Tidak Akan Bisa Lepas.

1116 Words
"Tolong lah sayang. Mamah harus segera ke kantor!" Klarisa mendiamkan Reksa yang merengek melarang nya pergi ke kantor. Dengan alasan bahwa ia hari ini ingin bermain dengan Klarisa. "Aku enggak mau main sama Sarah, aku maunya main sama mamah." "Loh, kenapa? mbak sarah kan baik." "Mbak sarah enggak bolehin aku makan es krim banyak." "Loh, emang mamah juga enggak akan ijinin kamu makan es krim banyak ko." sahut Klarisa. Perempuan jelita itu menggulung rambutnya asal asalan karena waktu sudah siang. Ia juga hanya memakai riasan tipis, tanpa ayeliner dan maskara. Namun Klarisa ini memang memiliki bulu mata yang lentik dan alis yang sudah tebal hitam. Jadi Klarisa terlihat tetap cantik menawan meski tanpa riasan itu semua. "Reksa mau es krim yang banyak. Kaya temen reksa, di rumahnya banyak es krim." "Reksa juga bisa beli es krim. Tapi enggak terlalu banyak. Kan kalau enggak ke makan juga sayang sayang nantinya." ujar Klarisa. Reksa mulai menangis kecil. "Mamah enggak sayang sama reksa." keluhnya. "Loh, mamah sama mbak sarah sangat sayang sama reksa. Makanya kami enggak ijinin reksa makan es krim terlalu banyak. Nanti kalau giginya reksa bolong bolong kan yang sakit reksa juga. Bukan mamah atau pun mbak sarah." Klarisa mendekat dan berjongkok di depan Reksa. Menatap wajah tampan putranya itu dengan lekat dan lembut. "Memangnya Reksa mau dibawa ke Dokter?" tanya Klarisa dengan pelan."Nanti kalau di dokter, giginya dicabut, dan itu rasanya sangat sakit. Reksa bisa bayangin enggak gimana rasanya gigi reksa di cabut?" Laki laki kecil itu terdiam dan membayangkan apa yang dikatakan mamahnya, lalu ia merinding sendiri. "Ikhs, aku enggak mau ketemu dokter, dan gigiku dicabut. Aku enggak mau." keluhnya. "Nah, karena itu, reksa harus nurut sama mamah sama mbak sarah. Karena kami sangat sayang sama reksa." "Mbak sarah baik ya mah, sama kaya mamah." Reksa akhirnya memeluk Klarisa. "Tapi boleh ya mah, reksa main sama mamah. Jadi mamah jangan pergi ke kantor." Klarisa menghela napas pendek, mengusap pucuk kepala sang putra lembut. "Kalau mamah enggak ke kantor, reksa enggak bisa beli makanan, enggak bisa beli baju baru, dan enggak bisa beli es krim lagi. Terus enggak bisa sekolah ke TK dan bertemu dengan teman teman reksa. Bagaimana?" Reksa terdiam dan menunduk dalam. "Teman teman reksa, mamahnya ada di sekolah. Mereka nungguin, lalu pulang bersama. Reksa setiap hari sama mbak. Kenapa mamah enggak bisa kaya gitu?" Klarisa tersenyum getir. Kedua matanya terasa me manas. "sayang ... mamah kan harus kerja. Kan biar reksa bisa sekolah." "terus ke mana papah reksa? kenapa papah reksa enggak ada, terus enggak kerja. terus mamah bisa anter reksa sekolah." Klarisa mengalihkan kedua matanya karena terasa berat sekali. "Sarah!" dia harus pergi karena sudah terlambat. Ia juga tidak boleh memperlihatkan pada Reksa, kalau dia sedang menangis. "Iya, bu." "Bawa reksa berangkat ke sekolah ya. Aku harus pergi sekarang." "Baik, bu." Klarisa menunduk mencium keningnya Reksa, lalu pergi meninggalkan anaknya itu dengan air mata yang tumpah tidak bisa lagi ditahan. "Pagi!" Suara Ethan membuat Klarisa segera mengalihkan kedua matanya ke arah lain. Saat ini perempuan itu sudah berada di kantor. Ia ke sana dengan menaiki ojek online. "Mmm ... kenapa?" tanya Ethan. "Enggak! kamu ngapain di sini?" kesal Klarisa. Ethan mensejajarkan langkah mereka."Coba tebak, kenapa aku sekarang bakal terus ada di sini?" "aku enggak mau tahu!" Klarisa mempercepat langkahnya. "Karena aku sekarang pemilik global juga." "APA!" nyaris berteriak, Klarisa menatap Ethan horor. "Are you kidding me?" Ethan berdiri tegap dan menunduk demi agar bisa melihat wajah cantik yang hari ini kedua matanya merah sembab. "Kamu menangis?" Ah, Klarisa lupa kalau ia baru saja menangis hebat. Ini karena Ethan yang mengatakan hal mengagetkan itu. Sehingga Klarisa menoleh tanpa aba aba. "Bukan urusan kamu!" "Apa reksa merepotkan mu?" Klarisa menatap laki laki itu dengan tegas. "Dia anaku! Tidak apa apa kalau dia merepotkanku." Ethan menghela napas dalam."mari kita berbagi ..." Klarisa tersenyum kecil, sinis. "Dia hanya miliku! dan aku enggak akan berbagi dengan siapapun!" Ethan tersenyum tulus. "Mmmm ... berapa semua bayaran sekolah reksa setiap bulannya?" "Bukan urusan kamu!" Kembali Ethan terdiam, dan menatap wajah jelita itu lembut. "Dengarkan aku Ethan! Tolong jauhi kami!" kemudian Klarisa melewati Ethan dengan menabrak bahunya. Membuat Ethan tersenyum kecil. "Dia galak sekali ..." gumamnya. "kenapa Ethan ada di sini?" Klarisa bulak balik di ruangannya. Ia jelas merasa terganggu dengan kehadiran laki laki itu. Kedua tangannya bertaut dan mimik wajahnya begitu cemas. "Laki laki itu jangan sampai menginginkan reksa. Dia menyeramkan, dan kami bisa terancam kalau Ethan terus saja berkeliaran di sekitar kami." Klarisa memijat keningnya terasa pusing. "Aku harus bagaimana--" "Ayo kita berangkat sekarang!" Wen Lee masuk. Klarisa berbalik dan menemukan laki laki itu di depan pintu. "Baiklah." Wen Lee melihat kalau Klarisa berantakan sekali. "hari ini kamu kurang rapi sayang." Wen Lee merapikan rambutnya Klarisa. "Mm ... reksa agak rewel. jadi aku enggak sempet berdandan." Wen Lee tersenyum manis. "Apa kamu mau ajak reksa ke kantor dan dia bisa bermain bersamaku." Klarisa menggeleng cepat. "Jangan! biarkan saja dia sekolah. Kalau di sinikan khawatirnya dia pergi ke pabrik." "Kamu benar juga. Biar aku pikirkan apa alternativ lain, agar kamu bisa mengurus reksa tanpa berpisah." "Tidak usah pak. Reksa harus terbiasa dan mengerti dengan apa yang sedang ibunya lakukan. Dia harus paham kalau aku tuh sedang bekerja. Dan itu untuk kepentingan dia." Wen Lee kagum pada perempuan di depannya. Mencium kening perempuan itu cepat, membuat Klarisa siaga. Takut takut kalau laki laki itu seperti waktu itu menciumnya dalam. "Pak, kan aku sudah bilang kalau aku--" "Hanya mencium kening. Itu tandanya sayang. Aku sayang banget sama kamu." Klarisa menggigit bibirnya kuat."Kita berangkat sekarang." tidak mau berdebat terlalu lama, karena percuma. Wen Lee mensejajarkan langkah mereka. "Kita akan berangkat bertiga." "Bertiga?" Klarisa menghentikan langkahnya menatap Wen Lee. "Iya, Pak Abraham akan ikut bersama kita." Klarisa menghela napas dalam. "Dia ngapain ikut?" "karena saya memiliki 50 % saham di sini." Suara Ethan membuat Klarisa menelan ludahnya dengan susah payah. Oh god ini sungguh masalah besar untuk Klarisa. "Bapak menjual saham?" tanya Klarisa pada Wen Lee. Wen Lee terkekeh gemas. "Ini karena pabrik kita sedang goyah. Dan Pak Abraham telah menggelontorkan banyak dana untuk pabrik kita. Aku enggak mau karyawanku kena PHK. Jadi ketika ada bantuan dari seseorang yang sehebat Pak Abraham, kenapa kita tidak bisa memperkuatnya kan? selain itu, Pak Abraham ini memiliki outlet terbesar di seluruh asia dan eropa. Lalu apalagi yang akan kita tunggu. Dia bisa jadi buyer juga pemilik pabrik ini. Bukankah itu hebat sekali?" Klarisa semakin pusing jadinya. Ini kuburan untuknya dan Reksa. "Ayo, kita berangkat sekarang!" Wen Lee menggandengan Klarisa masuk ke dalam mobilnya. Dia duduk di belakang bersama Klarisa. Sedangkan Ethan berada di depan bersama sopir. Diam diam Ethan tersenyum dan mengirimkan pesan. 08999xxx Kamu tahu siapa aku sayang. Kamu tidak akan pernah bisa lepas dariku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD