Mendengar ada langkah kaki yang mendekat, Ralph langsung menyimpan diary tersebut meskipun sebenarnya belum semua terbaca. Namun Ralph tau inti dari isi dalam lembar curhatan tersebut.
Dari ekor matanya, Ralph melirik dan ternyata yang memasuki kelas adalah sang pemilik buku. Untuk saat ini, Ralph tidak akan mempertanyakan soal kehamilan karena takut membuat wanita itu down.
“C—” Suaranya seketika tercekat tak dapat melanjutkan, lebih tepatnya tidak mungkin. Maka dari itu Ralph memilih untuk kembali ke tempat duduknya dan memasukkan diary yang tadi ia sembunyikan di dalam baju.
Suara grasak-grusuk dari arah belakang membuat rasa penasaran Ralph meningkat. Sepertinya wanita itu sedang mencari buku yang saat ini berada dalam genggamannya. Biarlah dia mencari, Ralph ingin mencari bukti lebih dari dalam buku itu.
Setelah merasa sedikit tenang, Ralph langsung menyendok makanan yang tadi dibawanya dari kantin. Ralph lumayan lapar karena istirahat pertama tadi lebih memilih di perpustakaan daripada membeli makanan.
“Oi, kok lo gak makan di kantin?” Zigo yang baru saja kembali dari membeli cimol di kantin sangat terkejut dengan Keberadaan Ralph di kelas saat jam istirahat selama sebulan ini.
“Males,” jawabnya singkat kemudian kembali memakan makanannya dengan tenang.
Zigo menduduki tempatnya kemudian menusukkan cimol dan mulai memakannya. Matanya berbinar saat bulatan putih yang masih hangat bercampur bubuk cabai kering memasuki tenggorokannya.
“Mau?” tawar Zigo yang langsung dibalas gelengan. “Chloe, ngapain disono? Gabung sini!” panggil Zigo saat menyadari tak hanya mereka berdua disana.
Chloe yang masih bingung mencari keberadaan buku diary nya langsung menjawab, “Gak usah. Aku capek.” Tangan wanita itu yang berada di bawah meja langsung mengelus perutnya yang tiba-tiba saja berbunyi saat melihat cimol milik Zigo. Sepertinya dia sedang ngidam. Matanya melirik jam di dinding kelas dan masih ada sisa waktu 15 menit, segera saja Chloe bangkit supaya bisa membeli cemilan itu.
“Mau kemana lo, Chloe?” tanya Zigo saat menyadari Chloe akan berlari keluar.
“Aku mau beli cimol. Lihat kamu makan jadi kepengen juga, hehe ...” Chloe berlalu dari kedua teman sekelasnya karena takut kehabisan.
Sementara Ralph yang tadinya akan menyendok makan langsung terhenti karena ucapan Chloe. Pemuda itu tertegun dengan pikirannya. Anak gue lagi pengen makan, ya?
“Seneng banget lo ngelamun.” Zigo menegur malas karena beberapa waktu ini sahabatnya itu sering sekali melamun.
***
“He Ralin, tumben lo gak sama anak beas itu?”
Arfen, salah satu teman sekelasnya cukup heran karena sejak berita di televisi muncul, mereka cukup mengerti ternyata artis sombong itu bisa buchen dengan orang berbeda Kasta.
“Jangan bahas dia,” cetus Ralin dengan suara datar.
Arfen seketika itu juga langsung kicep saat menyadari ada perubahan raut wajah dan suara temannya. Pemuda itu menggaruk kepalanya kikuk seraya tersenyum tak enak.
“Eungh ... Sorry gue gak—”
“Stop basa-basi!” tukas Ralin kemudian melenggang dari hadapan Arfen. Gadis itu sungguh muak dengan manusia sok baik meskipun tak ada yang tau bagaimana sifat Arfen sesungguhnya.
Dari kejauhan, sepasang mata sedang menatap Ralin dengan senyuman miring. Dia begitu senang melihat kekacauan pada diri gadis sombong itu.
Kembali pada Ralin ...
Karena berjalan terlalu cepat, gadis itu sampai tak menyadari jika ada orang yang sedang berjalan dengan kepala menunduk hingga akhirnya ...
Bruk!
Baik Ralin ataupun orang tersebut keduanya sama-sama terjatuh karena memang pergerakan Ralin cukup kencang. Ralin memegang punggungnya yang terasa ngilu karena membentur paving. Sedangkan orang yang bertabrakan dengan Ralin meringis penuh kesakitan.
“PUNYA MATA GAK SIH LO!” Ralin menyentak karena merasakan perih pada sikunya.
“Maaf ...”
Alis Ralin menukik karena mengenal suara itu. Benar saja, saat mendongak, Ralin bisa melihat jika Chloe merintih dengan tangan seolah melindungi perutnya.
“Lo—” Belum sempat menyelesaikan ucapannya, seseorang sudah mendorongnya cukup keras disertai bentakan.
“LO MAU BUNUH ANAK GUE?!”
***
Bel sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, namun pemuda itu belum juga keluar dari kelasnya, dia masih harus menyelesaikan catatan yang kurang supaya tidak tertinggal materi. Setelah dirasa selesai, Ralph meletakkan pulpen dan meregangkan otot-otot tubuhnya.
“Akhirnya ...” desah Ralph lega. Matanya melirik jam di pergelangan tangan yang menunjukkan pukul 15:17, sudah waktunya untuk pulang.
Sesudah merapikan peralatan sekolahnya, Ralph langsung berjalan keluar dari kelas. Kelas-kelas sudah terlihat sepi, mungkin hanya ada 1-2 orang saja yang masih berada disana karena memang jam pulang sudah sejak tadi.
Dari tempatnya, mata Ralph memicing saat melihat dua orang yang begitu dia kenali. Namun setelahnya mata itu membulat sempurna kala salah satunya merintih dengan tangan berada di perut. Langsung saja Ralph berlari dan mendorong salah satu orang yang berada disana.
“LO MAU BUNUH ANAK GUE?!” Bentakan itu refleks keluar dari bibir Ralph. Beruntung sekolah sudah sepi jadi tak ada yang akan membuka rahasia kepada guru.
Sedangkan Chloe langsung menegang karena pengakuan Ralph menyebut kata 'anak'. Pikiran Chloe langsung menerka dengan segala hal negatif.
“Anak? Maksud lo?” Dari suaranya terdengar jelas jika Ralin menahan tangis.
“Chloe hamil anak gue setelah kita lakuin itu. Gue harap lo cukup paham buat gak nampakin wajah jahat lo itu di hadapan gue!” pungkas Ralph tajam sebelum berbalik membantu Chloe.
“Chloe, ayo gue bantu.” Tangan Ralph terulur membantu Chloe yang terlihat enggan menerima uluran itu. Karena takut terjadi sesuatu dengan anaknya, Ralph langsung mengangkat Chloe berlalu dari hadapan Ralin yang masih mematung.
***
Setelah pulang dari mengantar Chloe tadi, kini Ralph berada di kamarnya seorang diri. Dia masih sangat penasaran dengan isi buku milik Chloe yang bahkan baru lihat dari satu lembar saja.
Ralph begitu serius membaca halaman demi halaman hingga menemukan fakta kuat bahwa mantan rekan kerjanya itu begitu mencintainya. Seketika ingatannya jatuh pada Ralin yang sampai saat ini tidak ia berikan kejelasan untuk melanjutkan atau tidak. Saat itu juga Ralph mengambil ponselnya yang tergeletak di kasur supaya bisa memberikan pesan. Namun saat melihat foto profil berwarna abu-abu serta tidak ada tanda kehidupan di w******p gadis itu, Ralph menyimpulkan jika nomornya sudah di blockir. Menghela nafas pelan, hanya itu yang bisa Ralph lakukan. Pemuda itu bahkan tidak sadar jika Andara sudah sejak tadi berada disana dan membaca diary yang kebetulan sedang terbuka lebar.
“Ralph ...”
Dan detik itu juga Ralph akhirnya tersadar dari lamunannya saat mendengar suara bergetar Mamanya. Hingga pandangannya jatuh pada buku diary yang berada di tangan wanita itu.
“Ma ...?”
“Apa maksudnya ini? Chloe hamil? Dengan siapa, nak?”
Sepertinya Andara belum menyadari jika tulisan itu mengarah kepadanya. Terbukti dari pertanyaan Andara yang ingin tau siapa pria brengsekk yang sudah menghancurkan Chloe.
“Kalau Ralph bilang, Chloe hamil dengan Ralph ... Apa Mama percaya?”
“Maksud kamu?” Dalam relung hatinya, Andara berharap anaknya hanya sekedar bertanya, bukan kenyataan sesungguhnya.
Ralph menunduk takut sebelum menjawab. “Iya ... Ralph yang sudah menghamili Chloe ...”
Plak!
***