Bab 2: Bule Yang Dibuang

1042 Words
Lain dengan Roland yang kini tengah merencanakan membuang anak nakalnya, sang anak nakal justru tak peduli dan terus menikmati hidup. Di ruangan bising dan remang- remang itu Calvin tengah menikmati minumannya, menatap penari striptis dan lautan manusia yang menikmati musik yang di mainkan Dj. Tak peduli nenek dan kakeknya mengurungnya, dan menjaganya dengan ketat, Calvin bisa dengan mudah mengelabui pengawalnya, lalu pergi ke klub malam ternama di Jakarta. Menyesap rokoknya dan menghembuskan asap ke udara, duduk dengan angkuh dan seksi, menampakan ketampanan yang membuat para wanita tak bisa mengalihkan tatapannya dari sosoknya, yang kini justru tengah menyeringai melihat penari di atas sana yang hanya menatap ke arahnya. Sesekali Calvin menegak minumannya lalu melihat sekitarnya. Bising dan ramai. Tatapannya kini jatuh pada pelayan bar yang membawa nampan minuman lalu meletakkannya di depannya. "Aku tidak memesan ini." Calvin mengeryit dan menatap sebotol minuman mahal di depannya. "Nona, Rania yang memesannya khusus untuk anda." Calvin menoleh ke arah pandangan pelayan bar, yang ternyata tertuju pada penari striptis di depan sana yang tersenyum begitu menggoda. "Oh, oke." Calvin mengangkat gelas slokinya lalu mengarahkannya pada sang penari lalu meneguknya, tanda bahwa dia berterimakasih, tak lupa dia tersenyum membalas godaan dari si penari. "Ho, siapa ini?" seseorang menghampiri Calvin dengan senyum seringai di wajahnya. "Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya angkuh. Calvin mendengus "Kesialanku saat bertemu denganmu Roxy." Pria bernama Roxy itu tertawa meremehkan "Pantas saja satu bulan terakhir ini aku tidak melihatmu di arena, rupanya kau sedang bersembunyi? kau takut kalah dan melarikan diri kemari?" "Aku memang memberi kau kesempatan untuk menang, maka berterima kasihlah, karena kalau aku ada, ku pastikan kau tak tahu, dimana akan menaruh wajahmu yang jelek itu," ejek Calvin. Roxy menggeram marah "Pergilah Roxy, kau menghalangi pemandangan!" Calvin mengibaskan tangannya tak peduli, matanya menatap lurus pada penari yang baru saja selesai menari, meraih jubah untuk menutupi tubuh seksiinya lalu melangkah menghampiri Calvin. Calvin menyeringai saat sang penari sudah duduk di sebelahnya dan menuangkan minuman untuknya "Kau lihat, aku sedang sibuk," katanya lagi saat Roxy tak juga pergi dari hadapannya. Bagi Calvin, Roxy adalah pria paling menyebalkan di dunia, pria yang selalu merasa tersaingi olehnya karena merasa Calvin lebih tampan dan di gilai banyak wanita, meski pun benar adanya Calvin lebih tampan, dan lebih keren dari pada Roxy, tapi Calvin tak ingin membuang waktu meladeni sikap kekanakan Roxy, lebih baik waktunya ia habiskan dengan melakukan hal yang lebih berguna, seperti sekarang ... Sang penari yang ada di sebelah Calvin semakin merapatkan tubuhnya, hingga Calvin bisa merasakan kedua bukit kembar milik sang penari menempel di lengannya. "Hay, I'm Rania," katanya sambil menyodorkan minuman ke depan Calvin. "Calvin." Calvin mengangkat gelas minuman dari Rania dan menegaknya hingga habis. Dari tempatnya berdiri Roxy mengepalkan tangannya erat, lalu dengan tatapan tak lepas dari Calvin, pria itu meminum minumannya. "Pecundang." Roxy keluar dari Klub dan menghubungi seseorang "Ayo, jalankan rencananya sekarang!" **** Calvin mengerang menahan sakit yang berdenyut di kepalanya. Dingin, Lalu pria itu membuka matanya sedikit demi sedikit dan menemukan banyak pohon di sekitarnya. Pohon besar? Dimana ini? Tunggu ... Seingatnya, semalam? Calvin berusaha bergerak namun, tubuhnya terasa kaku, otaknya terus berputar mengingat apa yang terjadi semalam. Seharusnya dia dan Rania pergi ke hotel untuk making love, tapi di tengah jalan ... Ingatannya kembali ke tadi malam. "Sial," umpatnya saat sebuah mobil menghalangi mobilnya. "Siapa mereka?" tanya Rania, yang bergelayut manja di tangannya, bagian atas tubuhnya bahkan hampir sepenuhnya terbuka dan begitu menggoda membuat Calvin ingin segera mencicipi nikmatnya tubuh molek di sebelahnya. Tapi, sialnya seseorang menghambat mereka di depan sana. "Tunggu disini sebentar, honey." Calvin mengecup bibir merah merona Rania lalu keluar dari mobilnya. Calvin mendengus saat melihat empat orang berpakaian hitam keluar dari mobil tersebut dan menghampirinya. "Siapa kalian?" katanya dengan bahasa inggris. Tentu saja pertanyaan Calvin membuat keempat pria di depannya tertawa "Lo ngerti dia bicara apa?" tanya salah satu pria ke pria lainnya. "Nggak, gue orang Jawa asli." "Gue, apalagi Gue cuma tamatan Sd." pria lain menanggapi. Keempatnya tertawa, membuat Calvin kembali berujar "Kalian siapa?" kali ini dengan bahasa Indonesia. Sudah Calvin katakan dia mengerti bahasa Indonesia, apalagi mommynya yang orang Indonesia mewajibkan anak- anaknya untuk bisa berbicara bahasa Indonesia. "Oh, bisa bahasa indonesia juga dia." "Iya, tapi dia tanya kita siapa? Bilang aja kali ya, kita pembunuh bayaran." Calvin mengerutkan keningnya, mana ada pembunuh bayaran mengakui pekerjaannya. Orang bodoh mana yang menyewa pembunuh bayaran seperti mereka "Kalian gila? Mana ada pembunuh bayaran yang mengakui pekerjaan mereka." "Wah, ni bule ngeremehin kita." Calivin berdecak "Kalian menyita waktuku." lalu mengeluarkan dompetnya "Berapa yang orang itu berikan? Aku beri dua kali lipat," kata Calvin sambil menyodorkan lembaran uang merah ke para preman yang mengaku pembunuh bayaran tersebut. "Wah, dia ngeraguin dedikasi kita nih," ucap si preman lagi. "Dah, lah buang waktunya jangan lama- lama, hajar aja." dan saat itulah baku hantam terjadi. Calvin bukan orang lemah, tentu saja dia tahu caranya berkelahi, dan tak membutuhkan waktu lama keempat orang itu sudah terkapar di tanah "Cih, begitu saja? Tidak malu, mengaku pembunuh bayaran?" Calvin mengibaskan jaketnya lalu berbalik. "Sorry, honey ... Ada sedikit gangguan." Dari arah pintu Rania tersenyum menggoda, namun wanita itu membelalakan matanya lalu menjerit "Awas!" Bugh ... Sebuah hantaman mendarat di tengkuk Calvin membuatnya oleng dan terjatuh. Kepalanya berdenyut nyeri, namun saat belum benar- benar pingsan Calvin sempat mendengar suara orang yang dia kenal. Roxy ... *** Kembali ke masa kini, Calvin mengeram dengan tangan yang masih memegang kepalanya dan terbaring tak berdaya. "Sial!" umpatnya. "Tunggu!" Calvin membuka mata sepenuhnya lalu melihat sekelilingnya "Benar- benar hutan?" Sebelum pingsan Calvin sempat mendengar Roxy berkata "Buang dia ke hutan, agar di makan hewan buas!" dan mengingat ucapan Roxy, Calvin tersadar sepenuhnya dan berusaha bangun secepat yang dia bisa. Bagaimana kalau benar- benar ada hewan buas? Calvin menunduk melihat dirinya. "Masih utuh," ucapnya lega, saat melihat anggota tubuhnya masih utuh "Pantas dingin." Calvin melihat kaos dalam yang dia kenakan dan celana bokser yang menutupi bagian bawahnya "Roxy, sialan, b*****h jelek, dia bahkan membuang pakaianku." Calvin nampak berpikir lalu meraba dirinya "Sial, kemana ponselku, Akh!" jeritnya kesal, tentu saja Roxy pasti membuangnya. Bagus sekali rencananya membuatnya di makan hewan buas, lalu hilang tanpa jejak, karena tidak akan ada yang menemukan identitasnya sekalipun. Calvin menatap sekelilingnya "Sekarang bagaimana?" Tidak ada ponsel. Tidak ada uang. Bahkan pakaian. Threeple shiit. ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD