Bagian 26 - Matton dan Porus

1079 Words
Matton menemui Aporia. Ia ingin memastikan bahwa ia telah memanggil kelima murid Erebus. Ia ingin melihat sebaik apa murid-murid yang direkomendasikannya sampai-sampai ia merekomendasikan lima orang. Aporia sedang berada di arena penguji. Ia sedang menyiapkan arena untuk pertandingan yang akan dinilai oleh Matton. Porus tahu keberadaan Matton. Porus adalah salah satu juri yang baru saja rapat dengannya. Ia mengikutinya dan menyamperinya.  Matton sedang menunggu Aporia menyelesaikan arena, setelah itu ia akan menyuruhnya lagi.  “Kau disini?” Tanya Matton. “Apa yang kau lakukan di arena ini?” Tanya Porus. “Aku akan menguji murid yang dikirimkan Erebus. Ia kali ini mengirimkan lima muridnya. Jika aku ketemu padanya, aku akan memarahinya!” Ucap Matton kesal. “Kau ingin melihat murid-murid itu dan menilainya sendiri?” Tanya Porus heran. “Ya, benar!” “Mengapa kau tidak percaya kepada juri-juri di bawahmu?” Tanya Porus. “Aku?” “Mereka semua marah padamu, karena kau selalu bekerja sendiri. Kita adalah rekan. Tidak ada anggapan kau harus lebih banyak bekerja dibanding yang lain. Semua harus bekerja sama!”  Matton terpancing untuk marah. “Kau tidak lihat di rapat tadi? Apa mereka menghargaiku sebagai kepala dari para juri? Mengapa harus melibatkanku? Mereka yang selalu melakukan hal itu sehingga para juri administrasi menjadi seperti itu! Mengapa mereka membuat seolah-olah aku yang bersalah? Kau tidak dengar tadi? Poine berani mengancamku dengan mengatakan bahwa mahkota duri ku bisa diturunkannya! Apakah ini semua terlihat benar?” Kata Matton dengan wajah kesal. Porus melihatnya. Ia tidak ingin berkata kasar dengan Matton. Ia tidak ingin melihat nya lebih menderita lagi.  “Aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya ingin kau mau bekerja sama dengan yang lain. Jika tidak, sikapmu akan seperti ini terus. Libatkan saja mereka, dan percaya saja mereka bisa melakukan perintahmu dengan baik. Mereka berpengalaman, dan pasti memikirkan kepentingan surga juga!” Kata Porus memberikan nasihat. “Kita lahir di generasi yang sama! Jangan memperlihatkan seolah-olah kau lebih tua dariku!”  “Aku tidak begitu! Aku hanya ingin kau seperti dulu. Lebih ceria, tidak berprasangka, lebih banyak teman, dan lebih bijaksana.”  “Aku tidak pernah mendapat titik temu jika berbicara padamu! Lebih baik kau mengurus teman-temanmu yang di rapat tadi saja. Mereka hanya ingin mengoreksi cara kerja ku dan membuatku lebih tertekan. Sekarang kau pun membuatku begitu!” “Tidak.. tidak.. kau salah sangka! Bagaimana jika aku membantumu melihat murid-murid Erebus?” “Terserahmu saja, jika kau tidak memiliki kerja lagi!”  “Tidak masalah, aku tidak masalah…”  Aporia telah menyiapkan arena. Ia pergi melihat Matton. Ia berkata bahwa arena sudah siap, dan ia akan pergi melihat apakah kelima murid itu sudah datang.  Matton memanggil Aporia yang berlari sedikit jauh. Ia berpesan, “Jika Erebus ada di ruangan pelatihannya, panggil dia kesini juga! Aku ingin meminta pertanggungjawabannya atas banyaknya nama murid yang diberikannya padaku!”  Aporia pun pergi dan memanggil kelima murid Erebus. Ia sudah memberitahu Erebus bahwa Matton ingin menemuinya. Tapi, Erebus mencari-cari alasan dan mengatakan bahwa ia tidak mau pergi karena banyaknya pekerjaannya.  Kirk, Muses, Paeon, Motton, dan Panakea datang dibelakang Aporia. Ia melihat Matton menunggu dengan sabar. Matton menatap kelima murid itu sambil menyilangkan tangannya. Wajahnya sangat seram. Ia sengaja melakukannya. Tapi, kelima murid itu tidak takut sama sekali. Tak ada satupun yang menghindar dari tatapan Matton.  Matton mengangguk dan merapatkan bibirnya. Dalam hati ia berkata, ‘Ternyata murid-murid ini tidak kenal takut. Cukup menjanjikan!’ Ia tampak senang melihat perawakan dari kelima murid tersebut.  “Silahkan perkenalkan siapa kalian!” Ucap Matton.  Mereka pun mengenalkan diri satu-satu, menyebutkan nama mereka dan nama guru yang mengajar mereka. Suara mereka begitu besar dan lantang. Tak ada kekurangan dari tubuh mereka. Mata Matton bersinar seperti sedang melihat permata yang indah. “Mereka memang bibit unggul!” Ucap Matton.  Mereka yang berbaris tersebut disuruh bersiap-siap. Mereka disuruh untuk pemanasan dulu, lalu mereka akan diuji oleh Matton sendiri. Mereka menuju arena dan menunggu aba-aba dari Matton. Matton tertawa. “Memang pilihan Erebus tidak pernah salah. Mereka memang memiliki bakat yang sempurna!” Kata Matton. “Aku juga bisa menilai dari cara mereka berbicara dan bentuk badannya!” Kata Porus. Matton melihat Aporia. “Erebus pasti tidak mau kemari sebelum aku melihat murid-muridnya. Tapi, setelah aku melihat kekuatan mereka, baru ia akan muncul! Taktik lama!” Ucap Matton. “Benar tuan, ia memang tidak mau kemari tadi!” Tanggapan Aporia. Porus melihat Matton. “Aporia sesama juri. Tapi, ia memperlakukanmu seperti seorang tuan dan dia budakmu. Itu tidak baik. Meski dia baru saja menjadi juri, bukan berarti dia menjadi pelayanmu!” Kata Porus yang sudah memastikan bahwa apa yang dilihatnya memang seperti b***k dan majikan. Awalnya, saat Aporia disuruh memanggil Erebus dan murid-muridnya, Porus tidak terlalu menanggapinya. Tapi, saat melihat tatapan Aporia yang memang takut pada Matton, ia yakin dengan kesimpulannya. Matton tidak bisa berkata-kata lagi. Ia tidak ingin menanggapi Porus. “Kau membuatnya merasa terhina!” Kata Porus lagi yang masih tak puas mengeluarkan isi hatinya. Matton berbisik pelan. “Bisakah kita tidak membicarakan itu disini? Aku tidak pernah memperlakukannya seperti b***k. Tapi, hanya dia yang selalu ada di sampingku!” Porus melihat Aporia. “Apa kau menganggap dia sebagai tuanmu?” Aporia dengan lantang menjawab, “Ya tuan!” “Kau sekretarisnya bukan budaknya. Jangan panggil kami dengan sebutan ‘Tuan’! Kau bukan b***k kami. Kita sama!” Kata Porus sangat marah. “Tapi, saya juri yang baru!” “Kalau begitu, sekarang kau juga harus ikut dalam penilaian murid Erebus ini! Mengapa kau berdiri jauh dari kami?” Kata Porus menyuruhnya untuk duduk di tengah mereka berdua.  Matton diam saja. Ia memijat kepalanya. Ia tidak ingin Aporia salah paham dengannya selama ini karena selalu membentaknya.  “Kau punya wewenang. Jika perbuatannya ini diketahui, dia juga akan terkena masalah!” Kata Porus lagi yang tak berhenti mengoceh. “Aku tidak bermaksud memperlakukannya seperti itu!” Kata Matton kepada Porus. Ia melihat ke arah Aporia yang duduk di tengah mereka.  “Aku tidak masalah dengan perlakukan itu. Aku tahu tuan, eh.. maksudku Matton membutuhkan bantuanku karena ia tidak ada teman!” Kata Aporia.  Mendengar alasan itu Matton merasa malu dan menutup wajahnya dengan tangan. Ia merasa kehilangan kekuasaannya sebagai juri penguji s*****a karena semua bawahannya tidak bisa diaturnya. Matton mulai mengembalikan moodnya lagi. Ia melihat mereka dan berkata, “Mereka sudah siap untuk bertarung. Sebaiknya kita melihat mereka dulu!”  Porus setuju dengan usulan Matton. Kemudian, Matton menanyakan kesiapan lima murid itu. Mereka sudah merasa siap untuk melakukan pertandingan. Mereka mulai diberi peraturan oleh Matton dalam memilih s*****a. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD