BAB 5

1031 Words
Malam sudah larut, dan ini juga malam pertama yang Ranjiel habiskan tanpa sahabat, atau juga keluarganya. Ia berada juah dari negara asalnya, ia juga cukup merasa kesepian dan juga rindu kepada Tanah Air Indonesia. Pemuda itu kini hanya bisa menatap bintang, langit lumayan cerah, dan cuacanya sungguh bagus. Hanya saja dingin tak bisa dihindari, dan rasa sepi juga tak bisa ditepis begitu saja. Tok … Tok … Tok … Ranjiel yang mendengar suara ketukan itu segera berdiri, ia melangkah ke arah pintu, lalu membukanya. “Jiel, tadi belom jawab pertanyaan Vier loh. Gimana? Mau ya … ayolah, Vier mohon.” Ranjiel menghela napas, ia kemudian membuang muka. Sudah ia katakan tak tertarik untuk melakukan segala sesuatu yang diminta oleh Vierra, baginya itu hanya buang-buang waktu dan menyusahkan. “Jiel,” tegur Vierra. Ia menatap Ranjiel dengan wajah memelas, tidak lupa dengan tangannya yang meraih, dan menggenggam tangan Ranjiel. “Vier, gue udah bilang nggak mau. Lo mendingan cari cowok lain deh.” Ranjiel melepaskan tangannya, ia kemudian menatap Vierra lagi. “Jangan sia-siain hidup lo buat ngejar gue. Gue dateng ke sini bukan buat pacaran, apalagi ngelakuin hal-hal nggak jelas. Tujuan gue cuma kuliah.” Vierra langsung memeluk Ranjiel, begitu erat, dan ia menenggelamkan wajahnya pada d**a bidang sang pemuda pujaan. “Tapi gimana? Vier serius … Vier cuma mau kesempatan sekali aja. Cuma sekali aja, Jiel.” Ranjiel diam, ia mulai merasa bersalah karena begitu sering menolak gadis itu. Sudah sejak lama, dan entah sudah berapa banyak kata cinta yang terlontar dari bibir Vierra. Ia akui Vierra memang pantang menyerah untuk mengungkapkan semua kepadanya, tapi … apa yang harus dilakukannya? Ia tidak punya perasaan yang sama seperti Vierra, yang ada dalam hatinya saat ini hanya mencintai diri sendiri, dan hidup dengan baik dengan kemampuannya. “Vier,” ujar Ranjiel. “Lo kenapa sih?? Banyak cowok di luar sana. Lo bisa dapetin siapa aja yang lo mau, tapi kenapa harus gue?’ “Kan Vier udah bilang. Vier sayang, cinta, Vier cuma mau sama Anjiel.” Ranjiel menghela napas, ya … perasaan cinta itu memang merepotkan, dan ia benci itu. Sejenak pemuda itu berpikir, kemudian ia mengambil keputusan dengan cepat. “Oke, tiga bulan, dan lo bebas berusaha buat ambil hati gue.” Vierra langsung melepaskan pelukannya, ia menatap Ranjiel. “Beneran? Serius? Vier nggak lagi mimpi, kan?” Ranjiel mengangguk, ia lagi dan lagi berusaha mengulas senyuman. “Vier seneng banget, Vier … Vier bener-bener seneng!” Vierra langsung menjinjingkan kakinya, ia mengecup lembut bibir Ranjiel, dan memeluk pemuda itu. Ranjiel diam, membiarkan Vierra melakukan hal itu kepadanya. Ia ingin menghentikannya, tetapi menyetujui kehendak Vierra, berarti dia harus menerima apa saja yang digunakan Vierra sebagai daya terik untuk membuatnya jatuh. Vierra yang tidak mendpatkan balasan dari aksinya segera berhenti, ia menatap Ranjiel. “Vier bakalan buat Anjiel cinta ama Vier, dan Vier pastiin Anjiel bakalan jadi milik Vier selamanya.” Ranjiel mengangguk, ia kemudian mengulurkan tangan dan membelai pipi Vierra. “Selamat berusaha, Vierra. Jangan salahin gie kalo lo sakit. Lo yang milih jalan ini, lo yang maksa, dan gue cuma ngasi kesempatan.” Vierra bergetar, sentuhan Ranjiel begitu lembut dan membuatnya gugup. Daya tarik pemuda itu mengguncangnya, membuat jiwanya menjerit-jerit, mengatakan jika ia menginginkan Ranjiel, hanya Ranjiel, dan selamanya tetap begitu. “Paham?” tannya Ranjiel.. Vierra tersadar dari lamunan, ia kemudian mengangguk. “Tau nggak? Pas Anjiel ngelusin pipi Vier … Vier jadi ingat lagu Setia Band.” Ranjiel merasa bingung dengan ucapan Vierra, pemuda itu kemudian menarik tangannya, ia langsung menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Aku bergetar disentuh dia, mataku terbang sampai ke langit, sungguh indah dia ku pandangi, dan … bla, bla, bla, bla.” Vier langsung tertawa, Ia kembali memeluk Ranjiel. “Yang pasti Vier ngerasa semuanya indah.” “Berenti jadi lebay, Vie. Lo itu nyebelin kalo udah sok imut.” “Imutnya Vier cuma buat Anjiel, kalo sama yang lain pasang mode galak.” “Udah, balik ke kamar lo. Gue mau tidur,” ujar Ranjiel. Bukannya menurut, Vierra malah masuk ke kamar Ranjiel. “Vier malu bobok sama Anjiel. Selama tiga bulan Anjiel harus bobok sambil meluk Vier, nggak nerima penolakan!” “Vierra!” Ranjiel sungguh tak terima, ia menatap agak tajam, tetapi Vierra malah mengabaikannya. Kesal … oh Tuhan … ia sungguh kesal dengan cara Vierra saat ini. Ia tak ingin, ia tak mau, tapi … ck … sungguh menyusahkan saja. “Vier, gue mohon.” Akhirnya Ranjiel harus memohon kepada gadis itu, ia sangat berharap Vierra bisa mengerti dan berhenti menjadi gila. “Nggak mau! Pokoknya tidur sekamar, dan Vier nggak mau ngubah keputusan lagi. Itu biar Anjiel kebiasaan meluk Vier, biar pas Vier nggak ada Anjiel bisa ngerasain kalo Vier itu penting buat Anjiel. Pokonya Vier mau bobook dipelukin ama Anjiel. Nggak pakek koma, cuma pakek titik!” Vierra langsung saja melangkah ke arah ranjang, dan Ranjiel masih terpaku di depan pintu. Pemuda itu kemudian membuka pintu, baiklah … ia akan berusaha menahan diri agar tak berbuat macam-macam pada Vierra, ia akan berhati-hati kepada gadis aneh itu. “Anjiel, sini … bobok ama Vier,” ujar Vierra. Ranjiel dengan sangat terpaksa melangkah ke arah ranjang, ia berbaring di samping Vierra, dan menatap cewek itu. “Peluk,”’ pinta Vierra dengan nada manja. Ranjiel diam, tetapi ia juga langsung melakukan apa yang Vierra mau. Karena Ranjiel juga merasa kesal, ia langsung menutup mata, berusaha untuk tidur agar tak habis waktu untuk bicara dengan Vierra. Vierra merasa senang, ia kemudian langsung mencium lembut kening Ranjiel. Gadis itu mencurahkan rasa cinta dan kasih sayangnya, ia begitu senang bisa begitu dekat dengan Ranjiel, menikmati wajah tampan nan imut milik sang pujaan hati. “Good night, My Guardian Angel.” Vierra yang sudah selesai dengan ucapannya langsung memejamkan mata, ia menyandarkan kepalanya pada d**a Ranjiel, dan berusaha untuk terjun bebas ke alam mimpi. Saat ini kebahagiaannya akan dimulai, dan ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah Ranjiel berikan. Ranjiel yang sesungguhnya belum tidur sepenuhnya sadar dengan semua yang Vierra katakan, apalagi yang gadis itu lakukan kepadanya. Ranjiel mengeratkan pelukannya, mungkin menikmati saja waktu yang tak ia sukai, dan semua itu akan dengan mudah ia jalani. Keduanya kemudian terlelap, mereka mengarungi mimpi masing-masing, dan tak peduli pada keadaan yang ada di dunia nyata. Tanpa sadar Ranjiel semakin memeluk Vierra, dan Vierra yang merasa begitu nyaman juga semakin menenggelamkan dirinya dalam pelukan hangat Ranjiel. Dingin menghampiri, membuat keduanya tak ingin melepas kehangatan masing-masing. Ya … mereka tidur dalam posisi berpelukan sampai pada pagi menjelang. Mereka benar-benar terhanyut, terlena, dan terpesona dalam indahnya bunga tidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD