Keadaan disana hening setelah terjadi aksi penamparan serta pengakuan dari seorang Chloe. Semuanya tidak tau harus berkata apa saat ini karena mendadak otak mereka blank.
“Jahat sekali kamu, nak, sampai punya pikiran selicik itu ...” lirih Andara menggeleng tak habis pikir.
“Maaf.”
“Maaf lo gak bikin gue perjakaa lagi, sialann!” umpat Jeno muak.
Chloe terkekeh pelan. Tingkah Jeno saat ini seperti satu-satunya orang yang kehilangan saja. Padahal sebagai pihak perempuan, dia yang seharusnya memaki karena merasa dirugikan.
“Gak usah ngerasa paling kehilangan!” tukas Chloe mulai menampakkan jati dirinya.
“Stop! Gak usah banyak drama. Lo tetep paling salah disini!” pekik Brisia yang sebal mendengarnya.
Andara memijit pangkal hidungnya yang terasa sakit.
“Chloe, karena sudah terbukti bukan anak Tante yang melakukan ... kamu sudah boleh kembali ke tempat tinggalmu sebelumnya.”
“Ap—apa?” Chloe benar-benar shock saat ini karena diusir oleh mantan calon mertuanya.
“Kamu anak orang berada, kenapa harus bohong seperti ini, nak? Bahkan kamu sampai harus bekerja jadi waitress di resto, kan?” terang Andara mengingatkan.
Kala itu seorang gadis yang duduk di kelas 1 SMP sedang berjalan seorang diri menuju toko buku. Gadis itu begitu mungil dengan jaket tebal yang dipakainya sehingga terlihat tenggelam.
Saat melintasi taman, mata gadis itu menangkap seonggok manusia sedang bermain kelereng seorang diri. Segera saja gadis yang tak lain adalah Chloe itu mendekati orang tersebut.
“Hai, kamu main sendirian?” tanya Chloe dengan suara imutnya.
Remaja laki-laki seumurannya itu menoleh sekilas kemudian kembali fokus pada permainannya.
“Ya.”
“Eum, nama kamu siapa?”
Remaja tadi bangkit dan mengulurkan tangannya. “Gue Cleon Ralpheus.”
“Aku Boleh panggil kamu Cleon? Biar beda sama lainnya.”
Ralph terlihat menimang sebentar kemudian mengangguk.
“Terserah lo aja.”
Hari terus berlanjut begitu cepat. Kini sudah setahun Chloe berteman dengan Ralph. Ketika sore hari Chloe pergi ke sebuah resto bersama Daddy-nya, mata Chloe melihat Ralph yang bekerja menjadi pelayan disana.
Mulai hari itu, Chloe meminta bantuan kepada Pedro Mahendra untuk membantu segala rencananya dalam mendekatkan diri kepada Ralph.
“Lo kalau suka kenapa gak bilang? Harus banget kayak stalker gini?” cetus Ralph antara shock dan marah.
Chloe kini menatap Ralph penuh. “Apa perhatian yang aku berikan selama ini gak bikin kamu sadar, kalau aku ada rasa sama kamu, hm? Hati aku sakit disaat kamu selalu cerita soal Ralin di depanku!”
“Wajar kalau gue cerita karena lo temen gue. Gue bahkan udah anggep lo kayak Adek gue sendiri. Makanya gue marah pas gue lihat Classica dorong lo yang ternyata cuma salah paham,” tutur Ralph kembali mengingat masa dimana ia menyudutkan seseorang yang berstatus sebagai kekasihnya hanya demi membela Chloe yang ia anggap Adiknya sendiri.
Perasaan Chloe benar-benar hancur kala segala perlindungan yang ia terima dari Ralph selama ini hanya sebatas Kakak Adik saja.
“Jadi sekarang, Jeno harus cerita sama kedua orang tuanya,” ucap Alvero setelah terjadi keheningan disana.
Jeno mendelik seraya menjambak rambutnya frustasi. Dia tidak pernah takut untuk bertanggung jawab, tetapi jika wanita itu adalah Chloe ... sepertinya Jeno harus memikirkannya berulang kali.
“Ogah!” tolak Jeno skeptis.
“Loh? Ada anak kamu loh disana, Jeno ...” tutur Andara lembut. Pemuda seperti Jeno tidak bisa dikasari.
“Kalau orang lain mungkin Jeno bersedia Tante. Tapi ini Chloe! Cewek yang bahkan udah punya track record pembohong. Mau jadi apa masa depan saya kedepannya?” tukas Jeno pedas.
Chloe yang merasa geram langsung menjawab, “Aku juga gak mau tanggung jawab dari kamu!” Pandangan wanita itu kembali menatap Ralph. “Cleon ... tolong bantu aku untuk hal ini ...”
“Gue tanggung jawab?” ulang Ralph yang langsung diangguki semangat oleh Chloe.
Ralph mendengus melihatnya.
“Dengerin gue,” pemuda itu memegang kedua bahu Chloe tegas, “setiap anak itu perlu orang tua yang lengkap. Selagi anak lo ada Bapaknya, minta dia buat tanggung jawab. Bukan nyuruh orang lain!”
“Tap—tapi aku cinta sama kamu, Cleon ...” Wanita hamil itu mulai terisak membuat semua yang ada disana pusing.
“Jeno, mending lo cepet ngomong sama bonyok lo,” ucap Alvero yang sejak tadi mendengarkan.
“Gak mungkin, Ver. Gue gak mau bonyok gue kepikiran karena hal ini,” tolak Jeno karena tidak siap dengan apa yang terjadi kedepannya.
“Tapi anak kamu juga perlu pengakuan dari kamu nak ...” tutur Andara menengahi.
“Sorry gue gak bisa hidup sama seseorang dengan sifat jahat kayak dia.” Setelah mengatakan itu Jeno langsung berlari keluar dari kontrakan meninggalkan mereka semua.
***
Saat ini Samuel tengah menunggu Januar di ruang pertemuan. Ada hal penting yang harus ia katakan dan menurutnya itu cukup privacy. Sembari menunggu kedatangan Januar, Samuel berjalan-jalan di sekitar ruangan hingga pandangannya jatuh pada sebuah figura seorang gadis cantik dengan dress berwarna putih.
Tangan Samuel terulur menyentuh foto tersebut kemudian tersenyum. Wajah gadis itu sangat cantik, berbeda dengan sifatnya yang terkadang menyebalkan. Samuel harap Januar bisa segera bersatu dengan gadis tersebut supaya Alpha-nya itu tidak terlalu lama menyimpan kesedihan.
Cklek!
Pintu ruangan terbuka membuat Samuel segera kembali pada tempatnya. Januar yang melihat itu hanya bisa mengulas senyum tipisnya.
“Kau jatuh hati dengannya?” tebak Januar asal.
“Tidak,” bantah Samuel, “aku sedang membayangkan saat dimana kau bisa bersatu kembali dengannya. Pasti hari-hari yang kau lewati akan lebih berwarna, Alpha.”
Januar bergeming dengan ucapan Samuel. Tidak membantah juga tidak menyahuti. Dia masih membiarkan Samuel mengeluarkan segala yang dia ketahui.
“Satu fakta sudah terbongkar. Apa kau masih akan berdiam diri?” tanya Samuel yang saat ini berperan sebagai sahabat Januar.
“Ya ...” balas Januar. “Tak lama lagi kedua orang tuaku akan bersatu. Aku tidak mungkin menggagalkan rencana yang sudah dibuat oleh takdir.”
“Bukankah ini akan lebih lama?”
Sudah pasti jika kedua orang tuanya bersatu, rencana yang sudah tersusun rapi akan mengalami penguluran waktu. Namun tidak masalah selagi gadisnya itu masih bersama dan dalam keadaan aman.
“Sepertinya tidak masalah selagi gadisku baik-baik saja,” yakin Januar.
“Kau tidak mau mengunjunginya, Alpha?” tanya Samuel. Dia sadar betul jika Januar sebenarnya ingin mengunjungi gadis yang wajahnya ada dalam foto tadi. Namun kesibukan di dunia werewolf membuat Januar tidak bisa melakukan itu. “Aku yang akan membantumu meng-handle segala urusan kerajaan.”
Januar menatap Samuel dan menjawab. “Aku pasti akan mengunjunginya, namun bukan dalam waktu dekat. Percayalah, sesuatu yang dilakukan secara terburu-buru tak akan pernah berakhir dengan baik.”
***
Seorang pria menatap keindahan Kota New York pada malam hari dari ketinggian lantai 30. Matanya tak lepas melihat titik-titik bercahaya yang berasal dari kendaraan di bawah.
Tok! Tok!
Ketukan pada pintu ruangan membuat atensi pria itu beralih, “Masuk!”
Tak lama pintu terbuka bersamaan dengan masuknya seorang pria berjas hitam yang lebih muda darinya. Pria itu Aksa, membawa bungkusan berisi makanan untuk atasannya.
“Tuan Mores, ini makan malam anda,” ucap Aksa sopan. Setelah meletakkan bungkusan itu, Aksa yang berniat keluar langsung menghentikan kegiatannya kala mendengar seruan Mores.
“Tunggu, Aksa!”
“Anda perlu sesuatu, Tuan?” tawar Aksa ramah.
“Bantu aku mencari tempat tinggal mantan istriku dan antarkan saya ke Indonesia minggu depan.”
Aksa membelalak kaget namun tak ayal juga mengangguk.
“Baik, Tuan!”
***