Bab 4. Perjanjian

1714 Words
Happy Reading Clara tersenyum sinis menatap Devan yang terlihat terkejut mendengar ucapan Arka. Wanita itu akan sujud sukur karena Arka bisa diajak kerja sama. Arka sangat tahu keadaan dirinya meskipun Dosennya itu tidak tahu apa yang terjadi. Tadi saat dia ke kampus, tiba-tiba Devan menyusulnya dan sudah bisa dipastikan jika itu perbuatan Daffi. Devan menatap marah pada Arka, sosok pria tampan yang dia tidak tahu siapa. Akan tetapi, melihat Clara yang memeluk lengan Arka seperti itu membuatnya tidak bisa terima. "Clara, ayo kita bicara baik-baik!" Devan mengabaikan ucapan Arka dan hendak menarik tangan Clara. Bagaimanapun juga dia masih tunangannya, tetapi segera tangan itu ditepis oleh Arka. Hal itu membuat Devan menjadi marah. "Maaf kalau saya mengganggu, tapi bukankah Anda sudah dengar apa yang dikatakan oleh Clara? Lebih baik sekarang Anda pergi dari sini," ucap Arka mengusir Devan. Clara tersenyum tipis karena tidak dia sangka jika Arka akan membantunya. "Urusan saya dengan Clara, bukan dengan Anda!" Devan yang sudah habis kesabaran mulai memaksa untuk menarik tangan Clara dan mencengkeram pergelangan tangan Clara cukup kencang sehingga memerah. "Sudah aku bilang, aku nggak mau!" Clara hampir berteriak, tetapi tetap menjaga nada suaranya agar tidak menimbulkan kegaduhan di kampus. Dia menarik tangannya cukup kuat, tetapi dia tidak bisa menariknya dari genggaman tangan Devan. Melihat Clara yang dipaksa seperti itu, Arka menjadi tidak rela. Dia pun maju dan menghalau kembali tangan Devan dari Clara. Arka tidak segan-segan mencengkeram tangan depan lebih kencang sehingga mau tidak mau Devan melepaskan cengkraman tangannya dari Clara. Devan kesakitan karena kekuatan Arka. "Harap Anda mengerti di mana kita berada sekarang. Saya harap Anda tidak membuat kegaduhan di sini. Tolong pergi sebelum saya mengambil tindakan yang tegas kepada Anda!" ujar Arka dengan nada yang dingin dan mendominasi. Devan mengalihkan tatapan matanya kepada Clara yang saat ini berada di belakang punggung Arka. Dia hanya ingin meminta kejelasan akan pembatalan pertunangan mereka dan ingin berbicara, tetapi sepertinya saat ini memang keberadaannya di sana tidaklah tepat karena mereka bertiga telah menjadi pusat perhatian di tempat itu. Devan menarik tangannya kasar dan mengangkat kedua tangannya di depan d**a. "Oke baik. Baik. Aku akan pulang sekarang. Tapi Clara, kita akan bertemu di rumah!" Devan kemudian berbalik dan pergi menjauh dari dua orang tersebut. Clara menghembuskan nafasnya lega karena dia telah terlepas dari Devan. Untung saja tadi dia melihat Arka yang ada di sana. "Fuhh, selamat!" gumam gadis itu sambil mengelus dadanya, sedangkan tatapan matanya melihat Devan yang berjalan semakin menjauh dengan langkah yang kasar. Di dalam hati dia mengatakan sumpah serapah kepada Devan dan tertawa menang. Sadar jika dia tidak sendiri di sana, Clara menoleh ke arah Arka dan tersenyum meringis. "Makasih banyak ya, Pak, sudah bantuin saya. Kalau gitu saya pergi dulu ke kelas," ucap Clara yang salah tingkah sambil menunjuk ke arah kelasnya berada. Namun, sebelum gadis muda itu pergi, Arka mencengkram kerah baju Clara sehingga wanita itu tidak bisa pergi. "Eeehh, Pak!" "Ekhem! Bukannya kelas kamu masih dua jam lagi?" Arka melihat jam di tangannya. "Itu ... anu ... aku harus pergi ke kelas sekarang soalnya ada tugas yang lain, eh nggak ke kelas, ke perpustakaan. Iya, aku harus pergi ke perpustakaan!" ujar Clara sambil berusaha melepaskan dirinya dari tangan Arka. Dia ingat perihal semalam dan Clara tidak ingin berada di tempat yang sama dengan Arka lebih lama lagi. "Hmm ... Ikut saya sekarang! Kalau memang kamu ada tugas saya akan ajarin kamu!" Arka tidak mau ditolak, jadi dia menarik Clara pergi dari tempat itu. *** Mobil yang Arka dan Clara tumpangi berhenti di depan sebuah cafe. "Pak, mau ngapain kita ke sini? Saya sudah sarapan lo di rumah, terima kasih karena Bapak sudah berbaik hati untuk mengajak saya ke sini," ucap Clara. Mendengar hal itu membuat Arka menatap Clara dengan kesal. Wanita ini jelas-jelas tengah menghindarinya. "Kamu bilang mau mengerjakan tugas, kan? Ayo masuk!" Arka turun dari mobilnya tanpa mau mendengarkan Clara berbicara lagi. Akhirnya, mau tidak mau Clara turun dari mobil dan mengikuti Arka yang masuk ke dalam cafe tersebut. Mereka kemudian duduk di meja kosong yang berada di sudut ruangan. "Sebenarnya kita mau ngapain sih ke sini, Pak? Nanti kalau ada orang lain yang lihat kita makan di sini berdua bisa gawat loh! Bapak bisa digosipin sama para mahasiswi fans fanatiknya Bapak itu!" Clara berbicara dan berharap jika Arka akan melepaskannya. Lagi pula siapa yang ingin reputasinya jatuh hanya karena seorang mahasiswi, kan? Arka adalah salah satu dosen favorit di kampusnya dan Clara pikir dengan mengatakan hal itu Arka akan melepaskannya saat ini. "Bukannya itu bagus, ya?" "Hah? Bagus apanya?" beo Clara. "Ya, tentu aja itu bagus kalau mereka lihat kita lagi makan berdua di sini, kan?" "Eh nggak nggak. Kalau pun menurut Bapak itu baik untuk bapak, tapi bukan berarti itu baik untuk saya. Lagian untuk apa sih Bapak bawa saya ke sini? Saya pikir kita nggak ada urusan apa-apa. Saya juga udah berterima kasih karena Bapak sudah bantu saya tadi. Itu cukup kan? Jadi sekarang ...." Clara bangkit dari duduknya dan mengatupkan kedua tangannya di depan d**a sambil memberikan senyuman yang manisnya. "Aku minta maaf kalau sudah menyinggung Pak Arka. Dan aku akan pulang lagi ke kampus. Oh, atau Bapak ngajak saya ke sini karena mau saya traktir kopi buat Bapak? Saya akan belikan Bapak, suka kopi apa? Cappucino? Americano?" Tanya Clara. Mendengar Clara memanggilnya bapak degan berulang-ulang membuat telinga Arka menjadi sakit. Dia belum setua itu untuk dipanggil Bapak di luar kampusnya. Baru saja satu langkah Clara menggerakkan kakinya, dia sudah berhenti lagi saat Arka berbicara, "Kamu nggak akan bisa belajar dengan damai di kampus kalau berita tentang semalam tersebar, kan?" Mendengar ancaman dari Arka, Clara kembali duduk dan menghembuskan nafasnya kasar sampai kedua pipinya menggembung. "Oke, aku akan mendengarkan. Sekarang apa yang Bapak mau? Berapa banyak yang Bapak butuhkan dan lepasin aku? Jangan sampai ada berita yang jelek keluar tentang saya." Arka tersenyum simpul dan terkesan mengejek. Dia menyandarkan punggungnya pada kursi dan melipat kedua tangannya di depan d**a. "Kamu pikir saya semiskin itu untuk menjual keperjakaan saya sama kamu semalam? Uang tidak jadi masalah untuk saya, tapi yang jadi masalah sekarang buat saya adalah ... Saya sudah tidak suci lagi. Kamu nggak boleh lari dari tanggung jawab. Apa orang tua kamu mengajarkan kamu untuk lari dari masalah?" Clara melongo mendengar ucapan absurd itu dari mulut dosennya ini. Clara pun tertawa kecil menatap aneh Arka. Raut wajah Arka serius saat ini dan membuat tubuhnya menegang. "Saya nggak lari dari masalah!" Nada suara Clara mulai meninggi. "Lalu apa yang kamu lakukan tadi? Bukannya kamu lari dari tanggung jawab? Laki-laki yang tadi tunangan mu, kan?" "Nggak! Dia sudah bukan tunangan ku lagi sejak kemarin. Jadi tolong jangan sangkut pautkan masalah ini dengan dia lagi. Mulai dari hari ini sampai besok, dan sampai kapanpun, aku nggak punya hubungan apa-apa lagi dengan dia!" Arka tersenyum puas. "Oke. Karena kamu nggak punya hubungan apa-apa lagi sama dia, lebih baik kamu tanggung jawab sama saya sekarang." Arka berbicara dengan nada santai. Sudut bibirnya terangkat sedikit saat melihat wajah Clara yang mulai memerah karena kesal sekaligus malu. Akan tetapi, hal itu justru membuat Arka ingin tertawa geli. Clara mulai tidak suka dengan Arka yang terus memaksanya untuk bertanggung jawab. "Dikasih uang nggak mau, jadi aku tuh harus gimana? Jadi asisten bapak? Oke tapi sudah itu lepasin saya oke?" Namun, arka menggelengkan kepalanya. "Nggak semudah itu, Clara." "Terus Bapak mau apa?" tanya Clara yang mulai emosi menghadapi permintaan Arka yang tidak jelas dan mulai membingungkan. Clara sangat benci bermain tebak-tebakan. "Ya kamu harus tanggung jawab sama saya. Tanggung jawab atas apa yang telah kamu lakukan semalam. Saya rugi lo." Clara terkejut mendengarnya dan ingin tertawa saking kesalnya. Bahkan saat ini Clara ingin mengumpat tidak peduli jika yang ada di depannya ini adalah dosennya sekali pun. Ya, dan sialnya, dia pria yang tampan. "Bapak nggak salah? Bapak itu cowok loh. Jangankan cuma satu kali, seribu kali bapak bercinta pun nggak akan ada bekasnya. Bapak nggak berhak meminta tanggung jawab sama saya. Saya aja yang sudah bapak unboxing nggak minta tanggung jawab, kok!" ujar Clara dengan kesal. Jika Arka meminta uang dia tentu saja akan memberikannya berapapun yang pria itu mau, tetapi tanggung jawab karena alasan itu ... itu benar-benar di luar logika. Tidak masuk akal. Arka terlihat menggerakkan bahunya ke atas dan mencebik. "Ya, itu sih terserah kamu. Kalau kamu yakin bisa lolos di mata kuliah saya, maka kamu bisa menolak!" ancamnya. Arka menunggu reaksi Clara yang kini hanya diam saja. Wanita muda itu tampak menghembuskan napasnya kesal dan memejamkan matanya dua detik. "Ya oke lah. Tanggung jawabnya apaan? Asalkan nggak nikah sama Bapak, aku oke deh!" ujar Clara lagi setelah berpikir dua kali. Bisa gawat jika dia tidak lulus di mata kuliah Arka. "Besok malam ikut saya pergi ke tempat lain, dan kamu harus berpenampilan menarik untuk itu." "Kemana?" tanya Clara bingung. "Pesta ulang tahun sepupu. Kamu harus jadi pasangan saya besok malam," ucap Arka menjelaskan. "Cuma itu doang, udah kan?" tanya Clara menatap Arka. "Tentu aja nggak. Kamu tetap harus tanggung jawab sama saya." Clara menghembuskan napasnya dan menatap Arka dengan kesal. "Itu cuma sebagian kecil. Bukan yang utama," jawab Arka. "Kamu harus jadi pasangan saya selama enam bulan ...." "Kalau saya nggak mau?" potong Clara, permintaan Arka semakin tidak masuk akal. Jika hanya menemaninya untuk pergi ke pesta Clara masih bisa, tapi untuk jadi pasangan Arka selama enam bulan .... Big No! "Saya nggak akan bisa jamin kamu akan aman di kampus. Kalau orang lain tau tentang kita malam itu ... kamu bisa tanggung resikonya?" tanya Arka setelah menjeda ucapannya sedikit. Tapi jujur saja Arka tidak memiliki niatan seperti itu. Clara menatap Arka tidak percaya. Itu sangat rumit untuknya. Terlepas dari harimau, dan dia masuk kandang macan? "Ya, Tuhan. Permainan apa lagi ini?" batin Clara. Arka menatap Clara dengan menahan senyuman tipis di bibirnya. "Kalau kamu terima tawaran dari saya, saya nggak akan macam-macam. Tentang apa yang kita lakukan malam itu adalah rahasia kita berdua, dan juga ... saya akan bantu kamu menghindar dari tunangan kamu. Gimana?" tanya Arka sambil mengulurkan tangannya. Itu bukan ide yang buruk untuk Clara, mengingat sifat Devan yang cukup keras dan Clara tidak akan mudah untuk melupakan pria itu. Lagi pula, siapa tahu kan dia bisa membujuk Arka untuk memberikan nilai yang bagus untuknya? Clara menyambut tangan Devan dengan senyum mengembang. "Oke. Cuma enam bulan. Deal!" Arka tersenyum puas. "Deal!" Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD