47. Jebakan Pembawa Petaka

1414 Words
Mobil berwarna hitam itu tiba di istana Millano pada siang hari. Sebelum turun, Ralph menyempatkan diri untuk membangunkan gadisnya karena dia juga diburu waktu oleh Mamanya yang ternyata sudah mengirim pesan beruntun. “Class,” panggil Ralph. Tangannya mengguncangkan badan Ralin yang masih tak mau bergerak. “Ayo bangun, udah sampe.” Samar-samar telinga gadis itu mendengar seruan yang membuatnya segera membuka mata perlahan. Keningnya mengerut saat mendapati Ralph tengah melambaikan tangan di depan wajahnya. “Udah sampe?” Sebagai jawaban Ralph hanya mengangguk. Setelah matanya bisa terbuka lebar, Ralin langsung mengulet dengan aesthetic hingga terdengar suara tulang yang mencoba relax. “Lo langsung pulang apa gimana?” tanya Ralin pasalnya Ralph sudah ikut dengannya selama empat hari. “Gue pulang, ya? Nyokap udah nelfon soalnya,” ucap Ralph sedikit sungkan. Ralin mengangguki ucapan Ralph karena tak mau mengekang pacarnya itu. “Hati-hati.” Sesudah mendapatkan izin, Ralph segera membawa barang sekaligus oleh-oleh yang sempat dibeli sebelum turun dari puncak. Cukup menyusahkan karena Ralin memberikan oleh-oleh terlalu banyak untuknya. Tin! Ralph membunyikan klakson motornya setelah segala barangnya sudah tertata rapi di motor. Sementara Ralin langsung melambaikan tangan dan melangkah masuk karena gadis itu terlihat sangat kelelahan. Kenapa hati gue gak enak banget, ya? Semoga gak ada apa-apa. Sepanjang perjalanan, Ralph terus saja bergumam sembari berdoa karena hatinya sangat tidak tenang saat ini. Hingga tanpa sadar bahwa motornya sudah tiba di depan kontrakan. Mata pemuda itu menemukan sang Mama yang sedang menyapu dedaunan. Andara sepertinya menyadari setelah mendengar suara motor. Wanita itu berbalik dan menemukan anak sulungnya pulang membawa tas besar. “Astaga ...” Kedua tangannya berkacak pada pinggang saat melihat anaknya justru menyengir. “Bagus banget gak hubungi Mama!” “Gak ada sjnyal, Ma, kan di puncak,” jujur Ralph menghampiri Mamanya dengan barang bawaan yang sangat banyak. “Kamu kayak mau pindahan, Ralph,” komentar Andara geleng-geleng. “Doi yang belikan, Ma ... Katanya jarang-jarang shooting di puncak,” jelas Ralph. Dahi Andara mengenyit. Selama ini dia tidak tau dengan gadis yang berhubungan dengan putranya dan sekarang pemuda itu berkata 'shooting'? “Pacar kamu artis? Atau kamu lagi coba-coba bohongi Mama?” tuding Andara tajam. Ralph cengar-cengir menjawab pertanyaan Mamanya. Melihat wajah Andara, rasa lelah Ralph seketika sirna. “Siapa pacar kamu? Masa ada artis yang mau sama kamu Ralph? Kan kamu gak ganteng.” Pemuda itu mengelus dadanya sabar karena hinaan sang Mama meskipun itu hanya gurauan saja. “Dia C—” “KAKAK LALPH PULANG YEY!!!” Ucapan Ralph terpotong kala mendengar teriakkan Sela yang mungkin akan membuat tetangga sebelah menggerutu di rumahnya. Andara segera menghampiri sang putri dan meminta untuk tidak berteriak. “Jangan teriak, Sela, nanti tetangga pada marah,” terang Andara lembut. Sela membekap mulutnya karena sadar jika membuat kesalahan. Matanya melirik banyaknya tas yang dibawa oleh Ralph. Gadis kecil itu berpikir jika isinya oleh-oleh. “Kakak, itu oleh-oleh untuk Sela, kan? Banyak banget!” Wajah bahagia itu tak bisa Sela sembunyikan kala melihat Kakaknya mengangguk. Tangannya menjulur supaya segera digendong. “Iya, dong, itu untuk Adiknya Kakak yang paling cantik,” ujar Ralph sembari menggendong Sela. “Udah yuk masuk, gak enak di lihat tetangga,” ajak Andara membantu membawakan barang anaknya masuk. Wanita itu cukup heran dengan banyaknya oleh-oleh yang dibawa Ralph. Pantas saja hidup anaknya semakin makmur, ternyata pacarnya artis. Semoga saja gadis itu tak hanya memanfaatkan Ralph saja, namun hatinya murni untuk sang putra. *** Ruangan dengan penerangan minim itu kini terisi dua orang pemuda yang berdiri saling membelakangi. Salah satunya bersidekap dadaa, sedangkan yang satu berdiri tegak dengan pandangan lurus. “Samuel.” Mendengar panggilan dari sang Alpha, Samuel sebagai Beta hanya bisa berdoa kepada Moongoddes supaya selalu memberikan keberuntungan padanya. “Ya, Alpha?” sahut Samuel. “Sejauh mana, rencana itu?” tanya Januar datar. Tak ada wajah lembut dan polos seperti saat di sekolah. Hanya aura kepemimpinan yang saat ini menguar dari wajahnya. Samuel yang diberikan pertanyaan langsung menatap langit-langit Castil milik keluarga Luminghal. Pemuda itu berusaha mengumpulkan kalimat yang pantas dilontarkan ketika menjawab pertanyaan dari sang Alpha. “Januar.” Baru saja Samuel akan menjawab, sebuah suara lain menginterupsi. Tak hanya sang pemilik nama, Samuel bahkan menoleh sebagai bentuk kesopanan terhadap seseorang itu. Januar menghampiri seseorang yang baru saja memanggilnya. Tangannya terulur mengusak rambut Ash blonde gadis di depannya. “Ada apa, El? Kau membutuhkan sesuatu?” tanya Januar setelah berhadapan dengan gadis tadi. “Tidak, aku hanya ingin bertanya perihal rencana. Sudah sejauh mana?” tanya El dengan pandangan lurus. Januar memberi kode kepada Samuel untuk menjelaskan karena memang terakhir kali tadi, seharusnya Samuel yang berbicara. Segera saja Samuel bergabung dengan dua orang tersebut. “Begini, setelah saya menyelidiki ... mereka tengah menyusun rencana untuk nanti malam,” jelas Samuel. Januar dan El langsung menatap Samuel bingung. Iya bingung karena penjelasannya tidak lengkap. “Apakah kau tidak bisa menjelaskan secara detail?” ujar Januar dingin. Aura yang semakin dingin itu membuat Samuel tanpa sadar gemetaran. Samuel mendekati Alpha-nya dan membisikkan sesuatu kepada Januar beserta El. “Kita harus lebih cepat daripada mereka!” Kedua tangan Januar mengepal karena khawatir jika rencananya akan gagal begitu saja. Para b*****h itu seharusnya ia lenyapkan saja dari bumi. *** Ting! Suara pesan masuk pada ponselnya, membuat Ralph mau tak mau meletakkan buku yang sedang dia baca. Keningnya mengerut saat mendapati nomor asing dengan ikon 'Mengirim foto'. Karena penasaran, Ralph akhirnya membuka pesan tersebut dengan segera. Tak berselang lama matanya membulat sempurna saat nomor tersebut mengirim gambar dimana gadisnya sedang berada di sebuah club malam. Dengan rahang yang mengeras, Ralph bangkit mengambil kunci motornya. “RALPH ... KAMU MAU KEMANA NAK??” teriak Andara saat Ralph melewatinya begitu saja. “NANTI RALPH KEMBALI!” Percayalah, teriakkan itu terlontar dengan suara yang gemetar. Sepanjang perjalanan, fokus Ralph hanya memikirkan kemungkinan negatif yang akan terjadi dengan gadisnya jika ia terlambat. Maka dari itu, Ralph mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi hingga 10 menit kemudian motor tersebut tiba di sebuah tempat yang menurutnya menjijikkan. “Eh, tunjukkan identitas,” kata seorang pria berbadan besar dengan tangan menodong. Beruntung Ralph tak lupa membawa dompet karena barang itu memang selalu ia tinggal di jog motor. Pria tadi mengecek KTP Ralph dan menyerahkannya kembali dengan wajah yang masih penuh kecurigaan. “Jangan macem-macem di dalem,” pesan pria itu yang diangguki Ralph. Dengan langkah lebarnya, Ralph memasuki club tersebut. Sesekali ia terbatuk saat asap rokok mulai memasuki penciumannya. “Kenapa bisa Classica sampe sini,” gumam Ralph pelan dengan mata yang menjelajah hingga berhenti di satu titik. “Classica ...” Matanya yang sedikit mengabur menganggap jika di sudut tersebut adalah Ralin. Bugh! Belum sempat jauh kakinya melangkah, tiba-tiba saja Ralph merasakan pandangannya berputar karena pukulan yang langsung mendarat pada tengkuknya. Setelah itu,  Ralph tidak bisa merasakan apapun lagi. Sementara itu, seseorang yang tadi menatap dari kejauhan langsung berlari dengan raut bahagia. Dress nya yang berukuran pas tak menghambat pergerakannya untuk mendekati target. “Masukkan ke kamar yang udah gue siapin,” titah gadis tersebut sembari menyunggingkan seringai lebar. Pria yang diperintahkan itu langsung mengangguk dan membawa tubuh Ralph dengan enteng menuju tempat dimana ada seseorang yang sudah menantikan. Tok! Cukup satu kali ketukan, salah satu pintu ruang VIP disana terbuka lebar menampilkan seorang gadis remaja yang sudah memiliki KTP dengan kimono melekat di tubuh indahnya. “Baringkan,” titah gadis itu sedikit menyingkir supaya sang target bisa segera diletakkan. Pria tadi langsung membawa Ralph masuk dan membaringkannya di ranjang berukuran jumbo. “Bayaran lo udah di transfer sama temen gue,” ucap gadis itu sebelum pria tadi berlalu. “Oke, gue duluan.” pamit pria tadi membuat gadis yang memakai kimono itu segera mengunci pintu. Setelah pintu terkunci, gadis tadi langsung berjalan bak model mendekati Ralph yang sudah tak sadarkan diri. “Ganteng banget sih ...” ucap gadis itu sembari mengelus wajah Ralph yang tak sadarkan diri. Tangannya membuka pakaian Ralph dengan santai tanpa harus takut jika pemuda itu akan terbangun karena saat dimana Ralph dipukul, orang suruhannya tadi sudah menyuntikkan sesuatu agar Ralph tetap tertidur. Setelahnya gadis itu membuka kimono nya sendiri hingga keduanya sama-sama tak memakai pakaian apapun. “Lo yakin, bakal terus sama Ralin, hm?” Gadis itu membelai dadaa Ralph dengan gerakan lembut sembari cekikikan. Dengan sedikit susah payah, tangan gadis itu mengubah posisi seolah Ralph sedang mengeksekusi dirinya. CCTV yang berada di ruangan ini semuanya sudah tersambung dengan monitor di lain tempat. Tentu saja gambar yang meliput segala kejadian hari ini, akan menjadi Boomerang bagi hubungan Ralph serta Ralin. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD