BAB 4

1222 Words
[-Bandar Udara Internasional Logan-] Ranjiel baru saja tiba di bandara, pemuda itu langsung saja keluar, dan masuk ke dalam area bandara. Ia menatap kiri dan kanan, kadang juga ia harus bertanya pada beberapa petugas yang berjaga. Rasa khawatir memenuhi otaknya, ia tidak juga menemukan sahabatnya, Vivi. Pemuda itu merasa kesal, ia kemudian berpikir macam-macam tentang Vivi. Ia mulai memikirkan jika Vivi melarikan diri karena takut ia memberitahukan keberadaan dan lokasinya saat ini kepada Theo. Ranjiel kemudian ingat, ia segera merogoh sakunya, dan kembali menghubungi Vivi. Telepon yang ia lakukan kemudian berhasil tersambung, dan Ranjiel hanya tinggal menunggu Vivi mengangkat panggilannya. “Halo,” sapa suara lembut seseorang dari seberang sana. “Lo di mananya sih? Gue udah di bandara,” balas Ranjiel dengan cepat. Ada suara tawa di seberang sana, dan hal itu membuat Ranjiel bertanya-tanya. “Ya gue di bandara,” balas Vivi. Ranjiel mengerutkan keningnya. “Bandara mana? Gue udah di Bandar Udara Internasional Logan.” Sekali lagi suara tawa terdengar, dan Ranjiel menghela napasnya. Kacau … sangat kacau! “Jiel, lo kebiasaan sih.” Ranjiel yang mendengar penuturan Vivi merasa sangat bingung. Apa yang sahabatnya itu maksud? “Sydney Kingsford Smith Airport ,” ujar Vivi dengan sangat tenang. “Ha?” Ranjiel merasa pendengarannya agak terganggu saat ini. “Gue di bandara Australia. Lo ngapain ke bandara?” “Apa? Bukannya lo di Amerika?” “Siapa bilang?” “Lo bilang baru nyampe, dan lo sampe nanya alamat gue di mana. Jelas lo di Amerika, kan?” Suara tawa terdengar, dan Ranjiel menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia tak mengerti apa yang lucu saat ini, tetapi Ranjiel tetap masih berpikir jika Vivi ada di suatu tempat pada sudut bandara yang ia datangi. “Lo masih nggak percaya ama gue?” “Kalo boleh jujur sih iya,” balas Ranjiel tanpa ragu. “Video call aja kalo gitu,” balas Vivi. Telepon di matikan, dan tak lama ada panggilan video dari salah satu aplikasi di ponsel Ranjiel. Cowok itu segera menjawab panggilan itu, ia kemudian melihat Vivi yang sedang tertawa, dan suara tawa Vivi terdengar lepas. “Nah, gimana?” tanya Vivi. Ranjiel memutar bola matanya, merasa sangat malas, dan merasa tertipu dengan ulah sahabatnya itu. “Gue kira lo bohongin gue,” balas Ranjiel. Jelas ia dengan cepat tahu jika Vivi memang berada di tempat yang tadi disebutkan. Tulisan pada belakang Vivi terlihat jelas, dan suasana di bandara itu juga sangat berbeda dengan tempatnya terdampar saat ini. “Makanya, kalo orang ngomong, ya jangan dimatiin.” “Lo bukan orang sih, dasar monyet.” “Ihhh … emang ada monyet seksi, cantik, terus pinter?” “Monyet sekarang kan bisa kamuflase, Vi. Nah … contonya elo,” jawab Ranjiel. Sekali lagi Vivi tertawa, kali ini semakin lepas dan bebas. “Seneng lo?” “Iya. Masalah buat lo?” Vivi balik bertanya. Ranjiel hanya diam, ia memerhatikan Vivi dengan saksama. “Lo lama-lama jatuh cinta kalo natap begitu ke gue,” ujar Vivi. “Jadi, gimana kisahnya elo bisa sampe ngilang dari Jakarta? Rame di grup, laki lo juga nyariin.” Ranjiel segera berdiri, ia memutuskan untuk keluar, menuju ke arah parkiran, dan masuk ke dalam mobilnya. Vivi masih diam, ia memerhatikan Ranjiel yang sudah duduk nyaman di dalam mobilnya. “Lo nggak mau bagi-bagi bahan ghibah ke gue?” “Tunggu ketemu gue kasi tau deh.” “Lah? Sekarang aja napa, sih?” “Kan gue maunya pas ketemu. Ih … ih … kok maksa sih?” Ranjiel hanya mengangguk, dan kemudian ia dan Vivi bicara banyak hal. … [-Apartemen Ranjiel-] Vierra baru saja selesai membereskan barang-barang Ranjiel. Gadis itu terlihat begitu senang, dan merasa ruangan di apartemen minimalis Ranjiel lebih nyaman. Vierra kemudian memilih duduk, matanya menatap jendela yang terbuka, dan angina sepoi musim semi masuk dengan bebas. Ia tersenyum kala mengingat wajah tampan pemuda pujaannya, dan tak sabar ingin bertemu. Gadis itu kemudian menggeliat, dan ia kembali menatap jendela. Rasanya semakin lega, dan harapannya sudah tumbuh perlahan. Sepertinya sekarang ia akan semakin mudah mendekati Ranjiel, bahkan mungkin ia bisa mencuri hati Ranjiel. Ketika Vierra sedang mengistirahatkan tubuhnya, ia mendengar suara dering dari ponselnya. “Siapa lagi yang nelfon. Hedeh … males banget dah bangun.” Gadis itu mencoba mengabaikan telepon, tetapi lagi dan lagi ponselnya masih terus berdering, dan akhirnya Vierra beranjak untuk mengangkat telepon tersebut. Ia melangkah ke arah meja makan, lalu segera duduk, dan melihat nama yang tertera di layar ponsel itu. Dengan cepat Vierra langsung menjawab panggilan itu. “Iya, Ges? Lo kangen ama gue? Lo ada perlu apa? Gue sehat kok, udah makan, masih napas, terus matanya masih bisa ngeliat siang atau malam hari.” “Buset … itu mulut apa petasan?” Vierra yang mendengar aksi protes dari sepupunya tertawa lepas. “Lo di mana sih? Tumben suaranya ceria gitu?” “Gue?” Vierra tersenyum, ia tersipu malu pada detik berikutnya. “Iya, gue nanyain lo di mana.” “Gue di Apartemen Ranjiel,” balas Vierra.” Geisha yang ada di seberang sana terdengar sedikit bergumam, mungkin saja tak percaya. “Lo jangan ngibulin gue, Vier.” “Loh, gue serius loh.” Tepat saat itu dari arah pintu Ranjiel masuk, pemuda itu kemudian menatap Vierra, dan Vierra melakukan hal yang sama. “Ngapain lo masih di sini?” tanya Ranjiel. Ia masih tak sadar jika Vierra sedang bicara dengan Geisha dari sambungan telepon. “Kan Vier mau tinggal barengan ama Anjiel,” balas Vierra dengan nada manja. Geisha yang mendengar hal itu nyaris saja berteriak, tetapi mungkin saja ia sukses menahannya. “Pulang, jangan modelan orang miskin nggak punya rumah,” ujar Ranjiel. Pemuda itu kemudian meletakkan kunci mobil di atas meja dekat rak sepatu, ia langsung terpana saat melihat ruangannya sudah dalam keadaan yang begitu bersih dan juga teratur. “Lo yang rapiin?” tanya Ranjiel “Iya, Vier kan callon istri yang baik.” Ranjiel yang lagi dan lagi mendengar ucapan Vierra memutar bola matanya, ia kesal, tetapi ia juga tak bisa marah kepada Vierra. “Serah lo, gue nggak mau tau, lo musti balik.” Vierra yang mendengar pengusiran itu merengut, ia kemudian mematikan sambungan telepon, dan meletakkan ponselnya begitu saja. Kaki Vierra melangkah cepat, menghampiri Ranjiel, dan tanpa ragu langsung memeluk pemuda yang sedang membelakanginya. “Jiel … Vier Cuma mau deket ama Anjiel.” Ranjiel jelas saja kaget dengan tingkah Vierra. “Lepasin Vier, lagian nggak baik cewek ama cowok yang belom sah tinggal sama-sama.” “Kalo gitu ayo nikah, Vier nggak keberatan kok kalo mau hari ini juga.” Ranjiel kemudian melepaskan pelukan Vierra, ia menghadap pada gadis itu, dan bersedekap. “Lo pikir nikah itu cuma nikah doang?’ Vierra mengangguk, dan saat itu pula Ranjiel mengulurkan tangan guna memberikan hadiah di atas kepala Vierra. Pletak … “Anjiel … kan sakit!” “Abisanya lo kalo dikasi tau suka ngeyel.” Vierra yang melihat Ranjiel lengah langsung saja memeluk Ranjiel, ia menjinjingkan kakinya, dan mengecup lembut bibir Ranjiel. Vierra merasakan jantungnya berpacu dengan cepat, tak menyangka jika berciuman begitu manis dan menyenangkan. Sedangkah Ranjiel … pemuda itu malah terpaku, ia tak tahu harus mengatakan hal seperti apa saat ini. Cara Vierra mencuri ciuman darinya jelas begitu mengejutkan, bahkan ia juga tak menyangka jika ciuman amatir itu berhasil membuatnya sedikit terangsang. Sial … Vierra gadis berbahaya! Ranjiel segera melepaskan diri dari Vierra, ia menjauh, dan memasang wajah datar. Suasana mendadak serius, lalu Vierra mundur satu langkah. Ia masih menatap Ranjiel lekat, berharap pemuda itu bisa menganggap dirinya patut menjadi pertimbangan. “Anjiel ... Vierra bener-bener cinta, Vierra sayang Anjiel, Vierra Cuma pengen sama Anjiel.” “Vier, gue nggak bisa. Kita temenan aja.” “Tiga bulan, kasi Vierra kesempatan tiga bulan buat bikin Anjiel jatuh cinta.” Ranjiel yang mendengar hal itu membuang muka. Baiklah … apa yang harus ia lakukan? “Vierra mohon. Kalo dalam tiga bulan Vier nggak bisa buat Anjiel cinta ama Vier. Vier bakalan jauhin Anjiel. Vier janji, dan Vier nggak akan ingkar janji.” __ NOTE : Jangan lupa komentarnya ^_^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD