Papa ...
Jangan benci aku, ya?
PAPA!!!
Deru nafas tak beraturan dari seorang pemuda yang saat ini terbangun dari tidurnya, membuat Andara dilanda kepanikan. Wanita yang tadinya berniat membangunkan sang putra langsung teralih karena melihat wajah pucat itu.
“Ralph? Ada apa?” cerca Andara khawatir.
Ralph yang belum sepenuhnya terbangun hanya menatap kosong ke depan. Hingga tepukan pada bahunya, membuat Ralph akhirnya tersadar dengan keberadaan Andara.
“Mama?”
“Iya ini Mama. Kamu kenapa kok kayak ketakutan?” Andara bertanya lagi karena yang tadi belum sempat dijawab.
“Nghh nggak kok, Ma. Aku tadi mimpi di kejar hantu,” bohong Ralph. Tak mungkin ia menjelaskan jika dikejar anak laki-laki yang mirip dengannya sewaktu kecil. Bisa terbongkar semuanya jika ia menjelaskan hal tersebut.
Andara percaya saja dengan jawaban anaknya. Wanita itu mengangguk dan bangkit dari duduknya. “Ya udah kamu mandi, gih. Mama mau bangunin Sela dulu.” Setelah Andara melenggang dari kamarnya, Ralph langsung mengusap kasar wajahnya yang seperti kebanyakan beban.
“Siapa yang ada di mimpi gue?” Sejak kejadian dimana Ralph dan Chloe melakukan hubungan di luar batas, pemuda itu sering bermimpi hal yang menjurus ke arah negatif. Seperti yang terjadi tadi, tiba-tiba saja Ralph memimpikan sosok anak kecil yang memanggilnya 'Papa'. Tak mau menambah beban pikiran, Ralph langsung bangkit menuju kamar mandi supaya tidak terlambat ke sekolah.
***
Ponsel di tangannya masih saja dibolak-balik berharap ada nada pesan masuk khusus dari seseorang yang sedang ditunggu.
Tin!
Ralin, gadis itu bangkit dari duduknya dengan membawa tas yang sudah tersampir di punggung dan berlari keluar karena ia berpikir jika klakson tersebut berasal dari pacarnya. Namun ketika kakinya baru saja menapak di depan gerbang, pandangannya meredup saat mendapati Alvero berada lurus di hadapannya.
“Ada apa?” tanya Ralin datar. Dia tidak marah, hanya saja dia sedang menunggu kalimat permintaan maaf dari Alvero tentang kejadian tersebut.
“Maaf ...” Kalimat itu meluncur dengan mudahnya dari bibir Alvero. Ralin sempat menatap tak percaya namun pada akhirnya mengangguk.
“Gue cuma nunggu ucapan itu, tapi bukan untuk diri gue sendiri karena yang lo pukul itu Ralph,” ucap Ralin mengingatkan.
Alvero mengangguk seraya tersenyum tipis.
“Ayo gue anter ke sekolah,” ajak Alvero bersiap memakai helmnya sebelum ucapan Ralin menghentikan pergerakannya.
“Gue nunggu Ralph.”
“Nunggu?” tanya Alvero melirik jam pada pergelangan tangannya yang saat ini menunjukkan pukul 7. “Ini udah jam 7, yakin mau nunggu?”
Mata Ralin membulat kemudian mengecek ponselnya dengan seksama. Benar, sekarang sudah pukul 7 dan dia belum di jemput?
“Oke, gue bareng sama lo,” pasrah Ralin sembari menerka apa yang terjadi hingga Ralph tak menjemputnya tanpa kabar.
***
Ralph turun dari motor klasik pemberian dari calon mertua, eh? Apa dia pantas menyebut Mores sebagai calon mertuanya setelah apa yang ia perbuat? Baru diberi kesempatan, sudah kembali berulah meskipun ini bukan keinginannya. Pemuda itu bahkan melupakan untuk menjemput Ralin karena pikirannya yang terlalu kalut.
“Ralph!” Dari arah belakang, Zigo berlari tergesa-gesa seolah ingin menyampaikan sesuatu. Dengan sabar Ralph menunggu sahabatnya itu tiba. “Gue ada info penting!” Jelasnya saat sudah berada di hadapan Ralph.
“Apa?”
“Kemarin gue ketemu Chloe di jalan, keadaannya kacau banget!”
Deg!
Jantung Ralph rasanya mencelos mendengar ucapan Zigo. Ralph takut jika Chloe menceritakan apa yang terjadi diantara mereka kemarin dan semuanya menjadi kacau.
“Kacau gimana?” pancing Ralph yang ingin tau tentang kejadian kemarin.
“Gak tau juga sih.” Kedua bahu Zigo terangkat, “Dia bilang ada acara sama Tantenya. Cuma ya lo tau sendiri gue orangnya gak akan percaya apalagi setelah lihat keadaannya kayak gitu.”
“Oh ... Ya udah lah biarin aja dia kan juga punya urusan,” tutur Ralph mengalihkan pembicaraan supaya tak merembet kemana-mana.
“Tap –lah itu Chloe!” Ucapan Zigo yang akan membantah langsung tergantikan dengan raut sumringah kala melihat wanita yang sedang menjadi bahan obrolan Zigo tiba di sekolah. “CHLOE!!”
Bisa Ralph lihat jika wanita itu menoleh kearah sumber suara. Saat matanya bersitatap dengan Ralph, Chloe langsung membuang muka dan berlari menghindar. Tentu saja itu menjadi tanda tanya bagi Zigo yang memang sedari awal sudah penasaran.
“Dia kenapa sih? Kok kayak lihat setann,” desah Zigo kecewa.
Ralph tak mau menjawab pertanyaan tersebut dan melenggang pergi dari hadapan Zigo. Saat menyadari jika Ralph tak ada di sebelahnya, Zigo langsung berdecak dan pergi ke kelasnya.
Sedangkan di kelas, Ralph memperhatikan Chloe yang hanya diam dengan buku bacaannya. Wanita itu bahkan tak mau melirik sedikitpun ke arahnya padahal sebenarnya dia tau jika ada yang memperhatikannya.
“Gila, lo ninggalin gue di luar anjir!”
Mata Ralph memutar jengah melihat tingkah berlebihan sahabatnya. Atensinya kembali menatap Chloe yang masih saja cuek tak mau menatapnya. Zigo yang menyadari satu hal langsung tersenyum menggoda.
“Oh ... Lo pengen lihatin Chloe?”
Merasa namanya disebut, Chloe langsung menoleh dan matanya kembali bersitatap dengan Ralph. Wanita itu segera menunduk karena takut dengan cara pandang Ralph yang berbeda dari biasanya. Sejak kejadian malam itu, Chloe benar-benar memutuskan untuk tidak mengganggu Ralph lagi.
“Siapa yang lihatin?” geram Ralph.
Para murid di kelas itu langsung berbisik karena singgungan yang diselorohkan oleh Zigo. Ada yang mendukung karena sama-sama besalus, ada juga yang mengejek karena dianggap couple kalangan bawah.
Cocok sih keduanya besalus
Iya sama-sama anak bea kan
Mending sama Chloe aja lah, Ralin buat gue
Ucapan terakhir itu membuat Ralph tersentak. Tanpa menunggu lama, pemuda itu berlari keluar karena mengingat ada gadis yang harus ia jaga. Untuk saat ini, ia merasa hanya berhak menganggap Ralin adalah atasannya. Sedangkan di kelas, Chloe menatap buku pelajarannya dengan senyuman miris dan air mata yang menetes. Langkahnya untuk menjauhi Ralph sudah benar karena ia tak mungkin menghancurkan hati gadis yang menurutnya sangat baik hati itu meskipun tingkahnya menjengkelkan.
***
“Classica mana?”
Seluruh murid IPA 4 menoleh saat mendapati Ralph berdiri di ambang pintu. Mereka tak terbiasa menyebut Ralin dengan panggilan Classica, maka dari itu mereka hanya diam saja tanpa menjawab.
“Lo cari Ralin? Dia ke kantin tadi,” sahut Angga, salah satu murid di kelas tersebut.
“Oh thanks kalau gitu. Permisi.” Ralph kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat yang sudah di beritahukan sebelumnya.
Saat di pertengahan jalan, Ralph menangkap Chloe yang berjalan menuju taman belakang. Niatnya untuk menghampiri Ralin musnah begitu saja karena ia ingin menegaskan sesuatu kepada Chloe.
“Chloe.” Bisa Ralph lihat jika Chloe terkejut mendengar suaranya. Tanpa menunggu balasan, Ralph mengambil tempat di sebelah Chloe.
“Ke-kenapa?”
“Gue ... Gue mau tanggung jawab sama lo.”
Chloe menatap Ralph dengan mata yang membulat penuh. Apa dirinya tidak salah dengar?
“Apa maksud kamu? Kamu mau menghianati Ralin? Dia sudah bergantung sama kamu, Cleon,” heran Chloe.
Ralph mengacak rambutnya frustasi. Hanya ingin bertanggung jawab, namun kenapa rumit sekali.
“Jadi, apa lo mau terima pertanggung jawaban dari gue?” tanya Ralph sekali lagi.
Gelengan tegas Chloe lakukan sebagai jawaban.
“Maaf, aku tidak mau kamu dan Ralin berpisah.”
***