Sinar matahari memaksa masuk pada celah jendela kamar di sebuah ruangan. Suara isak tangis yang cukup keras membuat seseorang yang sampai detik ini masih memejamkan matanya terusik. Meskipun susah karena merasakan lengket pada matanya, orang tersebut tetap membukanya.
Saat matanya sudah terbuka sempurna, seseorang itu langsung menegakkan tubuhnya pada sandaran ranjang. Keningnya mengerut saat merasakan seluruh tubuhnya dingin padahal ada selimut yang membungkus. Menyadari kejanggalan, orang tersebut mengintip dengan membuka sedikit selimutnya dan ... matanya membola sempurna.
Tubuhnya telanjang hanya terbalut selimut dengan isakan dari sampingnya. Semakin terbuka lebarlah mata orang tersebut kala menyadari siapa orang yang ada di sampingnya.
“LO NGAPAIN DISINI?”
Teriakkan itu membuat seseorang yang terisak tadi menoleh. Matanya menatap penuh kekecewaan pada seseorang yang tadi berteriak.
“Kenapa? Kenapa kamu lakuin ini?” lirihnya pilu.
Seseorang yang diberi pertanyaan itu langsung memegang kepalanya seraya meringis karena pusing.
“Gue gak lakuin apapun sama lo!” tukas pemuda itu, Ralph. Dia tak begitu mengingat apa yang terjadi semalam hanya saja ia melihat gadisnya di sudut club malam. “Kenapa lo bisa disini?”
“Kamu bilang gak lakuin apapun?” ulang gadis itu, lebih tepatnya wanita.
Ralph mengangguk singkat.
Gadis itu menggeser posisi diiringi ringisan karena sakit di bagian bawahnya. “Kamu lihat, ini darah, dan kamu simpulkan sendiri!” Marah, siapa yang tak marah jika mahkotamu direnggut paksa?
“Gue gak merasa lakuin itu sama lo. Mending gue pulang sekarang karena pasti nyokap gue sama Classica cariin gue!” Ralph bangkit dari ranjang tanpa menoleh lagi, membuat wanita yang berada disana semakin histeris.
“CLEON ... KAMU HARUS TANGGUNG JAWAB!!!”
Bisa ditebak, siapa wanita itu?
Dia adalah Chloe, yang entah bagaimana ceritanya bisa disana karena dia tak mengingat apapun.
“Hiks ... Chloe udah hancur ...” Tangis Chloe sudah tak dapat ditahan lagi mengingat harta yang paling ia jaga telah direnggut.
***
Selama perjalanan menuju kontrakannya, Ralph tak henti menitihkan air mata mengingat jika dirinya sudah menghancurkan seorang gadis sekaligus menghancurkan perasaan gadisnya sendiri di kemudian hari. Entah apa yang akan terjadi kedepannya saat gadis yang paling ia cintai tau, jika dia sudah meniduri gadis lain.
“MAAFIN GUE CLASS!!!!”
Pengendara motor yang bersebelahan dengan motor Ralph langsung menoleh setelah mendengar teriakkan tersebut. Mereka menatap Ralph aneh seraya menggelengkan kepalanya. Ralph tak peduli, ia butuh pelampiasan untuk mengeluarkan segala yang membuat dadanya sesak.
Hancur? Sudah pasti.
Ralph bisa merasakan bagaimana hancurnya hati Ralin yang entah kapan akan mengetahui berita itu. Yang pasti, sepandai-pandainya Ralph menyembunyikan ini semua, pasti akan sampai pada telinga Ralin suatu saat nanti.
Tak lama motor klasik itu tiba di depan kontrakan. Dari luar Ralph bisa mendengar Mamanya berteriak panik karena saat ini sudah hampir siang hari.
“RALPH ... ASTAGA ... KAMU KEMANA AJA?” Andara berlari tergopoh-gopoh menghampiri Ralph yang terlihat kacau. “Kamu kenapa sampai kayak gini?” Yang dimaksud Andara itu, penampilan Ralph terlihat sangat kacau. Benar-benar seperti terserak putingg beliung.
“Ralph bikin Mama khawatir, ya? Maafin Ralph, Ma.” Maaf, kata itu yang bisa Ralph lontarkan saat ini. Dia tidak tau harus berkata apa lagi untuk sekarang karena otaknya benar-benar buntu.
“Cuma maaf? Astaga ...” Andara menatap putranya tak habis pikir. “Ayo masuk, kamu belum sarapan kan?” Wanita itu segera merangkul pinggang Ralph karena posisinya yang lebih mungil daripada sang anak.
Sepasang Ibu dan anak itu memasuki kontrakan dengan perasaan berbeda. Andara dengan perasaan yang lebih tenang, sementara Ralph dengan perasaan yang takut tak karuan.
“Kamu mandi dulu, biar Mama panasin opornya,” titah Andara melenggang menuju dapur. Ralph menatap punggung Mamanya sekilas kemudian menuju kamarnya untuk mengambil pakaian ganti.
Sekitar 15 menit, Andara menuju ruang bersantai dengan tema lesehan sembari membawa opor yang sudah ia panaskan sebelumnya. Tak lama Ralph juga menyusul dengan wajah yang lebih segar. Namun Andara tau jika ada yang anaknya sembunyikan saat ini.
“Wah ...” Mata Ralph berbinar saat melihat opor ayam beserta lontong sudah berjajar rapi di atas tikar. Segera saja pemuda itu mengambil piring dan meletakkan lontong dan opor di atasnya.
“Eum enak,” komentarnya setelah menelan satu suap makanan.
Andara terkikik melihat wajah anaknya yang merem melek setelah menelan masakannya. Dia bersyukur memiliki anak yang tidak pernah memilih ketika diberi sesuatu. Andara tiba-tiba teringat beberapa tahun lalu ...
“Mama ... Ralph laper,” ucap Ralph yang saat itu masih duduk di bangku SD.
Andara menghampiri anaknya dan berujar. “Mau makan apa sayang? Biar Mama belikan. Atau mau burger ayam di warung pojok?”
Di dekat kosnya memang ada penjual makanan untuk anak-anak seperti burger, kentang, sosis yang tentu saja harganya lumayan mahal. Andara yang bekerja sebagai buruh cuci di tetangga pasti akan menyisihkan sedikit untuk anaknya membeli jajan. Namun ...
“Ndak, Ralph cuma mau Mama masak nasi goreng aja,” tolak Ralph karena ia tau seberapa mahalnya jajanan di warung tersebut.
Tanpa sadar air matanya menetes kala mengingat masa sulit itu bersama Ralph. Anaknya tak pernah meminta macam-macam dan bersedia memakan apapun yang ia beri.
“Makan yang banyak, ya ...”
Ralph yang tadinya akan kembali menyendok opor, langsung terhenti kala mendengar suara serak Mamanya. Di tatapnya wajah cantik yang tak lagi muda itu.
“Mama kenapa nangis?” tanya Ralph lembut.
Senyum kecil terbit di bibir Andara, “Mama cuma inget saat kamu masih kecil dulu. Betapa beruntungnya Mama punya anak kayak kamu yang nurut dan gak pernah minta apapun, meskipun Mama udah nawarin. Gak pilih-pilih juga kalau pengen Makan ...”
Ralph tertegun dengan jawaban Mamanya. Apakah Mamanya akan bersikap seperti ini disaat tau, jika dirinya sudah merenggut kesucian seorang gadis?
***
Berjalan seorang diri di tengah teriknya panas matahari, Chloe menangis dengan isakan tertahan karena tak ingin menjadi pusat perhatian orang lain. Gadis yang kini sudah menjadi wanita itu sesekali mengusap air matanya yang masih saja menetes tanpa henti.
“Salah Chloe apa ...”
Bibir mungilnya sedari tadi masih saja meracau kepada Tuhan, tentang apa kesalahannya hingga harus mendapatkan cobaan seperti ini. Berangkat dalam keadaan bahagia, pulang dalam keadaan hancur.
Sejak tadi para pengendara yang berlalu lalang memperhatikan setiap langkahnya dengan pandangan prihatin. Bagaimana tidak prihatin jika keadaannya saat ini sudah seperti gembell?
“Chloe!”
Panggilan seseorang tak membuat langkahnya terhenti. Bahkan kaki mungilnya semakin cepat melangkah karena takut jika orang yang memanggilnya itu akan bertanya macam-macam. Chloe tak mau reputasi Ralph hancur, cukup dia saja. Jangan orang yang ia cintai.
Iya, seperti dijelaskan di atas bahwa Chloe memendam rasa untuk Ralph sejak awal pertemuan keduanya sebagai waitress. Namun sayangnya, Ralph hanya menjatuhkan hatinya untuk Ralin. Jika dibandingkan dengan Ralin, Chloe merasa seperti debu yang hanya akan bersifat parasit.
“Tunggu, Chloe. Lo darimana? Kok jalan siang-siang gini?” desak orang itu yang tak lain adalah Zigo. Hari ini ia memang tak bersekolah karena ada keperluan dengan orang tuanya. Pemuda itu cukup kaget mengetahui gadis yang menjadi teman sekelasnya itu ternyata juga tak masuk sekolah.
“Aku –aku –aku dari rumah Tante,” alibi Chloe meskipun suaranya bergetar.
Jawaban itu tentu saja tak membuat Zigo puas. Justru dia semakin mendesak supaya Chloe berkata jujur dan menjelaskan semuanya.
“Bohong!” tukas Zigo.
“Aku nggak bohong! Aku ada acara!” jeritnya kemudian berlari meninggalkan Zigo yang terpaku menatap punggung bergetar itu.
“Ada apa sebenernya?”
***