27. Bentuk Tanggung Jawab

1091 Words
Pagi-pagi sekali Ralph sudah berada di sebuah kontrakan kecil milik seorang gadis yang mulai sekarang menjadi tanggung jawabnya. Pemuda itu menunggu di sebuah kursi kayu yang berada di ruang tamu berukuran kecil tersebut. “Cleon, maaf sedikit lama. Kepalaku pusing soalnya.” Suara lembut Chloe membuat atensi Ralph beralih. Pemuda itu bangkit dari duduknya seraya menyampirkan tas sekolahnya. “Gak masalah. Udah siap kan?” tanya Ralph melirik gadis tersebut. “Udah kok.” Chloe tersenyum manis kemudian berjalan mendekati Ralph. Gadis itu mengulurkan kotak makan berwarna biru yang membuat Ralph bingung. Mengetahui kebingungan dari wajah mantan rekan kerjanya, Chloe segera menjelaskan. “Aku siapin makanan buat kamu. Aku pikir kamu belum sarapan karena terlalu pagi kesininya.” Bibir Ralph membulat kemudian mengangguk pelan. “Ya udah ayo berangkat. Setelah ini gue mau jemput Ralin soalnya.” Segera Chloe mensejajarkan langkahnya dan duduk di jog belakang. Ia tak mau terkena isu scandal dengan kekasih dari seorang artis. Sepanjang perjalanan menuju SMA Bengawan, tak ada pembicaraan baik dari Ralph maupun Chloe. Keduanya bungkam dengan aktivitas masing-masing. Ralph yang ingin segera menuju kediaman Millano, sedangkan Chloe ingin cepat sampai ke sekolah. Cukup lama sekitar 20 menit motor yang dikendarai Ralph akhirnya tiba di halaman sekolah. Pemuda itu meminta Chloe untuk turun dengan perlahan supaya kepalanya tak pusing lagi. “Kamu hati-hati ya, Cleon. Maaf karena harus merepotkanmu seperti ini,” tutur Chloe sungkan. Ralph membalas dengan anggukan kemudian melesatkan motornya pergi. Selepas Ralph pergi Chloe segera melangkah masuk dengan kepala yang menunduk karena takut dengan cibiran yang dilayangkan murid-murid di sekolahnya. Dia murid baru itu kan? Berani banget masuk ke hubungan si mulut pedas Gayanya gak banget Biasanya cewek gini pura-pura kalem Nah itu maksud gue tadi Alah ikut-ikutan mulu lo! Tak mau mendengar ucapan pedas dari para murid, Chloe melangkahkan kakinya sedikit cepat supaya lebih aman dan terhindar dari mereka yang membencinya. *** Di ruang makan Ralin duduk sendiri. Gadis itu sengaja bangun lebih pagi supaya tak membuat Ralph menunggu terlalu lama. Ia sudah bertekad untuk mengubah kebiasaan buruknya satu-persatu. Namun tidak dalam hal mengusik ketenangan orang yang mengganggunya. Mores sendiri masih bergelung di balik selimut karena semalam Papinya pulang cukup larut. Ralin sendiri tak berani membangunkan karena pasti pria tua itu sangat kelelahan. Di sela keterdiamannya, Ralin membuka ponselnya sembari merenung pelan. Layar yang menyala itu menunjukkan wajah seorang wanita cantik mengenakan seragam sekolah SMA yang sepertinya diambil puluhan tahun silam. Ralin merasa Dejavu dengan wanita itu. “Siapa ya dia?” Mata gadis itu masih fokus pada layar ponselnya hingga tak menyadari jika Mores sudah berjalan kearahnya dengan wajah penasaran. “Ralin?” Panggilan bernada pelan itu membuat Ralin tersentak. Gadis itu menutup layar ponselnya dan menatap Mores yang juga menatapnya. “Papi? Kapan Papi bangun? Kok Ralin gak tau?” alih Ralin menutupi kegugupan. Mata Mores menatap penuh selidik pada putrinya. Saat akan menanyakan sesuatu, suara dari arah depan mengurungkan niatnya. “Maaf saya terlambat menjemput Classica.” Dari jarak beberapa langkah, Ralph berdiri menatap keduanya. “Kemana dulu kamu? Ini sudah setengah 7!” Aura dingin yang dikeluarkan Mores membuat Ralph diam-diam meneguk ludahnya kasar. “Maaf saya sedang ada urusan, Tuan,” kata Ralph memberanikan diri. Karena tak ingin memperpanjang masalah, Mores akhirnya mengibaskan tangannya supaya kedua anak muda itu segera berangkat ke sekolah. Ralin bangkit dari duduknya menghampiri sang Papi kemudian bersalaman diikuti oleh Ralph. Di depan mansion mewah itu, Ralin membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu yang sudah ia persiapkan untuk Ralph. “Bes –Ralph! Gue bawain lo sandwich nih. Lo makan ya.” Ralin menjulurkan kotak makan berwarna putih kepada Ralph. Mendengar itu Ralph refleks menahan pergerakan Ralin yang akan menyerahkan kotak itu untuknya. Hal itu justru membuat Ralin dilanda kebingungan. “Kenapa? Lo takut gue racun?” sarkas Ralin tersinggung. Ia merasa seperti seorang antagonis pada pacarnya sendiri. Pacar? HAHA! “Bukan gitu ...” Ralph ragu untuk berkata jujur. Namun ia juga tak bisa membohongi Ralin karena takut gadisnya akan kembali merugikan orang lain. “Gue udah bawa makanan.” Akhirnya Ralph menunjukkan kotak makan berwarna biru pemberian Chloe tadi. Mata Ralin menatap kotak makan itu penuh selidik hingga pandangannya berhenti pada ukiran kecil di dekat tutupnya. Gadis itu mengalihkan pandangannya pada Ralph yang ternyata masih menatapnya. “Oh ... Masakan dari cewek kesayangan ya?” Dari suaranya memang terdengar biasa saja. Namun jika Ralph lebih teliti saat mendengar, dia akan tau jika suara Ralin terdengar bergetar. “Udah deh, Class. Jangan ngomong macem-macem. Mending sekarang kita berangkat,” alih Ralph supaya tak diinterogasi lebih dalam. Pemuda itu menaiki motor kuno yang dibelikan khusus oleh Mores. Tak menjawab ucapan Ralph, Ralin langsung duduk di jog belakang karena ia merasakan hawa di sekitar mendadak panas. *** Saat ini di kelas 12 IPA 1, Zigo menantikan kehadiran sahabatnya. Pemuda itu baru saja bertanya pada Chloe perihal keberadaan sahabatnya yang ternyata sedang menjemput Ralin. Gadis yang sampai saat ini menjadi gadis yang paling dibenci oleh Zigo. Menyusahkan! Dalam pandangan Zigo, Ralin merupakan gadis paling menyusahkan dan tidak tau diri yang pernah ia temui. Gadis seperti Ralin menurutnya sangat egois dan suka seenaknya. Maka dari itu, sebisa mungkin Zigo mendukung apabila Ralph bisa dekat dan menjalin hubungan dengan Chloe. Murid baru yang diketahui sebagai mantan rekan kerja sahabatnya. “Lo kenapa gak halangin waktu dia mau jemput Ralin, sih?” ujar Zigo dengan nada yang sangat kentara tak suka. Chloe yang sedang membaca buku langsung mengernyit heran. Matanya menatap Zigo penuh tanya. “Maksud kamu siapa, Zigo?” tanya Chloe dengan suara lembutnya. Astaga ... Mendengar suara lembut Chloe, Zigo menyimpulkan jika tak lama lagi sahabatnya itu pasti akan jatuh hati dengan Chloe. “Ya si Cleon lo itu ...” Zigo sengaja menyebut seperti itu karena saat pertama kali mendengar Chloe yang memanggil Ralph dengan nama panggilan khusus, ia menyimpulkan jika gadis sederhana itu menganggap Ralph spesial. “Oh HAHAHA ...” Suara tawa Chloe terdengar merdu namun saat akan menjawab ucapan Zigo, Ralph tiba-tiba saja memasuki kelas. “Nah itu Ralph!” Alis Ralph menukik karena mendadak sahabatnya itu menyebutkan namanya. “Apaan?” heran Ralph. “Kok lo gak tanggung jawab sih?” tuding Zigo yang terdengar ambigu. “Hah?” beo Ralph. “Tanggung jawab apa lagi?” Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bingung karena akhir-akhir ini banyak sekali tanggung jawab yang harus dia pikul. “Lo ninggalin Chloe buat jemput cewek manja!” ucap Zigo tanpa basa-basi. Ralph menghela panjang. Sudah ia duga akan selalu menyangkut pautkan dengan gadisnya. “Kenapa harus menyimpan rasa benci ke Ralin?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD