66. Kebusukan Chloe dan Amarah Andara

1156 Words
Di Salah satu club’ malam, terlihat dua orang gadis meliukkan tubuhnya dengan wajah yang penuh kebahagiaan. Satu diantaranya hanya bergerak seadanya karena keadaan, sedangkan satu lainnya tertawa tidak jelas karena mabuk. “Rel, si Vito ngajak gue dating nih!” cerita gadis lainnya. “Bagus dong, sesuai harapan lo,” balas Aurel seadanya. Diah mendengus, “lo kan tau kalau orang tuanya gak suka sama gue karena kita gak sederajat!” “Sejak kapan lo jadi insecure gini Diah?” Keduanya terus mengobrol dan sesekali kembali berjoget mengikuti alunan musik hingga tidak sadar jika ada sepasang mata tengah merekam kejadian itu dengan jelas. Setelahnya orang tersebut pergi karena tidak kuat dengan aroma alkoholl yang memasuki penciumannya. *** Ralph bergerak gelisah di sebelah Sela yang sedang mengerjakan tugas. Gadis kecil itu pusing sendiri karena Kakaknya yang sejak tadi berseliweran di depan matanya. “Kakak kenapa sih dalitadi mengganggu?” Mendapat teguran dari Adiknya, Ralph memasang cengiran kuda. “Maaf cantik, Kakak lagi bingung.” Seolah tau apa maksud ucapan Kakaknya, Sela meletakkan pensil dan berlari menghampiri sang Kakak. “Kenapa? Celita sama Sela!” Pemuda itu membawa sang Adik ke gendongannya kemudian menjawab. “Kakak sedih dibohongi. Tapi Kakak senang karena ada banyak hal dari kebohongan itu.” Kepala Sela memiring setelah mendengar cerita Kakaknya. “Kata Bu Gulu, bohong itu ndak boleh Kakak,” ucap Sela kesal. Tawa Ralph pecah setelah mendengar penuturan Adiknya. Dia pun tau jika bohong itu dosa. Tapi disini bukan dia yang berbohong, melainkan— “Wah, anak-anak Mama kayaknya lagi seneng banget.” Andara yang baru saja pulang dari arisan PKK segera menghampiri kedua anaknya yang terlihat akrab itu. “Mama, Kakak Lalph bilang kalau senang belbohong. Bukankah bohong itu dilalang? Kata Bu Gulu ndak boleh bohong Mama,” adu Sela membuat Ralph meringis karena tatapan maut dari Mamanya. “Sela masuk kamar dulu, ya? Mama mau marahin Kakak soalnya udah bohong,” titah Andara yang ditanggapi gelak tawa kesenangan dari Sela karena Kakaknya akan dihukum. “Oke Mama!” Gadis itu segera berlari menuju kamarnya membawa buku-buku yang tadi dia pakai untuk belajar. Selepas mendengar pintu kamar terkunci, sepasang anak dan Ibu itu duduk berhadapan di karpet dengan wajah tegangnya. Andara sangat penasaran dengan ucapan anak bungsunya tadi dan dia berharap tidak ada hal buruk diantara mereka. “Ada apa, Ralph?” “Chloe tadi izin kemana, Ma?” Sebelum mengutarakan maksudnya, Ralph terlebih dahulu bertanya perihal keberadaan Chloe yang sejak tadi tidak terlihat. “Tadi bilang mau ketemu temennya.” Ralph menarik nafas perlahan sebelum menyampaikan maksud dan tujuannya. “Ralph gak mau nikah, Ma.” Andara melotot namun hanya sebentar karena kini wanita itu justru terkekeh kecil. “Jangan bercanda sama orang tua, gak baik,” tegur Andara lembut. Kening Ralph merengut tipis karena dia sedang tidak bercanda saat ini. “Ralph ser—” Tok! Tok! Ucapan itu harus terhenti saat mendengar ketukan pada pintu kontrakan. Sepertinya mereka tidak bisa melanjutkan ucapan itu karena Chloe sudah pulang. Tidak enak jika harus membatalkan sepihak seperti ini. Lebih baik dibahas jika keadaan sudah lebih baik. Andara melangkah menuju pintu karena mengira itu Chloe. Namun tanpa diduga yang datang justru orang asing dimata Andara. “Siapa, ya?” Ralph sendiri yang masih duduk lesehan langsung heran dengan pertanyaan Mamanya. Sudah jelas itu Chloe, tapi kenapa pertanyaannya seakan Mamanya itu tidak mengenal Chloe? “Ma ...?” Atensi Ralph beralih pada orang yang berada di balik pintu dan Ralph benar-benar terkejut. *** Kini Alvero, Brisia, serta Jeno berada di mobil dalam perjalanan menuju suatu tempat. Alvero sebagai supir mengemudikan mobil dengan hati-hati karena harus mendengarkan arahan dari Jeno yang melihat GPS. “Apa masih lama?” tanya Brisia dengan mata yang sayu. Wajar saja karena sekarang pukul 9 malam dan itu waktunya Brisia untuk tidur. “Tidur aja sono. Lo kalau melek berisik!” tukas Jeno jengah. Bibir Brisia mengerucut tidak suka. “Lo tidur aja, masih jauh kayaknya,” titah Alvero lebih manusiawi daripada Jeno. Seulas senyum manis terbit di bibir Brisia. “Oke ganteng.” Mata gadis itu mulai meredup membuat Jeno lega. Akhirnya tidak ada yang menghujat dirinya lagi. Satu jam kemudian mobil tersebut tiba di depan sebuah rumah yang terlihat sederhana namun banyak bunga-bunga cantik di halaman depannya. Alvero terlebih dahulu keluar dan meminta Jeno untuk membangunkan Brisia. “Nyil, bangun!” Brisia yang merasa terusik langsung menggeliat pelan dan terkejut saat mendapati wajah Jeno tepat di depannya. “Beautifull.” Plak! “Brengsekk!” maki Brisia karena sahabatnya itu tidak sopan. “Brisia laporin Alvero mau?” Gelengan tegas langsung Jeno lontarkan. Bisa habis dia dihajar oleh Alvero. Tok! “Lama banget!” Suara Alvero yang terkesan kecil karena pintu mobil masih tertutup membuat keduanya segera keluar. Mata Brisia menjelajah rumah tersebut kemudian mengulet pelan. “Adem.” Jeno tak menggubris sahabatnya yang terlihat mengantuk tersebut. Kakinya dengan rasa percaya diri mendekati pintu coklat tersebut dan mengetuknya pelan. Cukup lama menunggu hingga pintu terbuka menampilkan seorang wanita yang masih terlihat cantik meskipun tak muda lagi. “Siapa, ya?” Ketiga remaja itu hanya saling pandang hingga seseorang kembali muncul dari baliknya. “Ma ... Kalian? Ada apa ya?” kaget Ralph saat mendapati mereka bertiga disini. “Boleh kami masuk? Ada yang mau saya beritahukan,” ucap Alvero tanpa peduli keberadaan Ralph. Andara yang masih dalam keadaan bingung hanya bisa mengangguk. Kini di sebuah ruangan sederhana itu terdapat lima orang dewasa yang duduk berhadapan. Sudah lima menit tak ada yang membuka suara karena Alvero sendiri masih mengurutkan hasil penemuannya. “Jadi, ada apa?” Selaku tertua, wajar saja Andara bertanya karena sudah lima menit tak kunjung memberitahu tujuan mereka berkunjung. “Sebentar.” Andara menghela nafas kemudian menatap Brisia yang memejamkan mata dengan kepala yang bersandar pada bahu Jeno. Sedangkan si empu sendiri juga mulai menyelami alam mimpi. “Gue tanya sekali lagi, apa lo yakin mau nikahi Chloe?” tanya Alvero sekali lagi mengingat jika perhitungan sejak Jeno bercerita, itu berarti pernikahan tersebut akan dilaksanakan dua hari lagi. “Nggak,” yakin Ralph. “Ralph, kamu harus bertanggung jawab sama darah daging kamu sendiri,” lirih Andara tak habis pikir. Alvero mengangguk kemudian menyerahkan laptopnya kepada Andara yang menampilkan sebuah video. “Tante bisa melihatnya dan pilihan Ralph sudah benar,” ucap Alvero. Meksipun ragu, Andara akhirnya memutar rekaman tersebut. Awalnya tidak ada yang aneh, namun pada menit ke tujuh barulah mata Andara benar-benar membola. “Ja—jadi ... maafkan Mama udah pernah nampar kamu, nak ...” Andara memeluk putranya erat dengan isakan pilu. Dia menyesal pernah menampar karena tidak percaya dengan anak kandungnya sendiri. *** Chloe turun dari ojek online nya setelah menempuh perjalanan selama 30 menit. Dahinya mengerut saat melihat mobil asing dan pintu kontrakan yang terbuka lebar. Karena penasaran, wanita itu segera masuk sembari menyanggah perutnya yang mulai membesar. “Ada apa ini?” tanya Chloe heran. Andara tersenyum lembut sembari mendekati Chloe yang menunggu kedatangan wanita itu. Plak! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD