Chapter 4

1721 Words
“Keadaannya telah membaik. Jika nanti malam ia tidak mimpi buruk lagi maka ia telah sembuh.” Seketika semua yang berada dalam ruangan merasa lega. “Beristirahatlah, Andreas.” Raja George memberikan perintah. “Elisa.” berikutnya Raja George memanggil Elisa. “Ikutlah denganku. Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan.” Elisa menoleh kepada Andreas untuk memastikan apa yang harus ia lakukan. Andreas menganggukkan kepalanya dan Elisa menyetujui untuk berbicara dengan sang raja.   “Putra sulungku sangat jarang sakit dan ia tiba-tiba sakit begitu saja.” “Aku yakin kelelahan bukan penyebab ia sakit dan Andreas merahasiakan sesuatu dariku.” Elisa merasa sedikit gelisah karena ia tidak tahu harus menjawab apa. Andreas merahasiakannya dari raja dan ratu pasti karena sebuah alasan. “Pangeran Andreas sedang banyak pikiran, Yang Mulia.” “Apa yang dia pikirkan.” “Apa saja yang bisa membuat Anda yakin bahwa ia pantas menjadi Putra Mahkota.” Terdengar helaan napas. “Pangeran Andreas sangat berusaha keras, Yang Mulia.” “Anthony juga berusaha.” “Mengapa Anda membiarkan adanya persaingan di antara kedua putra anda, Yang Mulia? Persaingan itu hanya akan saling menyakiti mereka. Jika saja Yang Mulia sudah memutuskannya sejak mereka kecil. Aku yakin pihak yang tidak tepilih akan lebih menerimanya.” Elisa tahu bahwa ia telah lancang dengan mengatakan hal seperti itu. Akan tetapi ia hanya ingin menyuarakan pemikirannya. “Aku mengambil keputusan itu sebagai seorang raja, bukan seorang ayah.” Jabatan mereka telah membuat mereka lupa bahwa mereka adalah keluarga kecil yang saling membutuhkan perhatian satu sama lain. Tanpa protokol istana, tanpa aturan yang kaku. “Kapan Anda akan memilih Putra Mahkota?” tanya Elisa. Ia ingin semua ini segera berakhir. Raja George menoleh kepada Elisa. “Aku sudah memilihnya sejak salah satu dari mereka lahir.” “Lalu mengapa Anda-” “Aku mengambil keputusan itu sebagai seorang raja, Elisa. Ada beberapa protokol istana yang harus ku patuhi.” “Dan pilihanku sejak mereka lahir, adalah pilihanku sebagai seorang ayah.”     ------ “Pengumuman Putra Mahkota diadakan dua minggu sebelum kita menikah.” Andreas menyesap minuman hangat yang dibuatkan Bi Resa. Itu akan membantunya merasa lebih baik. Saat ini sudah malam hari dan Elisa menemani Andreas makan malam di kamarnya. Mereka sudah selesai menyantap hidangan dan kini tengah duduk di sofa kamar Andreas. Ya, hanya mereka berdua dalam ruangan itu. Elisa memilih diam saja atas informasi yang disampaikan Andreas. Elisa ingin tahu sebenarnya apa saja penilaian yang akan membuat para pangeran layak terpilih sebagai putra mahkota. “Besok Pangeran Anthony akan datang.” Elisa mengingatkan. Elisa benar-benar penasaran akan sosok Anthony. Ia sudah melihat foto Anthony dan menurutnya Anthony tidak kalah berwibawa dari Andreas. “Dia tetap adikku, Elisa. Aku yakin kau tahu harus seperti kau bersikap.” Elisa memutar bola matanya malas. Meskipun mereka bersaing, bukan berarti Elisa akan memusuhi Anthony. “Tentu, Yang Mulia. Segeralah pulih. Kau harus menyambut adikmu dengan keadaan sehat, bukan?” Andreas mengangguk. “Saya dengar bahwa Anda adalah pangeran yang dingin, Yang Mulia. Banyak yang lebih menyukai sikap hangat Pangeran Anthony.” “Dan saya juga merasakannya. Pandangan Anda sangatlah menusuk.” Andreas mengangkat Elisa hingga kini gadis itu berada di atas pangkuannya. Tatapan Andreas benar-benar tajam dan Elisa merasa sedikit menyesal telah mengatakan hal itu. “Apa maksudmu?” Jarak wajah mereka sangatlah dekat dan Elisa dapat merasakan hembusan napas Andreas yang menerpa wajahnya. “Aku merasa bahwa citra itu harus kau hilangkan, Yang Mulia. Semua pasti akan merasa lebih nyaman jika kau berkepribadian hangat dan memiliki tatapan mata yang lembut.” Pandangan Andreas semakin menajam dan Elisa baru mengingat rumor bahwa Andreas sangat mengerikan jika sedang marah. “Apa aku membuatmu tidak nyaman?” Andreas memegang dagu Elisa dan terlihat tidak sabaran. “Jawab, Elisa!” Tatapan Andreas benar-benar tajam dan terasa menghunus seperti pedang. “Jadi ini yang selalu kalian lakukan?” Andreas dan Elisa kompak menoleh ke arah suara yang berasal dari pintu. Emily nampak memutar bola matanya dengan malas disana. “Keluar, Emily! Pengawal pasti sudah memperingatkanmu untuk tidak masuk kesini.” “Aku datang han-” “Keluar!!” Melihat Andreas yang sepertinya sedang marah membuat Emily merasa takut dan memilih untuk keluar begitu saja. “Kau belum menjawab pertanyaanku, Elisa.” Meski takut, sejujurnya Elisa merasa penasaran akan apa yang Andreas lakukan jika sedang melampiaskan amarahnya. “Seorang raja, harus bisa bersikap tenang dan tidak mudah terpancing emosi, Yang Mulia.” Elisa berujar seraya menyentuh pipi Andreas. “Jangan pernah membandingkan aku dengan Anthony. Kami memiliki sikap dan kepribadian masing-masing. Dan kau, kau belum mengenalku cukup jauh dan yang terjadi barusan tidak bisa kau anggap bahwa aku mudah terpancing emosi.” Andreas melepas genggamannya pada dagu Elisa dan menyentuh tangan Elisa yang berada di pipinya. “Anda bahkan belum mengenalku sama sekali, Yang Mulia.” ----- Pangeran Anthony tiba beberapa saat sebelum makan siang. Sehingga makan siang sekaligus menjadi acara penyambutan Anthony. Keluarga istana sangat jarang melakukan makan siang bersama mengingat semua memiliki tugas dan kesibukan masing-masing. “Bagaimana keadaan disana, Anthony?” Pertanyaan itu adalah pertanyaan pertama yang menyambut Anthony semenjak ia bergabung di meja makan. Raja George yang melontarkannya. “Sudah membaik, Ayah. Jika tidak pasti aku tidak akan kembali hari ini.” Jawabnya seraya terkekeh. “Maaf kami terlambat, Yang Mulia.” suara Elisa menginterupsi. Elisa datang bersama Andreas yang terlihat lebih baik dari hari-hari sebelumnya meski masih pucat. Elisa dan Andreas dipersilahkan duduk. Andreas duduk di sebelah Anthony dengan posisi yang berdekatan dengan Raja. Sementara di hadapan Andreas adalah Ratu Annetha dan Elisa duduk di sebelah Ratu Annetha. Otomatis Elisa berhadapan dengan Anthony. “Ah, siapa ini? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Anthony menatap Elisa. Ia merasa tidak asing dengan sosok ini. “Dia kekasihku. Elisabeth Karennina.” Andreas menyahut. Detik berikutnya Anthony terkejut dan memilih terdiam. Ia lantas menatap Elisa kemudian tersenyum. “Cantik sekali.” gumam Anthony namun dapat didengar oleh seluruh orang yang berada di meja makan. “Terima kasih, Pangeran.” Elisa tersenyum. Makan siang tersebut berlangsung cukup hangat dengan kehadiran Anthony. Suasasa terasa lebih akrab dibandingkan makan malam yang pernah Elisa ikuti. Sepertinya rumor bahwa pangeran Anthony lebih baik dalam hal mencairkan suasana sangatlah benar. Usai makan siang selesai, Elisa mengantarkan Andreas menuju kamarnya. Meski sudah jauh lebih baik, Andreas belum sepenuhnya pulih dan Elisa belum tahu kapan ia akan kembali ke Mapson. “Apa yang akan kau lakukan di kebun nanti?” tanya Andreas. Ratu Annetha sudah meminta Elisa untuk menemaninya pergi ke kebun bunga sore ini. Sedangkan perihal apa yang akan mereka lakukan disana, Elisa belum mengetahuinya. “Aku belum tahu.” “Sepertinya Ratu Annetha sangat menyukaimu. Baguslah.” Elisa menganggukkan kepalanya. Meski Elisa dapat merasakan aura kesinisan dari Ratu Annetha namun sikap sang ratu sangat baik kepada Elisa. Elisa hanya merasa, sang ratu baru saja menemukan ‘teman’ yang satu frrekuensi dengannya. Aura kesinisan itu perlahan menghilang dan kini Elisa benar benar sangat lega. Elisa akui bahwa Putri Emily secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya namun itu bukanlah masalah sekarang. Setidaknya Yang Mulia Raja dan Ratu saat ini menyukainya dan itu akan membuat posisi Elisa di istana benar-benar aman. Jika tidak, maka rencana yang Andreas susun tentu akan sangat berantakan.   -----   “Aku akan memetik beberapa bunga kemudian merangkainya untuk dipajang. Kita bisa merangkai bunga itu nanti malam. Bukankah menarik?” tanya sang ratu. “Sangat. Saya yakin Yang Mulia sangat terampil untuk merangkai bunga sehingga terlihat indah.” puji Elisa dengan tulus. “Aku akan memangkas beberapa anggrek beserta batangnya. Anggrekku sudah terlalu banyak dan tidak terlihat rapi.” “Apa yang bisa kubantu, Yang Mulia?” “Bagaimana dengan mawar, Elisa? Hanya saja kau harus mengikutsertakan batangnya yang penuh duri agar ia mudah dirangkai.” “Baiklah yang mulia. Mawar berwarna apa yang sebaiknya ku potong?” “Sesuka kau saja, Elisa. Dua puluh batang kurasa cukup. Berhati-hatilah.” Ratu Annetha kemudian melangkah menuju baris anggrek yang berjejer begitu rapi. Koleksi anggreknya benar-benar terlalu melimpah. Elisa mulai memotong mawar berwarna putih. Mawar satu ini berwarna netral bila dipadukan dengan warna bunga lainnya. Ia sudah melengkapi tangan kirinya dengan sarung tangan tebal sehingga tangannya tidak akan terluka apabila menggenggam batang mawar yang penuh duri. Setelah selesai memotong sepuluh batang berwarna putih, Elisa mulai bingung warna apalagi yang pilih. Akhirnya ia memilih mawar berwarna biru. “Warna biru rupanya masih menjadi warna kesukaanmu, Karen?” Elisa terkejut mendengar suara itu. Itu suara pangeran Anthony. Bukan sosok itu yang membuatnya terkejut melainkan apa yang telah diucapkannya. “Yang Mulia..” Elisa menoleh dan mendapati Anthony tersenyum dengan hangat. “Kau tidak ingat aku?” tanya Anthony dengan mengangkat satu alisnya. Elisa mengerjap dengan bingung. Ayolah, seingat Elisa mereka tidak pernah bertemu. Dan tunggu, barusan pangeran Anthony memanggilnya dengan sebutan Karen? “Kau benar-benar tidak mengingat aku?” tanya pangeran Anthony lagi. “Tidak.” sahut Elisa cepat. Anthony merogoh sakunya kemudian menunjukkan sebuah kalung kepada Elisa. Kalung dengan liontin huruf KH itu berkilau diterpa cahaya matahari sore. “KH?” Tanya Elisa benar-benar tidak mengerti. “Karennina Hawthrone.” Elisa menatap Anthony dengan penuh kebingungan. Dia benar-benar tidak mengerti. “Apa kau melupakan anak laki-laki yang menjadi kurcaci di kelas teater?” tanya Anthony. Elisa hanya diam saja seraya berpikir. “Ayolah, Karen. Kau benar-benar tidak mengingatku?” Elisa menatap Anthony dengan serius dan berusaha mengingat apapun yang seharusnya ia ingat. “Mr. Haw?” pekik Elisa kemudian. Anthony tersenyum dan mengangguk dengan cepat. “Apa itu kau? Astaga.. aku tidak percaya.. Kau? Seorang pangeran?” tanya Elisa memastikan. Sewaktu kecil Elisa pernah mengikuti kelas theater selama satu bulan. Kelas itu diperuntukkan bagi anak-anak di Marchard yang lolos seleksi. Sejumlah dua puluh lima anak yang beruntung bisa mengikuti kelas itu dan kemudian menampilkan sebuah teater di istana. Elisa ingat betul ia memiliki teman akrab yang ia panggil Mr. Haw. “Yaa.. Jika kau ingat aku memang merahasiakan identitasku dari siapa pun.” Elisa tersenyum sumringah. “Kita benar-benar lost contact karena kau terlalu misterius.” Elisa menimpali. “Yaa kau benar. Dan aku sedikit menyesali hal itu.” Elisa menatap Anthony dengan perasaan berkecamuk. Anthony yang selama ini Andreas ceritakan adalah teman masa kecilnya. Elisa tahu betapa Anthony kecil sangatlah baik dan seharusnya kepribadian itu akan bertahan hingga ia dewasa. “Jadi, bagaimana bisa Karen membuat Andreas Hawthrone jatuh cinta?” tanya Anthony.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD