Bab 6. Pesta

1510 Words
Happy Reading. "Bapak serius kita ke sini?" tanya Clara saat turun dari dalam mobil Arka. Di depannya adalah sebuah restoran bintang lima ternama di kota itu. "Ya, memangnya kenapa?" tanya Arka sambil memberikan tangannya kepada Clara. Arka tersenyum senang karena Clara sangat cantik sekali malam ini dengan gaun setinggi lutut berwarna maroon. Rambutnya di ikat ke atas dengan menyisakan dua helai rambut pada bagian depan. Clara juga memadukannya dengan aksesories senada. Begitu juga dengan Arka yang memakai jas hitam malam ini tanpa dasi. Mereka berdua tampak cocok dan serasi. "Nggak apa-apa." Clara melengos turun dari mobil tanpa menyambut uluran tangan pria itu. Dia tidak menyangka jika dosennya yang selalu berpenampilan sederhana ini bisa masuk ke restoran yang sebesar ini. Ini adalah salah satu restoran bintang lima yang bagus dan harga makanannya sangat mahal di sini. "Eh, mungkin sepupunya sangat kaya sampai ulang tahun aja di sini," batin Clara tidak mau pusing dengan hal ini. Clara mengikuti Arka sampai ke dalam, naik ke lantai atas dan menuju ruangan VVIP. "Pak, tunggu dong. Jalannya bisa pelan nggak sih?" ujar Clara kesal. Dia memakai sepatu hak tinggi dan Arka berjalan dengan sangat cepat. Arka pun memperlambat jalannya dan menarik tangan Clara untuk memegangi lengannya. "Apa-apaan sih? Nggak kayak gini juga kali!" ujar Clara menarik lagi tangannya. "Oke." Arka tidak mau ambil pusing jika Clara tidak bersedia. Pintu di buka oleh dua orang pelayan yang berjaga di luar. Clara takjub dengan tampilan ruangan itu yang terlihat glamour. "Pak, yakin nggak salah tempat kita?" bisik Clara sebelum mereka masuk ke dalam ruangan. "Nggak. Kenapa? Kamu kemarin nawarin saya uang, sekarang apa takut untuk bayar makanan di sini?" ujar Arka sambil tertawa mengejek. Clara kesal mendengarnya dan mengikuti langkah kaki Arka ke dalam ruangan. "Ingat soal perjanjian kita, Clara. Dan ingat juga malam ini kamu harus gimana." Arka mengingatkan. Clara memutar bola matanya malas. Andai saja malam itu bukan Arka yang ada di sana, sudah pasti dia tidak akan kesulitan seperti ini, kan? Sungguh tidak beruntung! "Hmmm. Aku nggak amnesia, kok." Clara melingkarkan tangannya di lengan Arka. "Ayo pacarku. Aku nggak sabar untuk bertemu sama calon ibu mertua," ucap Clara sambil memaksakan senyum manisnya kepada Arka. Arka terdiam sejenak menatap Clara dengan tidak percaya. Padahal beberapa detik yang lalu wajah itu terlihat kesal dan enggan. Arka hanya menggelengkan kepalanya dan membawa Clara ke dalam ruangan untuk bertemu dengan ibu dan ayah Arka. Saat Arka meminta Clara untuk bertanggung jawab, Arka meminta Clara untuk menjadi pasangannya selama enam bulan ke depan. Arka memang menyukai Clara dan mungkin hanya ini lah satu-satunya cara untuk mendekati Clara. Tuhan sangat sayang kepadanya dan memberi jalan yang mudah untuknya. "Ma, Pa." Sapa Arka saat bertemu dengan kedua orang tuanya. Beberapa orang menoleh mendengar suara Arka dan terdiam karena melihat ada wanita cantik di samping Arka. Ibu Arka pun menoleh, senyuman yang ada di bibirnya luruh seketika. Dia menatap gadis cantik ini dari atas sampai ke bawah dan sebaliknya. "Ini pacar aku, Ma. Aku udah bilang bakalan bawa dia ketemu sama kalian, kan?" ujar Arka saat ibunya hanya diam dan tidak berbicara. Clara yang ada di sana tersenyum, kemudian menganggukkan kepalanya. Clara mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Ibu Arka dengan singkat. "Akhirnya, kamu punya pacar cantik juga, Arka," ujar sang ayah yang tersenyum senang saat melihat Arka datang bersama dengan seorang wanita. Ini adalah hal yang langka untuk putranya. "Iya, Pa." Saat Clara berkenalan dan mengobrol dengan kedua orang tua Arka, seorang wanita menatap tidak suka dari kejauhan. "Heh, kayaknya kamu kalah, deh. Punya saingan sekarang," ujar seorang wanita menyenggol lengan gadis cantik dengan gaun berwarna biru di sampingnya. "Iya, nih. Gimana sih? Katanya kamu mau naklukin dia? Udah di kenalin tuh sama orang tuanya! Fix kalah, dong!" ujar wanita yang ada di sisi kanan sambil tertawa mengejek. Sherly menatap kesal pada Clara. Apa lagi mendengar dua sahabatnya terus mengejek dan merendahkannya. Sherly melihat Clara tersenyum dan tertawa kecil bersama dengan kedua orang tua Arka. Terlihat akrab sekali dan hal itu membuat hati Sherli menjadi terbakar. "Sher, buktiin dong apa yang kamu bilang kemarin itu. Atau, kalau kamu udah rela buat ngelepasin Porche kamu buat kita sih nggak masalah, ya, Han. Haha!" Dua sahabatnya tertawa. Tidak peduli jika Sherly saat ini sedang menahan geram di dalam hatinya. "Heh, lihat aja. Lagian ini kan masih awal juga. Kita masih belum tau ke depannya nanti, kan? Lagian kalau kalian mau mobilku juga nggak masalah. Aku bisa beli empat Porche yang lain! Huh, aku nggak akan percaya kalau dia masih menolak pesonaku!" ujar Sherly dengan angkuh kemudian pergi dari sana dengan langkah yang kesal. Hani dan Tita menatap kepergian Sherly dengan senyuman lebar di bibir mereka. "Elo yakin, nggak?" tanya Hani kepada Tita. "Heh, dari dulu juga nggak akan bisa, keles. Dia aja yang kepedan tingkat tinggi bisa dapetin si Arka." "Nggak apa-apa. Kan lumayan kalau dia kalah Porche-nya buat kita," ujar Hani sambil tertawa mengejek sahabatnya yang saat ini sudah ada di samping Arka. Sherly memang sangat menginginkan Arka, tetapi wanita itu tidak pernah mau sadar jika Arka tidak pernah sama sekali meliriknya. "Pak, bisa nggak sih kita cepetan pulang aja?" bisik Clara yang sudah mulai tidak betah berada di dalam pesta ini. Beberapa orang memandangnya dan Clara merasa tidak nyaman akan pandangan mereka. Apa lagi tatapan ibunya Arka, meskipun wanita ini baik, tetapi Clara merasa tidak nyaman entah karena apa. "Kenapa?" "Ya, nggak apa-apa sih. Cuma kan udah ketemu juga sama yang lainnya, kan?" tanya Clara semakin mendekat kepada Arka. Arka melihat jam tangannya. Masih terlalu cepat untuk pulang, tetapi melihat Clara yang sudah tidak nyaman, dia akhirnya mengangguk saja. Lagi pula, dia juga sudah bertemu dengan sepupunya. "Arka!" panggil Sherly saat Arka hampir saja berpamitan kepada ibu dan ayahnya. Arka dan Clara menoleh bersamaan. "Apa kabar kamu?" Tanpa Arkan duga Sherly menjabat tangannya dan menarik tubuhnya, memberikan ciuman di pipi Arka kanan dan kiri dengan sangat mesra dengan bibirnya. Hal tersebut tentu saja membuat Arka kaget, begitu juga dengan Clara. Seorang wanita cantik dan seksi datang dan melakukan hal itu di depannya. "Hei, sudah lama ya nggak ketemu?" sapa Sherly serta memberikan senyum terbaiknya untuk Arka. Wanita itu tidak lantas melepaskan tangan Arka. "Ah, Sherly? Apa kabar kamu?" tanya Arka dengan memberikan senyumnya. "Kabar baik. Siapa dia, Arka?" tanya Sherly melirik Clara dengan ujung matanya. "Saya pacar Mas Arka!" Clara merebut tangan Sherly dan menggerakkanya ke atas dan ke bawah. Sherly tidak percaya dengan apa yang Clara katakan, dia merasa sangat marah, tetapi di depan Arka dan kedua orang tuanya dia harus tetap anggun, kan? "Oh, Clara! Salam kenal. Aku Sherly, teman Arka semenjak kecil. Aku pikir kamu nggak akan datang, Ar? Kamu kelihatan sangat tampan malam ini," ujar Sherly sambil menarik tangannya dan menyentuh lengan Arka yang berotot. "Makasih, kamu juga sangat cantik, Sher." Arka ingin pergi dari sana, tetapi Sherly terus menggandeng tangannya dan mengajaknya berbicara. Arka merasa risih, tetapi tetap meladeni Sherly karena menghormati ayah wanita itu yang juga pasti hadir di tempat tersebut. Clara yang melihat hal itu menjadi kesal. Dia sangat ingin sekali pulang, tetapi Arka malah mengobrol dengan wanita itu. Dan lagi ... dia melihat gelagat yang aneh dari Sherly. Terlihat wanita itu menganggap Arka lebih daripada teman biasa. Apa lagi saat wanita itu menempelkan dadanya ke lengan Arka. "Huh, centil! Masih mendingan d**a gue, gede!" Gumam Clara yang membuat Arka menoleh kepadanya. "Kenapa?" tanya Arka. Clara langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak apa-apa kok." Kaki Clara sekarang mulai terasa sakit karena terlalu lama berdiri dengan sepatu high heels yang lumayan tinggi. Dia sangat ingin pulang sekarang karena merasa tidak ada hal lain lagi yang harus dia lakukan di sana. Akan tetapi, sepertinya wanita itu akan membuat Arka lebih lama tinggal di sana. "Maaf, Mbak. Tapi bisa nggak kalau kalian bicaranya nanti aja. Mas Arka harus anterin aku pulang. Lagian kenapa juga pegang-pegang pacar orang?" ujar Clara sambil melingkarkan lengannya di lengan Arka. Clara juga melepaskan paksa pegangan tangan Sherly dari sana. Hal itu membuat Sherly merasa tidak suka, seperti kalah dengan anak kecil. "Ayo, Sayangku. Kamu tadi bilang mau anterin aku pulang, kan? Ini udah malam, nggak baik kalau wanita muda seperti aku ada di luar rumah malam-malam," ucap Clara melirik ke arah Sherly. Arka hanya bisa menahan tawanya. Padahal kemarin Clara juga berada di klub malam sendirian. Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu kepada Sherly? Sherly berdecak kesal, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya menatap marah kepada Clara. Sekarang hanya bisa merelakan pria itu untuk pergi. "Ma, Pa. Aku anterin Clara pulang dulu," ujar Arka pamit kepada kedua orang tuanya. "Jangan lupa bawa Clara ke rumah, Arka," ujar sang ibu. "Iya, Ma. Tenang aja." "Pulang dulu ya Om, Tante," ujar Clara berpamitan. Kedua orang tua itu mengangguk dan tersenyum. Arka dan Clara keluar dari ruangan VVIP itu dengan bergandengan tangan. Clara sudah merasa lelah pada kakinya karena terlalu banyak berdiri. Giginya juga sudah kering karena terlalu banyak tersenyum kepada keluarga besar Arka. "Kenapa?" tanya Arka yang melihat Clara cemberut. "Capek!" Clara terkejut ketika Arka menggendongnya. Wanita itu hanya bisa berteriak dan mematung saat tiba-tiba bibirnya terasa hangat karena Arka menempelkannya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD