Rhea 26

1660 Words
Om Drian hanya mengucapkan satu kata sejak beliau keluar dari ruangan Kak Dewi. Entah apa saja yang sudah Om Drian dengarkan dari Kakak paling galak di tempat les itu. Rhea sedang cemas membayangkan nasibnya setiba di rumah tapi teman-temannya selalu menyapa. Mau tidak mau, sebagai idola tempat les yang bersahaja, Rhea membalas sapaan mereka dengan senyum cantiknya. “Hai calon istri,” sapa Andika pada Rhea. Rhea pastikan Andika hapal luar kepala namanya yang hanya terdiri dari dua suku kata. Tapi cowok ini selalu memanggilnya dengan ‘calon istri’. Dan hal ini sudah dimulai sejak hari pertama mereka bertemu. Drian sengaja mundur empat langkah setelah tiba-tiba kakinya enggan bergerak, melanjutkan jalan menuju mobil. Entah bagaimana caranya, tapi Drian tau bahwa yang dipanggil oleh remaja barusan adalah istrinya. Saat menyadari aura gelap yang keluar darj tubuh Om Drian, Rhea langsung mengode Andika agar cowok itu segera kabur tapi terlambat. Om Drian sudah membuat kontak mata dengannya. Papanya Ale tetap akan terlihat menyeramkan saat suasana hatinya tidak bagus. Setampan apapun pria itu. Dan untuk kali pertama, Andika mendapatkan ekspresi menyeramkan Om Drian yang sudah menjadi makanan Rhea sejak beberapa bulan belakangan. “Siapa yang-” “Ccukk!! Bokapnya Rhea galak bener,” teriak Andika yang sudah kabur padahal Om Drian baru mengucapkan dua kata saja. “Ayo, Om,” ucap Rhea dengan tubuh yang dibuat sedikit menunduk dan kedua telapak tangan yang terbuka mengarah pada pintu keluar. Seperti babu-babu pada umumnya yang sedang menunjukkan jalan pada Tuan Mudanya. Saat mereka sudah berada di mobil. Rhea yang duduk di samping kemudi mengambil Ale dari pangkuan Om Drian yang sedang membawa mobil keluar dari parkiran. Gadis itu menyisir rambut Ale dengan jemarinya kemudian mencium bayi perempuan tersebut. Hampir seharian Rhea tidak bertemu dengan teman kecilnya ini. Remaja itu juga sengaja meletakkan Ale dalam pangkuannya karena bayi yang seda g tertidur itu punya efek ajaib. Saking ajaibnya, dia bisa membuat Om Drian yang sudah siap meledak menjadi kalem. Ale juga bisa membuat Om Drian yang mukanya merah padam bicara baik-baik pada Rhea. Bagaimana Rhea tidak akan sayang pada malaikat pelindungnya ini? Dan berhubung keadaan sedang sangat genting, Rhea kembali berlindung di balik tubuh mungilnya Alesha Zaneta Russel. Mencium-cium Ale seperti yang sedang ia lakukan sekarang akan semakin membuat suhu tubuh On Drian turun. Pokoknya dalam beberapa menit ke depan, Om Drian bakalan aden dan jinak. “Sudah makan?” tuh kan, apa Rhea bilang. “Hm.. belum. Kita makan dimana, Om?” “Bukannya kamu baru jalan sama Om-Om peliharaan kamu? Masa ga dikasih makan,” sindir Drian. Rhea menggaruk belakang kepalanya canggung. Namun begitu ia tidak bisa berhenti bertanya jika sesuatu membuatnya penasaran. “Om-Om peliharaan aku atau Om-Om yang memelihara aku? Soalnya di tivi-tivi disebutnya cewek peliharaan Om-Om, gitu..” “Om-Om peliharaan kamu. Karena kamu yang mengambil keuntungan dari Zaki. Bukan sebaliknya.” Tapi tadi katanya aku yang dikasih makan. Berarti aku yang peliharaan dong? ucap Rhea membatin namun berbeda dengan apa yang ia ucapkan dalam hati, respon yang gadis itu tunjukkan justru berupa mulutnya yang dibuat membulat juga seruan, “Ooh..” Sedangkan Drian langsung mengeluarkan zat sisa pernapasan melalui hidung dengan kasar. Bisa-bisanya dia meladeni pertanyaan konyol Rhea. Dan tau apa Rhea soal cewek-cewek peliharaan Om-Om? Sedangkan di tempat lain, Manda justru mendapatkan semangat hidupnya lagi sejak menghabiskan satu jam bersama Drian dan Alesha. Sebetulnya kondisi penyakit yang ia derita belum sampai pada stadium tinggi. Di zaman seperti sekarang juga sudah ada berbagai macam pengobatan. Semua orang yang ia kenal juga selalu mendukungnya, memberinya semangat. Hanya saja sepertinya mati bukanlah pilihan yang buruk. Toh dengan dirinya yang tetap hidup atau pun tidak, Manda tetap tidak memiliki pria itu di sisinya. Tapi ternyata yang Manda butuhkan adalah dukungan, semangat dan juga perhatian dari seorang Adrian Russel. Me: Aku sudah sampai rumah sakit. Begitu ucapnya pada Drian melalui Line. Dan secepat pesan itu terkirim, secepat itu pula Drian membalas. Him: Be good and I’ll see you soon. “Dia kenapa?” tanya Rhea pada Om Drian. Sejak mengetahui kisah Om Drian dan Manda, gadis itu seolah-olah memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang sedang terjadi antara keduanya. Seperti saat ini, tidak mungkin Om Drian sedang berkirim pesan dengan orang lain. Pasti Manda. Dan Om Drian pun bukan orang yang akan menutup-nutupi sesuatu. Meski terlihat masih sebal padanya, beliau mengulurkan ponselnya pada Rhea. “Ooh.. janjian ketemuan.” “Supaya dia lebih semangat menjalani pengobatan. Ini yang teman lakukan untuk temannya.” Rhea mencibir. Juga merasa tersindir. Di zaman tempatnya berasal, dirinya memang tidak punya teman. Tapi Om Drian salah kalau ingin mencontohkan sikap teman yang baik lewat hubungannya dengan Manda. Memangnya Manda teman? Om Drian yakin? “Itunya udah mau dipotong, ya, Om?” tanya Rhea yang sibuk dengan ponselnya sendiri. Terdengar acuh tak acuh dengan pertanyaannya barusan. Dan tidak. Drian tidak tau pengobatan seperti apa yang akan Manda dapatkan. Kemoterapi kah, terapi hormon, lumpektomi atau mastektomi. Drian tidak tau. Mereka putus tiga tahun yang lalu tepat sebelum Drian menikahi Rhea, setelahnya tidak ada hubungan berarti meskipun Drian mengatakan bahwa mereka masih menjadi teman baik. Nyatanya Drian sama sekali menarik diri dari Manda karena dia adalah seorang pria yang memiliki istri. Hanya satu bulan sebelum Ale lahir ditambah beberapa bulan terakhir saja mereka kembali menjalin komunikasi. Hubungan atau sebut saja pertemanan mereka terlalu canggung untuk membahas kondisi Manda secara detail. Apalagi Manda adalah perempuan dan Drian sebaliknya. Sedang saat pacaran saja, bahasan mereka tidak sampai pada organ tubuh masing-masing kok. Hanya Rhea saja yang sejak awal mendengar cerita tentang penyakit Manda langsung berasumsi bahwa p******a Manda harus diangkat untuk pengobatannya. Namun begitu Drian tidak bisa menyalahkan Rhea sepenuhnya. Karena p******a Rhea.. “Ehem,” Drian yang sibuk dengan pikirannya tiba-tiba berdeham karena tiga kata yang ia ucapkan dalam hati. Apa-apaan ini? “Kenapa berhenti, Om?” tanya Rhea saat Om Drian menepikan mobil sebelum akhirnya berhenti. Drian mencengkeram setir mobil dengan sekuat tenaga. Meskipun tidak ada yang mendengar apa yang pria itu gumamkan dalam hati, entah kenapa ia tetap merasa perlu untuk memberikan klarifikasi. Kalimat yang sebenarnya ingin Drian ucapkan tadi adalah: Karena Rhea tidak pernah menderita penyakit tersebut. Lebih-lebih lagi Rhea yang sedang bersamanya hanyalah seorang bocah. Jadi normal saja jika satu hal yang langsung terpikir oleh Rhea adalah mengangkat atau membuang organ tersebut. Dan Drian bersumpah atas nama putrinya dan juga untuk kebaikan putrinya bahwa tidak sekalipun pria itu pernah membayangkan hal m***m pada Rhea remaja. Menyentuh telapak tangannya saja Drian enggan. Bukan karena dia tidak menginginkannya tapi karena Papanya Ale itu tau bahwa yang sedang ia hadapi hanyalah seorang remaja. Bukan wanita yang ia nikahi tiga tahun yang lalu. Makanya, meskipun masa depan gadis ini adalah miliknya, Drian tetap ingin menjaga agar semuanya terkendali. Ponsel Rhea berdenting dan gadis itu mendapatkan informasi yang ia butuhkan. Om Zaki: Aku ga tau. Kamu tau dari siapa? Itu adalah jawaban Om Zaki saat Rhea bertanya apakah pria itu tau bahwa temannya masuk rumah sakit. Walau bagaimanapun teman Om Drian adalah teman baiknya Om Zaki juga, bukan? Tapi ternyata Manda hanya curhat pada Om Drian seorang. “Kamu mau menginap di rumah Bapak malam ini?” Sekali lagi Drian tekankan, dia tidak berada pada kondisi dimana dirinya bisa saja menerkam Rhea. Hanya saja pria itu tiba-tiba canggung karena Rhea yang bersamanya sekarang terlalu polos untuk.. Drian membenturkan kepalanya ke setir mobil. Sepertinya otak Drian sedang kotor. Atau lebih tepatnya ketahuan sedang kotor. “Om mau ke rumah sakit nemenin Manda?” “Engga, Rhea. Tentu saja engga. Kenapa menurut kamu apapun keputusanku ada hubungannya dengan Manda?” Memangnya menurut Rhea apa yang akan terjadi jika kedua orang tua Manda mendapatinya di rumah sakit? Papanya Manda pasti langsung membuat mantan calon menantunya babak belur. Dan kalimat selanjutnya yang Rhea katakan membuat Drian menginjak gas mobil dengan kesal. “Pergi aja, Om. Tapi jangan bawa Ale. Ale punya aku. Aku bisa jaga dia.” “Kenapa kamu selalu membuatku marah, Rhe?” “Aku? Membuat Om Drian marah? Yang ada aku membuat semuanya mudah buat Om. Kalo yang duduk disini saat ini Rhea Davina Russel, apa Om akan dipermudah seperti ini?” Drian menjambak rambutnya sendiri. Lupakan bahwa barusan ia punya pikiran kotor pada bocah ini. “Kenapa kamu ga nonton BTS aja, Rhe?” Memajukan mulutnya, Rhea kemudian mengaku bahwa paket internetnya sudah habis. Dan tanpa diminta lebih dulu, Drian langsung menyodorkan ponselnya pada Rhea. Agar remaja itu diam dan mereka tidak perlu berdebat lagi. >>> “Ngapain lo duduk disitu?” tanya Drian pada Zaki yang duduk di samping Rhea. Ikut-ikutan bersimpuh seperti yang sedang Rhea lakukan. “Bukannya kita berdua bakalan dihukum?” tanya Zaki yang sudah mengetahui bahwa mereka ketahuan. Drian bahkan tau kalau beberapa jam yang lalu Zaki dan Rhea kelayapan berdua. Makanya saat temannya itu menelfon dan memintanya datang ke apartemen, Zaki bisa memperkirakan apa yang sedang terjadi. “Dia aja yang sedang dihukum,” ucap Drian melirik Rhea kesal. Kali ini bukan tentang hal yang terjadi beberapa jam yang lalu di dalam mobil. Karena tentu saja Rhea selalu bisa membuat Drian marah. Rhea Davina pakarnya kalau soal ini. “Dan elo, tunggu amukan gue!” ucap Drian penuh janji pada teman baiknya itu. Bagaimana mungkin Zaki yang setiap hari bertemu dengannya di kantor bisa menemui Rhea diam-diam dibelakangnya? Pantas saja Rhea tidak sampai merengek-rengek minta jajan padanya sejak beberapa minggu belakangan. Ternyata ada yang memenuhi perut karetnya itu tanpa perlu merengek. “Sekalian aja, deh, Yan,” ucap Zaki yang kembali duduk beberapa meter di depan Drian yang duduk di atas sofa. Pria itu kembali duduk bersimpuh di hadapan temannya itu. Zaki beruntung karena yang ia ajak keluar selama ini adalah Rhea remaja. Kalau Rhea Mamanya Ale, pria itu pasti sudah lebam-lebam kena tangannya Drian. Sedangkan Rhea menipiskan bibirnya, mencoba menyembunyikan senyum bahagia. Ingat ucapan Om Drian beberapa jam yang lalu? Kata siapa Rhea tidak punya teman? Ini yang duduk di sampingnya ini apa kalau bukan teman? Tidak hanya berbagi uang, berbagi makanan enak, mereka sekarang bahkan berbagi hukuman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD