Bab 5. Memikirkan mu

1108 Words
Happy Reading. Clara memutuskan untuk langsung pulang ke rumah dan masuk ke dalam kamar. Dia sungguh tidak ingin bertemu dengan Daffi karena pria itu pasti akan memaksanya untuk mengurungkan keinginannya yang ingin membatalkan pertunangan dengan Devan. Clara merasa jika Daffi ini bukanlah kakak kandungnya karena Daffi tahu jika dia tersiksa dengan perjodohan itu. Akan tetapi Daffi malah tidak mau mendukungnya. Daffi tahu jika dia memang mencintai Devan sangat besar tetapi Daffi juga tahu kalau Devan sudah berselingkuh dengan memacari seseorang wanita yang bernama Eliana. Seharusnya Daffi marah besar dengan hal itu, tetapi entah kenapa Daffi hanya diam saja bahkan malah marah ketika Clara membatalkan perjodohan itu. "Huh, dasar kakak kandung laknat, ku kira dia memang bukan Abang kandungku. Seharusnya Daffi itu kecewa kalau tahu adiknya disakiti terus, bukan malah membujuk Devan untuk tidak membatalkan perjodohan ini, lalu apa untungnya buatku jika Daffi saja tidak mau memberikan cintanya untukku. Yang ada aku harus makan hati setiap hari melihat kemesraan dia dengan Eliana. Si wanita centil yang disukai oleh Devan, padahal menurutku dia juga tidak terlalu cantik masih, banyakan aku cantiknya." Clara bergumam sendiri dengan perasaan dongkol. Gara-gara pria itu juga membuatnya harus berurusan dengan Arka si dosen tampan yang super menyebalkan. Sekarang Clara harus menjadi kacung Arka selama enam bulan ke depan. Seandainya saja dia tidak memilih Arka sebagai pria yang akan dia ajak one night stand, pasti semua ini tidak akan terjadi. "Lebih baik aku mandi dan tidur!" Wanita cantik itu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Sungguh hidupnya benar-benar berantakan hanya karena cinta. Clara berjanji akan menghapus semua perasaannya pada Devan meskipun itu sulit. Dia tidak ingin mengejar cinta pria yang tidak pernah mencintainya sama sekali. Di tempat lain. Devan kesal sekali karena Daffi mengancamnya agar tidak memutuskan pertunangannya dengan Clara, padahal dia sudah menantikan momen itu agar dia bisa bersama dengan wanita yang dicintainya. "Yank, kamu kenapa sih? Kok dari tadi mukanya jutek amat?" tanya Elina memeluk leher Devan dari belakang. Pria itu menoleh dan tersenyum, kemudian mencium pipi Elina yang ada di sampingnya. "Nggak apa-apa, lagi banyak pekerjaan aja, beberapa hari ini keuntungan perusahaan sedang menurun," jawab Devan tersenyum tipis. Elina mengerucutkan bibirnya, "padahal aku lagi pengen tas branded keluaran terbaru." Devan mendesah pelan, entah kenapa lama-lama dia merasa jika Elina semakin boros padahal baru dua hari yang lalu wanita itu meminta sepatu dengan harga selangit. Namun, Devan sudah terlalu bucin dengan wanita itu, hingga dia akhirnya mengiyakan permintaannya meskipun tidak bisa langsung memberikan. "Baiklah, besok kalau proyek di Kalimantan sudah selesai, aku janji akan membelikan kamu tas itu, tapi sekarang masih belum bisa sayang, dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sudah sangat besar dan kamu tahu sendiri kan jika aku ini belum menjadi CEO di kantor ini?" ujar Devan. Memang perusahaan itu masih menjadi milik sang ayah, dia bahkan belum mendapatkan apa-apa dari harta warisan karena memang ayahnya masih sehat wal Afiat. Devan bahkan sudah lupa jika dia masih di gaji oleh ayahnya sendiri, tetapi dia sudah sangat memanjakan Elina. "Iya deh, kalau gitu aku pergi dulu, mau ke salon," ujar Elina mencium pipi Devan kemudian pergi begitu saja dari ruangannya. Senyum di bibir Devan perlahan surut, dia sudah kehabisan uang. Perusahaan juga tidak sedang baik-baik saja. Perusahaannya kini tengah di sokong dana dari perusahaan milik Daffi. Jika dia berulah dan mengiyakan keputusan Clara untuk memutuskan perjodohan, Daffi akan mengambil semua saham miliknya. "Tidak, aku tidak boleh gegabah. Meskipun aku menikah dengan Clara, tapi aku masih bisa berhubungan dengan Elina. Jadi, Clara tidak boleh memutuskan pertunangan ini!" Devan mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Clara. Akan tetapi nomornya tidak bisa dihubungi. "Sial! Dia memblokir nomor ku!" Devan kesal. Ternyata Clara tidak main-main dengan nya. Apa benar jika Clara telah berpaling darinya karena pria itu. *** Keesokan paginya. Clara terkejut ketika melihat siapa yang ada dihadapannya. Devan pagi-pagi sudah mendatanginya ke rumah. Jika dulu dia pasti akan sangat senang, sekarang Clara benar-benar muak. "Clara aku ing—" "Minggir, gue mau ke keluar!" Clara mendorong tubuh Devan dan langsung berjalan cepat menuju mobilnya. Clara merasa ada yang aneh dengan sikap Devan, kenapa pria itu sekarang jadi seperti ini. Dulu ketika Clara masih mencintainya, dia harus menelepon Devan berkali-kali baru pria itu datang ke rumahnya. Atau terkadang dia meminta tolong Daffi untuk membuat Devan menurut. Akan tetapi, kenapa sekarang pria itu seakan-akan tidak ingin berpisah darinya? Sebenarnya apa yang sedang Devan rencanakan? *** Clara sejak tadi sudah merasa kesal, sekarang kekesalannya bertambah dua kali lipat saat tiba-tiba Arka mendatanginya setelah selesai mata pelajarannya. "Sayang, jangan lupa nanti malam," ujar Arka dengan lantang. Clara menatap sekeliling dan melihat beberapa orang yang ada di tempat itu menatap ke arahnya. "Pak, kenapa bapak membuat semua orang jadi salah paham?" bisik Clara dengan tajam. "Loh, memang benar, kan? Kamu udah putus dari tunangan mu dan kita sekarang berpacaran!" Clara ingin sekali menyumpal mulut Arka. Apa sih sebenarnya yang pria ini mau. Dengan sedikit tarikan kuat, Clara membawa Arka keluar dari dalam kelas dan menariknya ke ujung lorong. "Bapak sengaja, ya?" "Iya, kan memang kita sekarang pacaran? Kamu udah lupa perjanjian kita?" Clara melotot mendengar ucapan Arka. "Atau kamu mau ingkar? Apa kamu mau aku sebar–" "Iya-iya! Aku ingat!" Clara menutup mulut Arka dengan telapak tangannya, matanya melotot, sungguh tidak pernah terbayang dibenaknya jika ia harus berurusan dengan Dosen yang sangat dibencinya di kampus. "Saya tahu kalau wajah saya sangat tampan, apakah kamu sedang mengaguminya?" ucap Arka tersenyum menyeringai. "Heh, Anda jangan terlalu percaya diri, ya? Saya hanya tidak menyangka jika orang seperti Anda bisa melakukan perbuatan yang tidak terpuji!!" "Oh, lalu siapa yang memaksaku untuk menidurinya, bahkan ketika aku sudah menolak dengan tegas, dia mengancam akan mencari pria lain?" Clara mengepalkan tangannya, kalau di ingatkan lagi tentu saja dia merasa sangat kesal, Arka benar-benar membuatnya tidak berkutik. "Seharusnya gadis perawan sepertimu tidak perlu pergi ke club malam dan mencari pria random untuk kau ajak one night stand, untung saja pada waktu itu ada aku," ujar Arka. "Kalau tidak, mungkin saat ini kamu sudah di manfaatkan oleh pria-pria di sana," lanjutnya. Clara langsung menoleh dan menatap pria itu dengan tatapan yang tajam, "bukankah sekarang aku juga sedang Anda manfaatkan! Itu artinya sama saja! "Sudahlah, tidak perlu berdebat," ucap Arka datar. "Kenapa Anda berbohong pada semua orang? Apa untungnya sih? Bahkan misalkan kita berpura-pura tidak saling kenal di kampus, Anda juga tidak dirugikan. Kita bisa bersandiwara di depan kedua orang tua Bapak saja, tidak perlu sampai di kampus," ujar Clara mengerucutkan bibirnya. Arka menoleh sebentar ke arah Clara dan menatap wanita itu seksama. "Dulu memang kita tidak pernah salling bertegur sapa, tapi kamu tidak akan tahu, semenjak malam itu aku juga tidak bisa berhenti memikirkan mu!" Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD