32. Kecewanya Seorang Ayah

1113 Words
Pagi ini Ralin terbangun dengan tak semangat. Gadis itu menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin dan mendapati matanya yang membengkak. Keningnya mengerut sembari menatap langit-langit dengan pandangan berpikir. Gue ngapain ya semalem? Kok mata gue bengkak? Batin Ralin terus menerka. Tak ingin menerka sesuatu yang tidak berujung, Ralin langsung mengambil foundation dan mengoleskannya pada bagian wajah yang terlihat bengap. “Huffffttt ...” Gadis itu menghela nafas panjang sebelum mengambil lip balm untuk dibubuhkan pada bibirnya yang kering dan pucat. Setelahnya ia mengambil bedak tabur dan meratakan di seluruh wajah. “Perfect!” komentarnya kagum melihat kecantikan wajahnya yang alami meskipun harus mengenakan sedikit foundation Karena suatu hal. Dirasa beres, gadis itu langsung duduk di pinggiran kasur karena ingin mengenakan sepatu dan mengambil tasnya. Cklek! Bertepatan dengan dia yang akan memegang kenop, Mores ternyata juga berada disana. “Ngapain Papi disini?” Gadis itu mengernyit heran saat melihat ekspresi Mores seperti tertangkap basah. Meskipun suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, ia tak mungkin mengabaikan tingkah absurd pria berstatus sebagai Papinya tersebut. “Cuma mau bangunin aja. Papi kira kamu masih tidur,” elak Mores malu. Selain itu, ia juga khawatir dengan keadaan putrinya sejak semalam yang mengigau dengan tangisan. “Oh.” Ralin melengos keluar dari kamar, meninggalkan Mores yang berdecak kesal karena kelakuan sang putri. *** “Kakak Lalph?” Sela memanggil Ralph yang kebetulan melintas. “Sela? Kenapa sayang?” tanya Ralph kemudian menghampiri Adiknya dengan seragam sekolah yang sudah melekat pada tubuhnya. “Enggak ...” Kepala Sela menggeleng ragu. Ralph mensejajarkan tingginya dengan Sela yang terlihat mungil. “Cerita sama Kakak.” Dari nada bicaranya, terlihat sekali jika Ralph memaksa Adiknya itu supaya jujur. “Eum ... Kenapa akhil-akhil ini Kakak Lalph ndak ada waktu untuk Sela? Biasanya Kakak Lalph suka bawa Sela jalan-jalan cali nasi goleng di Baljo,” jelas Sela sedih. Gadis kecil itu merasa jika semakin jauh dari Kakaknya. Pengakuan Adiknya itu membuat Ralph diserang rasa bersalah. Memang semenjak bertanggung jawab dengan Chloe, dia semakin sulit untuk bermain dengan Adiknya. “Maafin Kakak ...” sesal pemuda itu dengan wajah yang sendu. “Ndak masalah, Kak,” balas Sela tersenyum kecil meskipun dalam hatinya ia merasakan sakit karena seperti dilupakan oleh Kakaknya sendiri. Setelah menjawab ucapan Kakaknya, Sela langsung melenggang menuju Andara yang sedang menata sarapan. “Eh? Kenapa ini?” Andara tersentak saat merasakan ada tangan mungil yang memeluk lehernya erat. Wanita itu merasakan gelengan kecil dari Sela. Tak lama Ralph bergabung dengan Mama dan Adiknya di tikar yang berada di ruang tengah. Pemuda itu mengambil piring dan memasukkan nasi goreng pada piringnya. Matanya melirik Andara yang sibuk memasukkan nasi goreng dalam kotak bekal dengan dahi mengerut. “Sela makan sebanyak itu, Ma?” tanya Ralph yang lumayan terkejut dengan porsinya. Mengetahui maksud anaknya, Andara menyunggingkan senyum, “Ini Mama bawakan untuk Chloe.” Karena merasa tak ada yang salah dengan jawaban Mamanya, Ralph langsung menyendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Masakan Andara memang patuh diacungi jempol karena rasanya selalu nikmat. Sementara Sela sambil makan, matanya melirik Ralph yang terasa jauh darinya. *** Selepas sarapan pagi bersama Mores, Ralin langsung bangkit dari duduknya. Gadis itu sesekali menyeruput realfood supaya badannya tidak melar sehabis makan dengan porsi yang cukup banyak. “Ralin, uang bulanan sudah Papi kirim ke rekening kamu, ya,” ucap Mores sembari mengambil potongan roti. Padahal ia sudah makan nasi goreng, namun masih saja merasakan lapar. “Iya, Pi,” jawab Ralin. Tangannya menyalami Mores kemudian melenggang pergi dari hadapan pria jomblo tersebut. Di luar rumah, Ralin sangat terkejut saat mendapati seorang pemuda sedang membelakangi dirinya. Langkahnya semakin cepat supaya bisa melihat sosok tersebut. “Siapa lo?” Suara tegas bercampur jutek khas seorang Ralin, membuat pemuda itu berbalik. Wajah yang sangat tak asing di matanya, membuat Ralin menganga. “LO???” Pemuda itu menyengir kuda dengan wajah yang sangat menyebalkan. “Hai Ralin!” “Nye,” balas Ralin jutek. “Mau ngapain lo disini?” Jeno, pemuda itu mendengus tak percaya. Dia sudah meluangkan waktunya sepagi mungkin supaya sahabatnya itu tak pergi dahulu, tapi yang ia dapatkan sungguh diluar dugaan. “Gue mau jemput lo, cerewet!” “Lo berani sama gue?” teriak Ralin nyolot. “Gak gak, udah deh ayo berangkat,” ucap Jeno kemudian memasuki mobilnya. Jangan harap pagi ini dia mau membukakan pintu untuk Ralin. Dia sedang dongkol dengan sahabatnya itu. Ralin mengangkat kedua bahunya acuh sembari menyusul duduk di belakang. “Heh, lo kira gue supir?” hardik Jeno mendelik. Mata Ralin memutar kemudian, “CEPETAN!!!!” *** Pagi ini Ralph tidak menjemput Chloe di kontrakannya atas permintaan gadis tersebut. Ralph sendiri oke-oke saja karena memang ia rencananya akan menjemput gadisnya. Sikap Ralph ini membuat siapapun yang melihat, pasti akan muak. Tak lama motor kuno pemberian Mores itu berhenti di istana Millano. Dari kejauhan matanya menangkap Mores yang akan memasuki mobil. Langsung saja Ralph memarkirkan motornya dan berlari menghampiri Mores. “Tuan Mores!” panggil Ralph sopan. Mores yang tadinya berwajah biasa saja seketika langsung mendatarkan wajahnya saat melihat keberadaan Ralph. Pria itu tak menjawab atau membiarkan pemuda di hadapannya menyalami tangannya, dan Ralph peka dengan hal tersebut. “Ada apa kau kemari?” Mendengar suara dingin tersebut, Ralph meneguk ludahnya kasar namun ia tetap memberanikan diri. “Saya menjemput Classica, Tuan. Classica tanggung jawab saya karena dia kekasih saya.” Tanpa diduga, Mores justru tertawa kencang lebih menjurus ke sarkas yang membuat Ralph semakin takut. “Kekasih? Kekasih mana yang lebih memilih orang lain? Kekasih mana yang justru menolak pemberian kekasihnya hanya karena sungkan dengan orang lain?!” Mores benar-benar marah saat mengetahui jika pemuda bau kencur di depannya menolak sandwich buatan putrinya beberapa waktu lalu. Dia mengingat betul jika Ralin bahkan sampai harus terkena cipratan dari wajan karena membuatkan sarapan yang bahkan tidak pernah diterima. “Ma—” “Saya tidak membutuhkan basa-basimu!” tukas Mores meninggalkan Ralph yang terpaku. Matanya melirik jam pada pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 06.45 pagi. Segera ia menaiki motornya dan melajukan dengan cepat menuju sekolah. Di tengah perjalanan, motor Ralph mendadak berhenti kala mendapati sebuah mobil mewah menghadang jalannya. “Maaf, lo halangin jalan gue,” ucap Ralph saat melihat seorang pria turun dari mobil dengan setelan serba hitamnya. Bugh! Tanpa diduga pria itu menendang Ralph yang belum siap menangkis pergerakannya. Alhasil Ralph tersungkur dengan badan yang membentur body motor. “Maksud lo apa?” Ralph bertanya masih dengan kesabaran. Namun orang yang menghalangi jalannya itu tidak kunjung menjawab. Bugh! Bugh! Ralph kembali dipukul membabi buta hingga terbatuk dan mengeluarkan darah. Setelah dirasa orang yang diincarnya sudah melemah, pria tadi kembali memasuki mobil dan melesat meninggalkan Ralph yang berusaha melihat plat kendaraan tersebut. Uhuk! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD