Chapter 5

1115 Words
Elisa memutuskan untuk segera kembali ke Mapson dan menenangkan dirinya atas segala fakta yang baru saja ia ketahui berdasarkan penuturan Anthony. Tentang laki-laki itu yang terpaksa berjuang untuk menjadi raja. Tentang Andreas yang selama ini lebih disayang oleh Raja George. Ia kini telah mengetahui cerita dari Andreas dan juga Anthony. Elisa sudah mengetahui terlalu banyak hal padahal ia baru saja ikut campur dalam masalah keluarga Hawthrone. Sepertinya ia hanya perlu memastikan beberapa hal untuk bisa mempertimbangkan tindakan apa yang bisa lakukan selanjutnya. Elisa ingin menunggu waktu yang tepat untuk menanyakan rencana Anthony terhadap daerah Mapson. Elisa sebenarnya berpikir bahwa mungkin ia bisa memohon kepada Anthony untuk mengurungkan rencananya terhadap Mapson apabila nanti Andreas tidak terpilih menjadi Putera Mahkota. Hanya saja, Elisa tidak merasa akan ada jaminan bahwa Anthony akan menuruti permohonannya. Berada di pihak Andreas dan mendukung laki-laki itu naik tahta adalah satu-satunya hal yang bisa Elisa lakukan. Setidaknya Andreas sudah menjamin bahwa tanah Mapson akan aman dibawah kepemimpinannya. “Lama sekali.” suara Andreas menyambut Elisa ketika ia tiba di kamar lelaki itu setelah kembali dari kebun bunga. “Seseorang memberitahuku kau kembali bersama Anthony.” Andreas melanjutkan. “Iya, Yang Mulia. Pangeran Anthony menemuiku di kebun bunga.” Elisa memilih untuk berujar jujur. Tidak ada untungnya ia membohongi Andreas. Toh, laki-laki itu telah mengetahui kebenarannya. “Pangeran Anthony bertemu denganku ketika ia hendak menemui Yang Mulia Ratu.” Elisa menambahkan. Andreas bangkit dari posisi duduknya kemudian melangkah menuju jendela. Menatap langit gelap yang menandakan bahwa malam telah tiba. “Apa saja yang kalian bicarakan?” tanya Andreas penuh selidik. Elisa memilih untuk merahasiakan fakta bahwa Anthony adalah teman masa kecilnya. Elisa juga akan merahasiakan fakta bahwa dirinya dan Anthony sudah sangat akrab melebihi dirinya dengan Andreas. Elisa juga akan merahasiakan apapun yang telah Anthony ceritakan kepadanya. Meski Elisa berada di pihak Andreas, entah mengapa Elisa ingin menjadi pihak yang netral. Ia ingin mengetahui segala sesuatunya agar bisa menentukan tindakan yang tepat. “Bagaimana kita bertemu dan pada akhirnya Yang Mulia melamarku.” Andreas memasukkan tangannya ke saku celana. “Apa kau sudah menghafalkan ‘naskah’mu dengan baik?” “Saya pernah memainkan teater, itu adalah hal yang mudah.” “Aku yakin Anthony memiliki waktu yang cukup untuk mencari permaisuri jika ia benar-benar ingin menyaingiku.” Elisa yakin bahwa Anthony tidak seambisi itu sehingga menggadaikan kehidupan pernikahannya demi tahta. Hanya saja Elisa mengetahui alasan kedua laki-laki itu. Permasalahan keluarga Hawthrone sangatlah pelik sehingga Elisa tidak paham siapa yang sebenarnya benar-benar terluka disini. “Yang Mulia.. Besok aku akan kembali ke Mapson..” Andreas menoleh dengan cepat, bahkan membalikkan badannya dan menatap Elisa dengan tajam. Elisa sudah mulai terbiasa dengan tatapan itu. “Kau meninggalkanku? Keadaanku belum membaik, Elisa.” Elisa menghela napas dan melupakan hal itu. Ia tahu bahwa Andreas lebih membutuhkan dukungan moral saat ini dan untuk itu Elisa harus berada di sampingnya. Semalam setelah pertengkaran mereka, Elisa telah melewati batasannya dengan tidur satu ranjang bersama Andreas. Mereka hanya benar-benar tidur. Elisa menemani Andreas karena laki-laki itu membutuhkannya. Keesokan paginya, Elisa merasa lega tidak ada yang mempermasalahkan hal itu karena semua nampak antusias menyambut kedatangan Anthony. Andreas juga telah meminta maaf karena sempat membentak Emily. Gadis itu pun hanya memaklumi saja dan sempat bertanya kepada Elisa, hal apa yang membangkitkan kemarahan Andreas. Elisapun hanya mengatakan bahwa itu adalah hal yang lumrah terjadi antar pasangan. Fakta sesungguhnya adalah Elisa dan Andreas hanya sebatas partner yang saling membutuhkan untuk mencapai tujuan masing-masing. “Saya ingin menikmati waktu tinggal di Mapson sebelum pindah kesini, Yang Mulia.” Elisa berkata jujur. Minggu depan setelah pertunangan ia akan mulai tinggal di istana dan mempelajari protokol. Itu artinya ia hanya memiliki waktu selama seminggu untuk menikmati hidupnya di Mapson dan juga untuk menikmati kebebasannya. Andreas melangkah mendekatinya. “Pulanglah. Kita akan berjumpa pekan depan ketika pertunangan.” “Terima kasih, Yang Mulia. Tolong segeralah pulih. Segala sesuatunya akan berjalan baik bila Anda sehat.”     ------   “Aku yakin Andreas akan marah jika mengetahui hal ini.” Elisa tersenyum mengangguk menyetujui ucapan Anthony. Akan tetapi mengingat bahwa mereka telah sepakat tidak akan saling mengekang maka Elisa berani melakukan hal ini. Hal yang ia dan Anthony impikan ketika mereka masih kanak-kanak. “Satu istana akan gempar jika tahu ini.” Elisa menimpali. “Seluruh Marchard bahkan.” sahut Anthony. Mereka menyamar untuk pergi ke air terjun Aknesa. Air terjun itu sangat indah dan berada di tengah hutan. Elisa dan Anthony memiliki kemiripan yaitu suka akan tantangan, suka berpetualang, dan bukan tipe yang terlalu serius atau kaku meski keduanya sangat terpelajar. “Apa Andreas tidak pernah mengajakmu ke alam bebas?” tanya Anthony. Elisa menahan tawanya. Jika saja ia bisa bercerita kepada Anthony. Jangankan mengajak Elisa untuk pergi ke alam bebas, Andreas tidak pernah mengajaknya kemana pun kecuali perpustakaan. “Kau tahu dengan baik bahwa kakakmu bukan tipe seperti itu, kan?” Bersama Andreas, Elisa benar-benar menghormati laki-laki itu sebagai seorang pangeran. Selalu memanggilnya dengan hormat dan sopan. Berbeda ketika ia bersama Anthony. Mereka memang sudah bertahun-tahun tidak bertemu tetapi keakraban keduanya terasa tidak terkikis. Itu sebabnya Elisa lebih nyaman tidak terlalu formal ketika bersama Anthony dan menganggap Anthony layaknya teman bermain bukan seorang pangeran. Percis ketika mereka masih kecil dulu. “Biar kutebak , dia pasti mengajakmu ke perpustakaan dan membicarakan banyak hal mengenai politik?” Jika boleh Elisa berkata jujur maka ia akan meneriakkan jawaban ya. “Kakakmu itu memang kaku dan serius tapi percayalah dia bisa romantis.” Elisa harus tetap bersikap bahwa ia tidak akan pernah menjatuhkan kekasihnya di hadapan siapapun. Pernyataannya beberapa menit lalu menyebabkan Anthony mengerutkan keningnya karena merasa penasaran. “Jadi, seperti apa Andreas ketika dia berbuat romantis?” “Ayolah, kita sudah sampai dan berhenti membahas kakakmu di petualangan kita.” Elisa menunjuk air terjun yang sudah di depan mata mereka. Rasa lelah menjajaki hutan menguap begitu saja meski Elisa yakin baik ia ataupun Anthony tidak merasa lelah sedikit pun. “Indah sekali..” Elisa bersyukur pikiran Anthony teralihkan dari pertanyaan terakhir yang ia ajukan. Andreas bukan tipe laki-laki romantis dan Elisa belum sempat mengarang cerita untuk menjawab pertanyaan Anthony. “Baiklah.. Kau hutang cerita mengenai keromantisan Andreas padaku. Kita bisa membicarakannya di perjalanan pulang.” Elisa serasa ingin mengumpat ketika melihat senyum tidak berdosa yang Anthony tunjukkan setelah mengakhiri ucapannya. Mereka lantas melempar tas dan segera berlari menjemput air biru jernih yang terlihat sangat menggiurkan ini. “Kau tahu, Karen. Aku pernah bermimpi untuk mengajak pasanganku bulan madu kemari..” Anthony mulai bersuara ketika keduanya sudah berenang dengan tenang. Ia sedang melangkah menuju ke bawah air terjun. “Inspirasi yang bagus.. Sepertinya aku akan mengajak Andreas kemari.” “Jika boleh jujur.. Aku tidak percaya kalian adalah sepasang kekasih.”    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD