Hening.
Tidak ada percakapan di dalam mobil antara Emi dan Wawan.
Hingga akhirnya mobil itu memasuki perkarangan rumah April—Mucikari yang menaungi para wanita cantik untuk di jadikan PSK, termasuk Emi. Gadis polos dari kampung itu terjebak di rumah megah yang Wawan infokan kalau rumah itu adalah rumah untuk para artis yang merintis dari nol.
Emi masih terpaku di kursinya, membuat Wawan serba salah, tepatnya dia ketakutan. Takut Emi marah karena telah menjebaknya.
"Ayo turun, sudah sampai," ucap Wawan pelan.
"Mana bayaran aku?" Emi langsung pada inti pembicaraannya, dia tahu kalau Arron sudah mentransfer bayarannya pada Wawan.
"Ba-bayaran? Oh ... bayaran yang semalam, ada kok di rekening nanti saya transfer ke kamu, tenang saja," jawab Wawan.
"Sekarang! Transfer sekarang atau —"
Wawan mendengus kecil, sikap Emi dan kalimat dinginnya seketika membuat pria itu ciut. Dia langsung mengambil ponselnya dan membuka aplikasi bankingnya.
Tidak ada hitungan menit pun notifikasi bukti transaksi berhasil masuk ke dalam ponsel Wawan. Pria itu langsung menunjukan layar ponselnya.
"Sudah ya!"
Emi melirik ke layar ponsel mahal Wawan, nominalnya tidak ada setengahnya dari isi Cek yang Arron berikan.
"Kok cuma segini?" tanya Emi.
Wawan terngaga, jumlah 10 Juta dia kira sudah cukup besar untuk pekerjaan yang Emi lakukan.
"Kamu mau berapa? Ini sudah setengah dari yang pak Yudha kasih," terang sang Manager. Untuk pertama kalinya Wawan berkata jujur. Pemilik Klub Malam itu memang hanya mentransfer ke rekening Wawan 20 Juta. Perhitungan sang manager 50% untuk Emi dan 50% sebagai bayarannya sebagai manager dan biaya operasional artisnya.
"Itu sudah besar, Em. Dari pada di kampung kamu hanya dapat 3 Juta paling gede, itu juga sudah masuk sama saweran. Lah di sini, uang saweran semalam banyak juga kan," bujuk Wawan.
"Kalau kamu mau lanjut dengan pekerjaan ini saya bisa bicara sama pak Yudha, Em. Bisa cepet kaya kita loh!" sambungnya.
Emi langsung melotot. "GAK! INI PERTAMA DAN TERAKHIR!" bentaknya, kemudian dia keluar dari mobil Wawan. Dibantingnya pintu mobil dengan keras sebagai luapan emosinya pada pria itu.
Wawan mengusap kasar wajahnya.
***
Tok!
Tok!
Tok!
"Em, tante April nih, bukain pintunya dong, Sayang," bujuk April.
Sudah malam tapi Emi tak kunjung keluar kamar, sang biduan melewatkan makan siang dan malamnya. Hal itu membuat April dan Wawan khawatir.
"Em, tante bawa makan malam untuk kamu, kamu pasti laper kan? Seharian di kamar terus."
"Emily, Sayang, buka—"
Ceklek!
Senyum April mengembang ketika dia mendengar suara kunci pintu kamar berbunyi. Emi membuka pintu kamarnya. Wajahnya sembab. April bisa menebak kenapa gadis kampungnya itu seperti ini, dari cerita Wawan April paham betul perasaan Emi saat ini seperti apa.
Wawan pergi ketika April memberinya tanda. Dengan nampan berisi makanan lengkap sehat bergizi wanita yang masih cantik di usianya itu masuk ke dalam.
April duduk di pinggir kasur dan meletakan nampan itu di depannya, dia meminta Emi duduk di hadapannya.
"Tante khawatir kamu sakit, makan dulu ya," bujuk April. Seperti seorang ibu, dia memperlakukan Emi dengan lembut. Menyuapi gadis kampung itu dengan telaten.
Emi tidak bisa menolak perlakuan manis April, dia menerima suapan sendok berisi makanan yang April sodorkan ke mulutnya.
April menghela napas lega karena Emi tidak menolaknya. Aktingnya berhasil, gadis polos seperti Emi memang makanan April hari-hari di awal setiap gadis kampung menginjak rumahnya, salah satu trik jitu April dan Emi kemakan jebakannya.
"Tante sudah dengar cerita dari Wawan," ucapnya ditengah dia menyuapi Emi.
Seketika kunyahan mulut Emi terhenti.
Hatinya kesal bukan main sama pria satu itu, pemimpin orkestra yang membawanya ke Kota iming-iming menjadikannya Diva malah menjebaknya.
"Tante tahu bagaimana perasaan kamu sekarang, perasaan yang mengingatkan saya 20 tahun yang lalu," ungkap April dengan mata berkaca-kaca.
Emi menyimak cerita April saat dia masih muda dulu, pertama datang ke Ibu Kota dengan pendidikan rendah April yang masih polos langsung terjun kedunia prostitusi karena tuntutan hidup.
Perlahan hidup April naik, prekenomiannya juga lebih dari mapan. Kini dia bergelimang harta.
"Ibu Kota itu kejam, Em. Lebih kejam dari Ibu Tiri," canda April, setelah panjang lebar dia menceritakan kisah hidupnya.
Dalam hati Emi, masa iya dia harus mengikuti jejak April. Meski terlihat wanita itu sekarang sudah bergelimang harta tapi harta yang tidak halal. Hati kecil Emi bertolak belakang. Dia tidak ingin bekerja seperti April, tujuannya sukses menjadi Diva di jalan yang lurus bukan jalan seperti ini.
"Tapi, Tante —”
"Dengar, Em. Kamu hanya tinggal menurut saja apa kata Wawan dan Saya maka kamu akan sukses seperti cita-cita kamu,” potong April.
Tanpa terasa makanan yang April bawa habis di makan Emi.
"Kecil-kecil banyak juga makan kamu," ledek April.
"Tapi hati-hati loh, kamu harus jaga badan, jangan sampai gendut," tambahnya menasehati.
"Iya, Tante. Tenang aja, sebanyak apapun makanan yang saya makan gak akan buat saya gendut. Udah perawakan tulang kecil kalau kata orang mah," sahut Emi.
"Heum, itu karena kamu masih muda, Em. Tar tunggu usia di atas 30 Tahun atau kamu KB, badan kamu akan cepat melar," balas April.
Deg!
KB? Kalimat yang April lontarkan membuat Emi mengingat kalau semalaman Arron berulang menembakan cairan kentalnya memenuhi rahimnya.
"Tante, punya pil KB?" tanya Emi, serius.