Nona” Burka tersenyum formal.
***
Waktu jam makan makan malam sudah tiba, Leary sudah keluar, namun anak itu terlihat bimbang dan takut untuk bergabung makan malam bersama. Meski Leary tidak merasa salah atas kejadian tadi siang, namun dia tidak dapat menyembunyikan rasa takutnya dari Petri yang dengan begitu mudahnya menamparnya.
Seumur hidup untuk pertama kalinya Leary mendapatkan tamparan, bahkan bibi Willis yang selama ini sering Leary anggap jahat, tidak pernah sekalipun dia memukul dan mencubit Leary.
Dengan bimbang Leary berjalan melewati lorong, tempat kamar Leary berada sangat jauh dan memiliki bangunan yang berbeda dari kamar Petri maupun Ellis. Meski mereka tinggal di satu tanah dan perumahan, nyatanya Leary tinggal di bangunan terpisah, lebih tepatnya tinggal di belakang rumah utama yang di tempati Darrel, Ellis dan juga Petri.
Leary melihat ke sekitar dan menyadari bahwa para pekerja tidak terlihat, begitu pula dengan Burka yang sudah pergi dan akan kembali besok.
Begitu sudah berada di depan pintu ruang makan Leary mengetuknya beberapa kali dan membukanya, kaki kecil Leary sedikit berinjinjit melihat ruangan yang kosong, tidak ada siapapun di ruangan makan, tidak ada pula satupun makanan yang tersedia padahal biasanya sebelum jam tujuh malam, makanan sudah di sediakan di meja.
“Ke mana orang-orang?” tanya Leary kebingungan.
“Nona Leary”
Leary berbalik dan tersenyum melihat kepala pelayan yang menyapanya.
“Anda kenapa ada di sini?” tanya Jimmy terlihat heran.
“Saya datang untuk makan malam, tapi sepertinya tidak ada yang masak.”
Jimmy terdiam untuk sesaat, ekspresi heran dan bingung semakin terlukis di wajah cantiknya. “Nona, tadi sore tuan Petri menyuruh saya untuk tidak perlu masak apapun karena dia ingin makan malam di luar, saya pikir dia mengajak Anda juga. Kalau saya tahu Anda tidak ikut, kami pasti masak.”
Wajah Leary sedikit pias namun anak itu masih tetap mencoba untuk tersenyum, “Tidak apa-apa, sepertinya tadi saya tertidur jadi tidak ikut tuan Petri” jawab Leary dengan bumbu kebohongan.
“Juru masak sudah pergi karena para pekerja bebas tugas sampai besok sore. Kalau Anda lapar, saya bisa membuatkan roti isi untuk Anda, Anda mau?.”
Leary langsung mengangguk senang, tidak masalah untuknya memakan apapun yang penting itu makanan manusia dan masih bisa dia nikmati, Leary tidak akan pilih-pilih makanan apapun yang masuk ke dalam perutnya.
***
“Kakak, restaurant ini memang yang terbaik,” ungkap Ellis dengan senyuman lebarnya, Ellis memakan makanannya dengan lahap. Gadis kecil itu tidak berhenti tersenyum bahagia karena Petri membawanya pergi makan di restaurant kesukaan Ellis.
“Syukurlah jika kau senang,” jawab Petri samar.
Petri terlihat tidak begitu menikmati makan malamnya. Ada perasaan tidak enak mengganjal hati Petri, anak itu teringat bagaimana dia sudah menampar Leary dengan keras.
Sejak berada di sekolah Petri berusaha menahan amarahnya karena sedikit berseteru dengan Ferez, saat pulang ke rumah dan melihat Ellis menangis, tanpa sadar Petri melimpahkan emosi di hatinya pada Leary dengan menamparnya.
Melihat keterdiaman Petri yang merenung dan terlihat tidak begitu baik-baik saja membuat Ellis gusar. “Kakak kenapa?”
“Tidak apa-apa.”
“Apa Kakak menyesal makan malam di sini denganku?” tanya Ellis lagi menduga-duga.
Petri mendengus kesal karena dugaan Ellis begitu jauh, seharusnya Ellis sudah menyadari peraaan Petri yang sedikit tidak nyaman karena sudah menampar Leary, sayangnya Ellis tidak menyadari itu. Ellis adalah adik yang Petri sayangi, sayangnya sikap Ellis yang terus menerus memikirkan perasaannya sendiri terkadang membuat Petri merasa kerepotan dan kesal sendiri.
Petri pikir, dengan dia memahami perasaan Ellis, Ellis juga akan memahami dirinya, sayangnya Ellis tidak pernah sedikitpun menunjukan kepeduliannya kepada Petri.
“Aku tidak menyesal Ellis.”
“Lalu, kenapa sejak tadi Kakak hanya merenung?”
“Aku baik-baik saja” jawab Petri sambil mengambil sendoknya lagi dan melanjutkan makan.
“Jika bisa, mungkin kita bisa makan malam di luar setiap hari selama ayah tidak ada.”
“Baiklah” jawab Petri dengan singkat.
Ellis melihat ke luar, memperhatikan keramaian di luar yang terlihat indah untuk di pandang. Pupil mata Ellis melebar, bibir mungilnya terbuka menarik napas dalam-dalam, tanpa sengaja dia melihat Ferez terlihat keluar dari sebuah hotel di ikuti oleh beberapa pengawalan, bahkan sang manajer hotel ikut mengantarnya keluar hingga masuk ke mobilnya.
Ellis berdecak kagum, semakin dia memperhatikan Ferez, Ferez semakin menawan dan mempesona. Tidak mengherankan Ferez mencuri banyak perhatian gadis-gadis di sekolah, termasuk Ellis.
Ketampanan Ferez dan sikapnya yang dingin tertutup menarik perhatian Ellis, Ellis merasa sangat tertarik dan ingin mengenal Ferez lebih dekat. Sangat luar biasa andai Ferez bisa menjaganya dan selalu berada di sisinya karena Ferez lebih sempurna dari Petri.
***
Menghabiskan satu roti isi membuat Leary merasa sangat puas, ketidak adaanya para pelayan dan pekerja lainnya membuat Leary merasa bebas berlari berkeliaran di sekitar rumah yang luas, memperhatikan setiap bunga dan tanaman lainnya yang tumbuh terawat terlihat indah di bawah cahaya lampu-lampu taman yang menyala.
Dengan langkah lebar Leary berlari melewati jalanan setapak yang terlihat sudah cukup lama tidak terpakai. Jalanan setapak itu akhirnya mengantarkan Leary pada ujung sisi halaman rumah.
Kepala Leary mendongkak, melihat pagar rumput yang berdiri menjulang, sementara di sisinya ada pintu pagar kayu yang sudah tua.
Rasa penasaran membuat Leary memutuskan menarik pintu kayu itu.
Leary tercekat, matanya terbelalak, seketika Leary menutup mulutnya. Bola mata Leary berbinar melihat sungai Thames yang langsung terlihat dan hanya terhalang satu rumah, rupanya belakang rumah keluarga McCwin lansung berhadapan dengan sungai Thames.
Leary menelan salivanya dengan kesulitan, rasa penasaran semakin mendorong pikirannya untuk pergi keluar dan melihat keindahan kota London sendirian daripada harus berdiam diri di rumah, bergelayut dengan kesedihan dan kesepian karena di acuhkan. Dengan cepat Leary menutup pintu pagar, anak itu berlari seketika, memutuskan pergi berkeliling melihat setiap penjuru kota.
***
Ferez menopang dagunya terlihat bosan, malam mulai semakin gelap membuat Ferez semakin malas karena harus tidur. Untuk anak seusianya, Ferez terkadang memiliki pemikiran dan perasaan yang aneh karena dia merasakan perasaan bosan hingga bertanya-tanya makna kehidupan karena setiap hari dia menjalani pola kehidupan yang sama.
Ferez merasa bosan, meski begitu banyak orang yang berada di sisinya, namun mereka tidak lebih dari rekan kerja dan anak buah ayahnya. Setiap hari Ferez pergi sekolah, melihat pertarungan dingin dan kasar pekerjaan Chaning, lalu belajar sendiri menerima keadaan yang tidak sepantasnya dia terima di usianya yang masih kecil.
Hal-hal yang kebanyakan di takuti anak-anak seusia Ferez menjadi hal yang begitu lumrah untuknya, karena itu Ferez tidak lagi merasakan adrenalin rasa takut di dalam dirinya dan cenderung ingin melawan aturan agar bisa merasa takut dan merasakan perasaan yang di rasakan orang lain.
Ferez tumbuh tanpa sosok ibu, sementara ayahnya adalah seorang peminpin kelompok mafia. Meski Chaning adalah ayah yang baik, namun itu tidak cukup untuk Ferez.
Setiap saat Ferez harus terbiasa dengan hal-hal kasar, kotor dan kejam, terkadang Ferez juga harus terlibat pekerjaan ayahnya yang membahayakan. Cukup banyak orang yang mengincar Ferez karena ingin menculik dan terkadang berencana melenyapkannya karena Ferez adalah penerus Chaning.
Hal-hal keras itu secara perlahan menjadi hal biasa harus di terima Ferez. Anak-anak pada umumnya terbiasa dengan kelembutan dan takut hal-hal yang jahat, Ferez adalah dari kebalikan semua itu. Ferez terbiasa dengan hal-hal yang kasar dan kejam, namun dia tidak terbiasa dengan kelembutan.
“Sam, berhentilah di sini,” titah Ferez.
Sam menepikan mobilnya segera, “Tuan Chaning meminta mengantar sampai rumah.”
“Aku ingin berjalan kaki, lagi pula ayah ada di sekitar sini. Jangan ikuti aku, aku akan pulang tepat waktu” titah Ferez dengan tajam, Ferez segera pergi keluar dari mobilnya dan pergi melewati gang-gang kecil hanya sekadar mencari rasa lelah dan sedikit rasa takut.
***
Tangan mungil Leary di tempatkan di d**a, kepalanya mendongkak melihat ke atas, gadis itu bersandar pada sisi pembatas jembatan, Leary bernapas dengan kasar memperhatikan dari kejauhan menara Big Ben, sebuah ikon yang kota London yang sanagt terkenal.
Sangat jauh Leary pergi, banyak pemandangan yang dia lihat, dan ini adalah pemandangan terakhir malam ini yang ingin dia lihat, memperhatikan jam raksasa yang berada di istana Westmnister.
Mata Leary berkaca-kaca, selama ini dia hanya melihatnya dari buku, dan kini dia bisa melihatnya secara langsung.
Sorot mata hijau Leary berkilauan terselimut air mata, anak itu terpukau melihat jam besar di hadapannya terlihat seperti sebuah menara sihir yang ajaib. Meski itu hanya imajinasinya, namun Leary tetap ingin berdo’a dan berharap bahwa dia mendapatkan kehidupan yang normal seperti anak-anak yang lainnya.
“Aku hanya ingin kasih sayang, beri aku sedikit saja kasih sayang dari ayah dan kakak, aku akan menjadi anak yang baik untuk mereka,” bisik Leary penuh dengan permohonan.
“Sepertinya sudah malam, aku harus segera pulang” Leary berbalik dan pergi berlari.
Leary yang pergi terlalu jauh dari rumahnya, kini dia terlihat kebingungan karena lupa beberapa belokan rumah yang sempat di lewatinya.
Setengah jam Leary berjalan berputar-putar mengingat jalan yang di lewatinya, namun sampai sekarang dia belum melihat keberadaan rumahnya yang berada.
Leary melangkah ragu saat melihat satu belokan jalan lagi, namun jalan itu tidak memiliki penerangan yang jelas, samar dia melihat bayangan laki-laki berdiri di depan sebuah rumah bersama beberapa pengawalan yang berada di belakangnya.
Belum sempat Leary melangkah, Leary melihat pria misterius berjubah itu memukul pria di hadapannya dan mencekiknya, lalu membenturkan kepalanya ke dinding dengan sangat keras hingga pria itu terkapar, tidak sampai di sana, mulut pria yang di pukul itu di jejali oleh sekantung obat-obatan terlarang yang sudah dia curi dari Chaning Benvolio.
“Hah, sangat menyebalkan. Ini kan yang kau mau? Hisaplah sampai habis, kau tidak perlu membayar dan mengembalikannya jika menghabiskannya sekarang” ucap Chaning dengan tenang, menikmati apa yang dia lakukan sekarang, yaitu menjejali mulut seseorang dengan bubuk narkoba hingga pria itu tersedak karena tenggorokan hingga mulutnya penuh.
Perlahan Chaning berdiri, namun tiba-tiba saja dia menginjak leher pria itu dengan keras, Chaning tersenyum ramah memperhatikan pria di bawah kakinya kini sekarat hingga menghembuskan napas terakhirnya.
Seluruh tubuh Leary gemetar hebat ketakutan, wahanya pias pucat pasi melihat peristiwa mengerikan di hadapannya, kaki Leary sangat lemas tidak mampu bergerak sedikitpun, Leary menutup mulutnya dengan kuat hingga tersedak oleh napasnya sendiri.
Chaning dan anak buahnya langsung melihat ke arah Leary.
Sekuat tenaga Leary berbalik, anak itu langsung berlari sekencang mungkin kemanapun dia mampu agar terjauh dari orang-orang jahat itu.
“Boss, kita harus membereskannya?” tanya anak buah Chaning yang sudah siap berlari dan menarik keluar pistol dari belakang tubuhnya.
“Tidak perlu, dia hanya anak kecil. Kita pergi sekarang, bereskan saja dia.”
***
Napas Leary tersenggal-senggal karena takut, kakinya terus bergerak berlari hingga membuat dia tidak sadar bahwa satu sepatunya terlepas.
Dari kejauhan Leary melihat seseorang yang berjalan kearanya, namun begitu sudah berada di jangkauannya, refleks Leary langsung menangkap tangan anak pria itu dan menariknya dengan keras.
Ferez tersentak kaget karena seorang gadis kecil tiba-tiba saja menarik tangannya dan mengajaknya berlari. Anehya Ferez ikut berlari karena genggaman kuat Leary di tangannya terus menariknya.
Leary melihat ke belakang, pandangannya bertemu dengan Ferez yang kebingungan dengan tindakannya.
“Jangan ke sana, di sana ada orang-orang jahat, ayo berlari, nanti mereka melukaimu” ajak Leary hampir dengan teriakan.
“Tunggu dulu, tapi ak” Ferez tidak dapat melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba Leary mendorongnya ke sudut tembok dan memeluknya dengan erat, tubuh kecil rapuhnya gemetar hebat karena ketakutan.
“Ssst diamlah, orang jahat itu lewat,” bisik Leary memberitahu.
Tidak berapa lama mobil yang di tumpang Chaning lewat di depan mata Ferez, anak itu sedikit bisa menebak bahwa orang yang Leary maksud jahat itu adalah ayahnya sendiri. Ferez diam mematung merasakan pelukan erat Leary yang kini gemetar ketakutan, degup jantung anak itu terdengar sangat keras dan cepat membuat Ferez memebalas pelukannya dan mengusap bahunya agar Leary tenang.