"Ini seding warnanya!" keluh Klarisa pada anak bagian cutting. "Ada bahan yang lain?" tanya nya. (seding adalah istilah kalau bahan sepatun berbeda dari yang lainnya.)
"Ini bahan sapi bu, jadi jumlahnya terbatas sekali. " jawab karyawan cutting.
"Mana lider kamu?" Klarisa harus segera menyelesaikan masalah perbedaan warna. Karena sewing sedang tidak ada bahan, mereka sedang menganggur. Sedangkan kuantitas harus tetap berjalan.
"Ada di belakang, bu." Jawab karyawan itu terlihat takut. Padahal Klarisa tidak sedang marah. Dia memang tegas, karena tuntutan pekerjaan.
"Eh, ada bu manager?" sapa lidernya cutting .
"Warnanya seding," Klarisa meletakan bahan diatas meja yang sudah lolos ke bagian sewing. "Kita enggak bisa produksi nih. Pak Wen Lee pasti akan marah kalau lihat satu sepatu tapi warnanya beda."
Lider itu pun meraih bahannya. "Ko bisa ya bu, tadi beneran enggak seding." sanggah sang lider.
"Masa? kan enggak mungkin warnanya berubah sendiri kalau enggak dari cuttingnya."
"Aduh, ibu. Ini tuh udah di ACC sama QC nya, kalau warnanya bagus bagus aja, tadi."
"Ya, kalau gitu, bahannya di ganti aja. Karena kalau sudah lolos ke finishing itu lebih bahaya lagi. Apalagi kalau sampai sudah berada ditangan buyer. Kita akan malu."
"Tapikan bu, bahan kulit stocknya terbatas. "Kita bilang aja ke gudang. Biar orang gudang yang nyari."
"Aku udah ke sana bu. Tapi Erlangga juga bilang, untuk bahan kulit emang terbatas."
Klarisa menghela napas pendek. "Biar aku yang ke gudang." Klarisa beranjak ke arah bagian gudang.
"Eh, ada bu manager?" Erlangga sang kepala gudang menyapa.
"Bahan ko seding semua ya?" keluh Klarisa. Perempuan jelita dengan tubuh langsing dan mungil itu memeriksa bahan yanga da di gudang.
"Masa sih bu?" Erlangga ikut mencari. Dia melihat Klarisa hampir menabrak bahan lainnya yang tersusun di lemari penyimpanan, sehingga Erlangga menarik perempuan itu pelan. "hati hati bu." untuk beberapa saat, Erlangga menatap wajah jelita itu. Karena sedang kurang pokus, dan juga berkat kedatangan Ethan ke sekolah putranya, Klarisa semakin kacau. "Terima kasih."
"sepertinya ibu kurang aqua." ledek Erlangga.
"Apaan!" Klarisa terkekeh pelan. Mengabaikan tatapan lekat si kepala gudang, yang ternyata sudah naksir lama pada perempuan cantik itu. "Ibu ko harus repot repot ke gudang sih? kenapa enggak nyuruh lidernya aja yang ke sini?"
"Lider siapa? sewing, atau cuting nih?" tanya Klarisa.
"Ya, cutting."
"Sayakan manager sewing. Mana berani saya nyuruh lider cuting. Kan seharusnya manager cutting yang menyuruh mereka." ujarnya.
"Iya, sih, bu."
"Pak Rega lagi sibuk ya?"
"Enggak tahu saya." Klarisa tidak mau berurusan dengan Rega. Laki laki itu sangat keras kepala dan jarang akur dengannya.
"Ibu masih saja enggak akur sama Pak Rega ya?"
"Mmm ... biasa aja." setelah melihat apa yang diinginkan, Klarisa kembali ke bagian depan. "Mm ... barangnya emang seding semua ya?"
"Kayanya emang model seding sih bu."
"Ko enggak ada yang ngasih tau saya sih?"
"Ibu kan kemarin enggak masuk." Klarisa menepak keningnya. "Ko enggak ada yang imel ke saya?" Klarisa mengusap keringat yang membasahi pelipisnya. Ia yang biasanya berada di ruang berAC, tapi hari ini sepertinya akan berada di bagian pabrik yang udaranya memang panas sekali. Juga bau karena banyak bahan bahan kimia yang dipakai untuk produksi sepatu.
"Emang lider ibu enggak ngasih tahu? emang yang protes siapa?"
"Anak sewing sih,"
"Duh, jangan sampai tuh anak sewing anak baru yang belum ngerti kalau kita memang akan jalan bahan seding." Erlangga berkata. "Ibu udah capek capek lagi, pergi ke sini." Namun meski begitu, Erlangga sangat senang perempuan cantik itu datang ke gudang dan menemuinya.
"Kayanya sih iya, anak baru. "
"Ibu kerajinan sih, harus ngecek segala ke sini."
"Semuanya kalau dikerjain cepat itu lebih selesaikan?"
"Iya sih, bu. Keringetan lagi," Erlangga memberikan tisu. "Ibu mending diem aja deh, di kantor. Kasihan kulitnya nanti gosong." kekeh Erlangga.
Klarisa terkekeh pelan saja. "Aku baik baik saja ok. Aku permisi." ujar nya, dan Erlangga merasa kecewa. Inginnya perempuan itu berada di sana dan mengobrol dengannya lebih lama lagi. Namun siapa dirinya yang bisa menahan seorang Klarisa. Hanya bisa menatap tubuh langsing itu menjauh, dan Erlangga menghela napas dalam.
Klarisa kembali ke sewing. Yang mana ia harus melewati bagian bagian produksi sebelum sewing terlebih dahulu, seperti baping dan cutting. Hari ini Klarisa memakai sepatu ket, karena ia sepertinya harus keluar masuk ke pabrik.
"Ibu dari gudang?" tanya Neng, dia senior lider bagian sewing.
"Iya. Katanya seding."
"Aduh, ibu maaf banget. Saya belum konfirmasi ke ibu, kalau kita sekarang emang jalan seding."
"Ok lah, enggak apa apa. Saya tahu dari Erlangga, barusan. " ujarnya, perempuan itu tidak mau memperpanjang masalah, meski jujur saja ia sedang kesal pada bawahannya itu.
Klarisa menggulung rambutnya karena merasa gerah sekali. Berada di pabrik meski sebentar saja, epeknya bisa membuat perempuan itu banjir keringat. "Aku ke kantor dulu ya, " Klarisa ke luar dari bagian pabrik berjalan menuju kantor yang jaraknya sekitar 20 meter dari pabrik. Jadi konsep bangunanya itu, kantor berada di dekat gerbang. Lalu pabrik berada di belakang gedung kantor. Jarak dari gedung pabrik ke kantor itu sekitar dua puluh meter.
"Klari!" panggilan Wen Lee terdengar ketika Klarisa hampir saja memasuki ruangannya.
"Iya, pak."
"Kamu baik baik saja?" dia terlihat cemas.
"Iya, pak." bohong, karena sejujurnya Klarisa sedang banyak sekali pikiran.
"Besok kamu mau mengantar saya?"
"Ke mana pak?"
"Kita akan pergi ke pemasok karena di sana ada pabrik benang yang kualitasnya sama dengan benang impor."
"Untuk harga?"
"Kita liat aja dulu bahannya. Kamu enggak keberatan kan?"
"Mmm kita mau ekspor loh pak. Bukannya akan lebih baik, kalau aku stay di pabrik ya?" Klarisa khawatir, keadaan sewing kacau sepeninggalnya.
"Loh, ko kamu repot? serahkan saja pada senior lidernya. Bilang kalau mereka harus laporan ke kamu. Kamu kan managernya, sebenarnya kamu tuh enggak perlu terlalu sering keluar masuk pabrik kan?"
"Aku ingin sewing berjalan dengan sangat baik. Aku ingin dekat dengan mereka, seperti keluarga, sehingga mereka akan bekerja dengan senang dan bahagia."
"Aku sangat percaya sama kamu. Kamu adalah seorang manager yang baik. Tapi klari ... aku enggak mau lihat kamu sampai keringetan kaya gini ..." Wen Lee mengusap pelipis perempuan itu yang basah. "Kamu cukup di kantor aja."
"Terima kasih kasih, Pak." Klarisa menlihat pada Sinta manager assemblyng yang melewatinya. Sedak Klarisa bergabung dengan Global, ia merasa kalau Sinta ini agak kurang menyukainya.
"Pak, saya ke ruangan dulu."
"Besok ikut kan?"
"Kalau sama Erlangga aja gimana? kan ini ada kaitannya sama gudang kan?" ujar Klarisa.
"Enggak asik sama Erlangga. benang itu urusannya sama pihak sewing, dan kamu adalah maganer sewing. Tidak ada alasan ya? aku maunya sama kamu besok." Final Wen Lee, dan kalau laki laki itu suda membuat keputusan, maka Klarisa tidak akan bisa menolaknya.
***
Sepulang kerja, Klarisa dikagetkan dengan keberadaan Ethan di rumahnya.
"Kamu ngapain di sini?" Hal yang paling tidak diinginkan Klarisa adalah Ethan masuk ke kehidupannya lagi. Kemudian membuat ke kacauan untuk kedua kalinya.
"Aku ingin bertemu reksa." ujar Ethan pelan. Klarisa melihat Reksa sedang asik main mobil mobilan remot pemberian Ethan, sepertinya.
"Kamu beliin dia apa?"
"Itu hanya mobil biasa."
"Jangan manjakan reksa dengan mainan mahal." Karena Klarisa belum tentu bisa membelinya lagi nanti.
"Aku akan membelikan apapun yang dia mau!"
"Kamu enggak ada hak karena reksa bukan siapa siapa kamu."
"Tidak perlu ada bukti karena wajah kami memang sangat mirip. Apa kamu lupa kalau enam tahun yang lalu kita per--"
"Stop!" Klarisa mengangkat tangannya dan menghentikan racauan laki laki itu.
Ethan terkekeh pelan, menggoda Klarisa sangat menyenangkan. "Kamu mau pergi sama wen lee besok?"
"Enggak usah kepo!" sialnya Klarisa enggak akan bisa menyembunyikan apapun dari laki laki itu. "Kamu tolong jangan selidiki kegiatanku, ethan." Ethan pasti menyelidiki setiap kegiatan Ethan. Dan Klarisa tidak akan bisa lepas darinya. Ethan memiliki banyak mata mata yang mungkin saja berkeliaran di setiap keberadaannya Klarisa. Yang sayangnya Klarisa tidak mengetahui siapa orang orang itu.
"Aku akan menjaga miliku."
"Siapa milikmu?" Klarisa geram. Ingin berteriak namun khawatir membuat Reka ketakutan.
Ethan terdiam, namun tatapannya tetap menusuk, menghadirkan perasaan cemas di dalam diri Klarisa, cemas kalau perasaannya yang sedikit gugus itu, kini berkembang kembali karena hangatnya kedua mata indah itu.
"Aku akan mengambil kembali apa yang pernah aku miliki, klari." ungkapnya dengan menatap perempuan itu dengan tajam. "meski aku tahu kamu enggak suka itu!"
Sementara itu di tempat lain, Wen Lee sedang bersama bawahannya, sedang berada di kafe. Dia bertemu karena ada informasi penting tentang Klarisa.
"Ini tentang Reksa, aku ingin tahu siapa ayah kandungnya."
"Saya sudah mencari tahu, tapi tidak menemukan apapun. Sepertinya Nona Klarisa memang sudah melupakan mantannya itu."
Wen Lee terlihat menautkan kedua alisnya. "Lalu kenapa dia masih saja menolaku?" geramnya. Ia menatap poto Klarisa dengan tatapan dalam. "Kamu itu misterius, sayang ...."