51. Mencari Bukti

1488 Words
Setelah semalaman menangis, hari ini Ralin sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Dia perlu menegaskan sesuatu kepada Ralph dan berharap jika ucapan itu nanti tidak akan membuat hatinya hancur. “Ralin, kamu gak sarapan dulu?” Langkah Ralin yang akan melewati ruang makan harus terhenti saat mendengar suara Papinya. Gadis itu menjawab tanpa menoleh karena takut suaranya yang bergetar akan terdengar jelas. “Nanti di sekolah. Ralin berangkat.” Buru-buru gadis itu berlari menuju luar karena ingin mencari keberadaan Pak Mono. Sangat tidak mungkin jika Ralph akan menjemputnya karena ia berpikir jika pemuda itu akan menjemput Chloe. “Pak!” panggil Ralin saat melihat Pak Mono sedang menyesap kopi. Mengetahui jika anak majikannya menghampiri, Pak Mono segera berpamitan pada rekannya. “Iya, Non. Mau saya antar sekarang?” tawar Pak Mono yang sudah paham keinginan Nona mudanya. Sebagai jawaban, Ralin hanya mengangguk. Pak Mono segera menuju mobil untuk menyiapkan benda bergerak tersebut. Saat dirasa sudah siap, Ralin segera menaiki mobil supaya bisa bertemu dengan Ralph. Saat ini dirinya merasa di-ghosting dengan kekasihnya sendiri. Tak butuh waktu lama karena kali ini masih lumayan pagi sehingga tidak terjebak kemacetan di jalan, Ralin akhirnya tiba di sekolah. Pak Mono segera turun untuk membukakan pintu meskipun sudah didahului oleh Nonanya yang ternyata telah berada di luar. Tanpa mengucapkan apapun, Ralin melesat pergi dari hadapan Pak Mono yang bahkan baru saja akan membuka suara. *** Ralph sengaja berangkat pagi hari ini karena ingin menemui Chloe yang sejak kejadian saat itu sengaja menghindarinya. Pemuda itu ingin membuktikan apa yang ada di pikirannya supaya bisa kembali hidup tenang bersama dengan gadisnya. Bastard? Iya, Ralph akui jika dirinya memang seperti itu. Mungkin orang berpikir Ralph adalah cowok pendiam dengan beasiswa sebagai andalannya. Kalau orang mempunyai pikiran seperti itu ... Sungguh salah sekali! Sembari menunggu kedatangan Chloe di kelas, Ralph bermain ponselnya karena ingin mengecek apakah ada hal penting atau tidak. Namun belum juga ia mengecek, seruan dari seseorang yang sangat ia kenali menginterupsi. “Ralph!” Kepala Ralph menoleh namun hanya sekilas karena dia lebih tertarik menatap ponselnya. Ralph yakin jika gadisnya akan sangat murka dan tak akan bertingkah seperti ini lagi jika mengetahui apa yang sudah terjadi. “Kenapa lo ngehindarin gue?” tembak Ralin tepat sasaran. Dia bukanlah gadis yang suka bertele-tele apalagi keadaan tidak memungkinkan. “Gue gak menghindar.” Tak puas dengan jawaban yang diberikan, Ralin langsung menarik tangan Ralph hingga akhirnya mereka saling berhadapan. Ralph kini hanya menatap gadis di depannya dan sebisa mungkin tidak menggombal supaya tidak terlalu jauh menghancurkan. “Jawab yang bener, Ralph ... Gue ada salah sama lo?” tanya Ralin sekali lagi. “Ada, banyak. Lo terlalu gampangan sampai harus nembak gue di depan publik,” sarkas Ralph tanpa berpikir jika ucapannya sangat menohok hati Ralin. Ralin tersenyum kecut dan mengangguk paham. “Kalau gue terlalu gampangan, terus lo yang tidur sama cewe murahan itu disebut apa?” Deg! Mata Ralph membola dengan pertanyaan Ralin. Apa maksud gadis itu? Apakah Ralin mengetahui tentang yang terjadi antara dirinya dengan Chloe? “Kenapa diem? Bantah, dong, kalau emang lo gak merasa ngelakuin itu.” Ralin kembali mencecar supaya mendapatkan bantahan dan hatinya tidak segundah saat ini. Percayalah, yang diinginkan Ralin saat ini adalah jawaban yang berisi bantahan, bukan mengiyakan. Tiba-tiba saja Ralph tertawa. Hal yang baru ini Ralin ketahui karena cara tertawa itu sangatlah berbeda. “Gue ngelakuin itu karena emang gue mau sama dia. Kalau lo tanya kenapa, itu karena lo terlalu munafik jadi cewek. Lo sok keras, sok mau ditinggikan, sombong, belagu, so—” “STOP!!! GUE GAK SUKA DENGER LO MEMBUAL!” Ucapan Ralph terpotong karena jeritan Ralin. Gadis itu tak sanggup mendengar segala penuturan pedas karena meyakini jika Ralph terpaksa melakukan itu. “Gue gak membual! Gue udah suka sama Chloe sejak kita jadi partner kerja di resto. Gue semakin benci sama lo saat lo sama semua sahabat lo itu menghina gue dengan sebutan babu!” Ralph mengeluarkan segala unek-uneknya dengan nafas tak beraturan. Sungguh hal yang paling membuatnya tersiksa adalah melihat Ralin bahagia. Maka dari itu, Ralph melakukan segala cara untuk membuat Ralin hancur termasuk membuat gadis itu masuk dalam perangkapnya. Air mata yang sejak tadi ditahan, pada akhirnya jatuh dari kelopak mata Ralin. Gadis itu akan mengeluarkan air mata jika keadaan membuatnya benar-benar down dan sekarang Ralph membuat gadis itu berada di titik terendah. Dari ambang pintu, Zigo mematung tak percaya. Ada apa dengan sahabatnya itu? Setahunya, Ralph selama ini memang selalu mengejar Ralin karena cinta. Bahkan sahabatnya itu rela menjadi seorang stalker supaya bisa memberikan hadiah di loker milik Ralin. Nyatanya? “Ralph ...” Suara sang sahabat mengalihkan atensi Ralph. Pemuda itu menghampiri Zigo dan menepuk bahunya. “Lo urus nih cewek sombong sekaligus manja.” “CUKUP!” jerit Ralin sebelum akhirnya memilih berlari keluar dari kelas yang menjadi saksi kehancuran dirinya. Melihat jika Ralin pergi, Ralph mengangkat kedua bahunya dan melenggang keluar dari kelas. Pemuda itu berjalan tak tentu arah hingga tiba di taman belakang dan mendapati Chloe juga berada disana. Namun yang membuatnya bingung, kenapa Chloe terus memegangi kepala dengan pandangan menunduk. Huek Saat akan mendekat, Ralph mendengar suara Chloe seperti orang muntah. Dia berpikir jika Chloe sedang masuk angin. Tak ada pikiran macam-macam dalam otaknya saat ini. “Lo sakit, Chloe?” Badan Chloe menegang setelah mendengar pertanyaan itu. Tanpa membalik badan, Chloe menggeleng pelan. “Enggak ...” Ralph percaya saja dengan apa yang Chloe jawab. Pemuda itu kembali menelisik penampilan Chloe dari atas hingga bawah. Seperti ada yang berbeda, namun apa? Hingga pandangan itu akhirnya mendapatkan jawaban dan ... Badan Chloe terlihat berisi. Jantung Ralph benar-benar berdetak saat ingatannya kembali pada malam itu. “Lo hamil?” *** Sudah sebulan sejak kejadian hari itu, dimana Ralin mendengar kejujuran yang sangat menyakitkan dari seseorang yang sepertinya sudah menjadi mantan ... Entahlah karena tidak ada putus di antara keduanya, Ralin sekarang sudah menjadi seseorang yang berbesar hati. Seperti dalam sebuah ayat Alkitab Matius 5:39, Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dari ayat tersebut, Ralin mendapatkan pelajaran bahwa jika Ralph berbuat apapun, jangan pernah membalasnya. Biarkan dia melakukan lagi jika itu membuatnya puas  Bukan hanya Ralph, tetapi siapapun yang menyakiti dirinya. Ralin percaya ada Tuhan yang senantiasa membahagiakan dirinya. “Jangan ngelamun,” tegur Brisia menyendok baksonya. Ralin menoleh sekilas dan menggeleng. Dia memang sedang tidak melamun karena yang dilakukan saat ini adalah kembali menetralkan hatinya. “Tau deh, ngapain orang gila lo pikirin?” sarkas Jeno jengah membuat Alvero menatapnya tajam. “Bercanda Vero hehe ...” Jika sudah berhadapan dengan Alvero, si sengklek itu pasti akan kalah. “Hai ... Saya gabung, ya?” Keempat orang itu melihat Januar dan Samuel yang sudah berdiri sembari membawa nampan berisikan makanan. Memang sudah beberapa hari ini mereka berempat akrab dengan dua manusia jadi-jadian tersebut. Namun mereka tidak tau siapa sosok Januar dan Samuel yang sebenarnya. “Biasanya juga gabung, pake bachot segala.” Jeno mencibir malas dengan drama tersebut. Samuel yang tidak terima karena Alpha-nya dihina, ingin sekali mencabik-cabik daging manusia songong itu. Namun pergerakannya tertahan karena Januar menggeleng pelan. Mau tak mau Samuel harus berbesar hati karena sang Alpha sendiri tidak terganggu dihina seperti itu. Di sudut lain, Ralph berjalan menuju kelasnya setelah membeli makanan di kantin. Dia tak akan mau makan disana karena ada gerombolan dari gadis yang pernah mengisi hatinya dahulu. Saat memasuki kelas, ruangan tersebut sangat sepi karena para penghuninya sedang mengistirahatkan diri masing-masing. Crek! Kepala Ralph menunduk saat merasakan sepatunya menginjak sesuatu. Keningnya mengerut karena mendapati sebuah diary yang terbuka di bagian halaman tengah. Bukan itu yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi sebuah benda tipis berada di tengah-tengah. Bukannya lancang, namun Ralph takut karena ia mengenali tulisan yang berada di buku curahan hati setiap perempuan tersebut. Aku hancur Dari judulnya, perasaan Ralph semakin tak karuan. Dia berharap semua hanyalah mimpi. Kejadian malam itu, sekitar satu bulan lalu mengubah statusku menjadi seorang wanita. Aku memang menyukainya, bahkan mencintainya, namun aku sangat tidak setuju jika dia mengambil kehormatanku. Sakit? Sudah pasti. Siapa yang tidak sakit ketika sesuatu yang sudah dipersiapkan untuk masa depan, terenggut dalam satu malam? Parahnya, aku tidak bisa melawan karena tenagaku tidak sebanding dengannya. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Terlebih dua Minggu setelah kejadian itu, aku merasakan perubahan pada tubuhku. Termasuk pola makan dan tidur yang semakin melonjak. Aku juga mengingat jika sudah telat datang bulan selama tiga minggu dari tanggal normal. Dengan berbesar hati, aku membeli sebuah testpackk di apotik karena ingin memastikan. Menunggu sekitar 10 menit demi melihat keakuratan, aku memberanikan diri untuk membuka kedua mataku lebar hingga terpampang dua garis merah di benda tipis itu. Tidak hanya satu, aku membeli sepuluh sekaligus dengan merk berbeda meskipun harus mengorek uang tabungan yang sudah persiapkan untuk masa kuliah kelak. Tuhan ... Ada kehidupan di rahimku, apa yang harus aku lakukan? “Gue bakal jadi Ayah?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD