62. Pertemuan

1111 Words
Dua orang pemuda berstatus sahabat dengan luka lebam pada masing-masing wajahnya itu masih saling menatap dengan tajam. Salah satu diantaranya menggertakkan giginya karena rasa dongkol yang masih menyelimuti hati. “Gue kira lo bakal seneng dengan keputusan ini,” ucap Ralph dengan nafas memburu. Zigo berdecih, “gue emang seneng sama segala keputusan lo. Tapi bukan dengan cara hamilin dia!” Sebagian murid di 11 IPA 1 yang memang belum mengetahui informasi langsung terkejut bukan main. Dua murid besalus terlibat skandal yang cukup rumit. “Ini bukan kemauan gue!” teriak Ralph. Di tempatnya Chloe hanya bisa terdiam mematung. Harusnya dia sadar jika kebaikan Ralph selama ini hanya karena anak yang ada di kandungan. Namun dengan tidak tau diri Chloe berharap lebih. Bugh! “Setelah lo dapetin tubuhnya, lo bilang itu bukan kemauan lo?” Zigo kembali melayangkan pukulan pada wajah Ralph agar sahabatnya itu sadar. Tentu saja Ralph yang tidak terima langsung membalas. Namun perkelahian itu tak berlangsung lama kala teriakkan melengking memasuki pendengaran semua yang berada disana. “HENTIKAN!!!!! KALIAN BERDUA IKUT SAYA, DAN KAMU JUGA CHLOE!” Bu Menik benar-benar marah kali ini karena di pagi seperti ini sudah ada muridnya yang bertengkar. Namun setelah dipikir-pikir, pertengkaran itu tidak akan terjadi jika Chloe sebagai objek tidak berada di area sekolah. Wanita itu berjalan terlebih dahulu dan meminta anggotanya yang melakukan sidak pagi hari untuk melanjutkan. Di belakangnya, Zigo, Ralph, serta Chloe mengikuti langkah wanita menyebalkan itu menuju ruang BK. “Masuk kalian!” hardik Bu Menik galak. Sepertinya selama ini dia terlalu baik sehingga banyak murid menjadi pembangkang. Menurut bak anak ayam, ketiga remaja itu masuk dan menduduki sofa yang berada di ruang BK. Setelah itu Bu Menik masuk dan mengunci pintunya agar tak ada gangguan termasuk dari makhluk yang suka menguping. “Zigo dan Ralph, apa alasan kalian berdua bertengkar? Setahu Ibu, kalian adalah sahabat sejak pertama kali bersekolah,” tegas Bu Menik. “Dia menghina Chloe rela menyerahkan tubuhnya dengan saya, Bu!” aku Ralph frontal. Bu Menik seketika itu juga menggaruk keningnya. Dalam hati sebenarnya Bu Menik membenarkan apa yang diucapkan oleh Zigo. Namun sebagai guru konseling dia harus bersikap bijak. “Ibu tidak menyalahkan juga tidak membenarkan ucapan Zigo. Disatu sisi, Ibu paham dan apa yang diucapkan oleh Zigo itu benar. Namun disisi lain tidak seharusnya Zigo berkata seperti itu karena ucapan tersebut bisa membuat Chloe kepikiran,” tutur Bu Menik netral. Sebenarnya Ralph ingin menukas ucapan Bu Menik, namun mendengar penjelasan gurunya itu dia mencoba memahami. “Dan untuk Ralph, lain kali jangan melakukan hal yang sama lagi. Seperti yang Pak Deo jelaskan, karena kamu anak laki-laki dan nantinya akan menjadi kepala keluarga, maka kamu dibiarkan untuk tetap melanjutkan sekolah sampai berakhirnya kelulusan,” ujar Bu Menik. “Peraturan ini sudah di rapatkan sebelumnya dan jajaran guru menyetujui karena kamu pihak pemimpin keluarga.” Lanjutnya yang menyadari jika Zigo akan menyahut. “Sekarang Ibu mau menegaskan sesuatu sama Chloe. Dengan sangat berat hati, kamu tidak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah formal karena beberapa waktu mendatang perut kamu akan membesar dan itu jelas dilarang oleh petinggi sekolah jika ada salah satu muridnya yang hamil,” tutur Bu Menik. Kepala Chloe menunduk. Jarinya saling memilin karena tak lama lagi dia akan putus sekolah. Nasibnya buruk sekali dan tidak patut untuk dicontoh. “I—iya, Bu ...” Bu Menik sebenarnya tidak tega karena ia pun memiliki anak remaja perempuan. Namun sekolah ini bukan miliknya yang berarti dia juga tak memiliki kuasa. “Zigo dan Ralph silahkan kembali ke kelas. Untuk Ralph tolong bawakan barang-barang milik Chloe, biarkan dia nanti diantarkan oleh supir sekolah,” titah Bu Menik. Kedua pemuda itu mengangguk dan berlalu dari ruang BK meninggalkan Chloe yang berdiam diri dengan Bu Menik. *** Bel istirahat sudah berbunyi nyaring di SMA Bengawan membuat para murid segera berhamburan keluar. Bahkan ada yang sampai dorong-dorongan supaya sampai terlebih dahulu di kantin. Ralph yang saat ini akan menuju kantin harus menunda kegiatannya karena mendengar panggilan dari arah belakang, lebih tepatnya gurunya di kelas. “Bisa minta tolong bawakan ke perpustakaan, Ralph?” ucap Bu Asih sedikit tak enak hati. Ralph tersenyum hangat dan mengangguk, “Bisa, Bu. Sini saya bantu.” Bu Asih menyerahkan buku-bukunya yang terlihat sangat berat kepada Ralph dan mengucapkan terima kasih. Segera Ralph membawa buku-buku tersebut menuju perpustakaan mengikuti langkah Bu Asih yang terbilang pelan itu. Wajar saja karena Bu Asih bukanlah seseorang yang memiliki sifat sama seperti Bu Menik. Tiba di depan perpustakaan, Bu Asih segera mendorong pelan pintu tersebut dan terlihatlah suasana nyaman dalamnya. Kebetulan tidak ada penjaga saat ini, mungkin karena jam istirahat. “Ralph, buku berwarna biru itu tolong letakkan di rak Aljabar, ya,” pinta Bu Asih lembut yang segera diangguki Ralph. Pemuda itu segera menuju ke salah satu rak yang diperintahkan oleh Bu Asih. Saat berbalik arah, tanpa sengaja badannya menyenggol seseorang yang sedang mengambil buku hingga orang itu terbentur pinggiran rak. “E—eh astaga, sorry banget,” ucap Ralph membantu seseorang yang ternyata perempuan. “Ngghhh lo Elvira bukan?” Merasa diajak berbicara, gadis itu menatap Ralph dan mengangguk. “Iya, siapa kamu?” Wajar saja Elvira bertanya balik karena manusia seperti Ralph bukanlah spesies mostwanted. “Gue Ralph. Salam kenal dan maaf.” Ralph mengulurkan tangannya yang ternyata disambut baik oleh Elvira. “Eum tidak masalah,” balas Elvira yang juga mengulurkan tangannya kepada Ralph. Mata Ralph tanpa sengaja melirik sesuatu yang ada di pelukan Elvira. “Lo suka baca buku itu?” tanya Ralph dengan mata yang masih melirik kearah sesuatu di pelukan Elvira. Elvira mengernyit sebelum akhirnya mengikuti arah pandang Ralph. Gadis itu tersenyum kecil dan mengangguk. “Iya. Aku suka baca ini. Banyak teori di dalamnya yang mungkin manusia gak akan bisa menyadari,” tutur Elvira masih dengan suara lembutnya. Ralph ber “oh” ria sebagai jawaban. “Elvira ayo latihan!” Dari ambang pintu, seorang gadis bertubuh mungil dengan rambut yang dikuncir kuda menginterupsi. Panas matahari yang menembus hingga pintu perpustakaan membuat pipi gadis yang tak diketahui namanya itu memerah. “Ah okay Stef, kamu duluan aja.” Gadis bernama Stefia itu mengacungkan jempol dan berlalu dari perpustakaan. Berdiam diri di depan perpustakaan bisa membuat kulitnya melepuh karena panas. “Ralph, aku permisi dulu ya. Senang bisa mengobrol denganmu,” pamit Elvira masih tersenyum manis. Untuk beberapa saat Ralph tertegun melihat senyuman itu sebelum akhirnya mengangguk kecil. Mendapat persetujuan, Elvira segera berlalu dari hadapan Ralph dengan senyum merekah. Saat di depan perpustakaan, Elvira langsung mengepalkan kedua tangannya di udara karena rencana untuk mendekati Ralph berhasil. Gadis itu tak menyadari jika ada sepasang mata yang sedang menatapnya tajam penuh permusuhan seolah Elvira adalah musuh yang harus dimusnahkan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD