Bagian 55 - Eidothea si Peramal

1133 Words
Suatu hari surga bagian ketiga memiliki keajaiban. Sebuah keajaiban yang muncul dari wilayah tersebut. Tak ada yang menyadari hal tersebut kecuali seseorang yang bersangkutan memberitahukan rahasianya. Eidothea adalah seorang wanita yang lahir dari dua buah Cupuacu yang membusuk tetapi tidak jatuh ke tanah. Ia terlahir menjadi wanita cantik jauh sebelum penghuni surga semakin banyak. Ia keluar dari hutan dalam keadaan t*******g tanpa sehelai pun di tubuhnya. Ia berjalan keluar hingga seorang pria melihatnya. Pria tersebut bernama Attis. Ia bukanlah pria lajang. Ia memiliki istri bernama Kibele. Ia melihat ke kanan dan kirinya untuk memastikan apakah istrinya melihatnya atau tidak. Ia merasa situasinya aman. Attis seorang yang ahli dalam bidang tumbuhan di hutan. Ia mengetahui semua jenis tumbuhan di surga bagian ke tiga. Ia juga seorang yang mengurus hutan tersebut. Saat mengetahui Eidothea tidak mengenakan baju, ia langsung membawanya masuk ke hutan lalu membuatkan sebuah baju dari daun monster. Daun tersebut dinamakan daun monster karena daunnya yang sangat besar dan juga kuat. Ia mengambil dua daun monster lalu menjadikannya penutup tubuh Eidothea. Untuk mencabut daun monster, ia memerlukan banyak waktu, hingga akhirnya ia jatuh cinta kepada Eidothea. Ia terlalu sering melihat Eidothea hingga menimbulkan rasa cinta. Ia menjahit sedikit demi sedikit daun tersebut dan mengukur tubuh Eidothea agar cocok dikenakan. Ia menyiapkan baju yang sangat indah hingga Eidothea sangat menyukai baju itu.  “Namaku Attis. Aku adalah pengurus hutan ini. Kau tidak boleh keluar dari hutan. Kau harus tetap disini agar aman. Aku akan selalu datang untuk menemuimu disini. Aku akan buatkan baju untukmu dan yang pasti lebih cantik lagi. Siapa namamu?” Tanya Attis setelah selesai memakaikan baju untuknya. “Eidothea! Aku terlahir dari dua buah cupuacu yang busuk yang lengket di pohonnya.” Jelasnya. Attis terkejut. Ia merupakan wanita perawan atau biasa disebut penghuni surga awal. Maksudnya adalah sebuah penghuni surga yang muncul bukan dari keturunan. Ia muncul dari keajaiban surga tanpa pernah merasa menjadi seorang bayi kecil. Attis bisa tahu bahwa ini adalah kesempatannya untuk mendapat wanita lain untuk dirinya yang masih suci.  “Aku akan datang menjumpaimu selalu di hutan ini. Jadi jangan pernah sekali-kali keluar dari hutan. Itu akan berbahaya!” Kata Attis kepadanya. Tiba-tiba Eidothea berbicara hal yang tidak masuk akal. Matanya terang tanpa pupil. Attis melihat hal tersebut dan kaget. Ia berkata, “Anakmu akan menjadi musuhmu. Wanitamu akan menjadi teman anakmu. Istrimu akan menjadi kebodohanmu!” “Apa maksudmu? Kau seorang peramal?” “Maaf, apakah aku berbicara hal yang tidak masuk akal?” Tanya Eidothea. “T-tidak..tidak.. aku akan pergi.” Kata Attis lalu ia pergi meninggalkannya. Eidothea melihat baju yang dibuat oleh Attis. Ia berputar-putar memainkan bajunya yang indah. Ia cukup keras berputar-putar dan bahkan sampai terjatuh, tapi baju itu tak juga rusak. Ia menyukai warna hijau dari baju tersebut.  Ia mengelilingi hutan. Ia berjalan kesana kemari dan mencoba berbagai buah enak disana. Ia kadang berbicara sendiri dengan pohon tersebut. Ia memegang batang pohon yang besar lalu berbicara kepada batang pohon itu. “Tak lama lagi kau akan mati!” Ia pergi ke pohon kecil yang setinggi lututnya. Ia memegang daunnya. Ia berbicara sambil memegang itu. “Kau akan menghasilkan buah yang banyak, dan kau akan berikan kepadaku!” Katanya lagi. Lalu ia pergi dan berjalan melompat-lompat karena senang. Ia menikmati kondisi hutan hingga menjadi gelap. Saat gelap datang, ia akan naik ke atas pohon yang cukup tinggi, dengan batang yang besar. Ia akan beristirahat disana. Ia menikmati malam yang indah meski langit masih kosong tanpa ada apapun disana. Yang tersisa hanyalah kegelapan.  Attis datang lagi. Kali ini ia memberitahu Eidothea apa-apa saja buah yang bisa dimakan. Ia sangat senang melihat Eidothea yang selalu tersenyum untuknya tanpa ada rasa curiga. Eidothea memegang tangan Attis. Ia memegangnya bukan karena nafsu, melainkan karena tubuhnya yang bisa membaca masa depan. “Kau menyukaiku akhirnya!” Kata Eidothea. Attis tersipu malu. “Bagaimana kau tahu? Bukan akhir, tapi awal. Dari awal aku sudah menyukaimu!” Kata Attis.  Eidothea kembali ke semula. Matanya kembali seperti biasa. Tidak seperti mata saat ia membaca ramalan, yang menjadi putih tanpa pupil. “Apa yang kau katakan?” Tanya Eidothea. “T-tidak… tidak ada!” Ucap Attis. Saat meramal, lagi-lagi Eidothea tidak tahu apa yang dikatakannya. Itu hanya keluar begitu saja tanpa disadarinya. Attis sudah menyelesaikan tugasnya di hutan. ia sudah mengecek seluruh hutan dan tidak ada yang perlu bantuannya. Hutan tampak sehat dalam menghasilkan buah. Attis sangat berpengaruh dalam pertumbuhan buah-buahan yang enak disana. Attis pun pergi dan berjanji akan kembali, meski tidak tahu kapan.  Eidothea kembali sendiri. Beberapa waktu kemudian saat ia berada di antara semak-semak buah blueberry, ia mendengar suara langkah kaki. Ia berpikir bahwa itu adalah Attis. Ia mengikuti suara dari langkah kaki tersebut. Ternyata itu bukanlah Attis melainkan orang lain. Eidothea melihat sosok wanita lain. Ia melihat rambutnya sendiri lalu melihat rambut wanita tersebut. Ia merasa bahwa di hutan ini ada wanita lain selain dirinya. Ia mengejarnya dan mendorongnya dari belakang. Ia tidak sengaja karena tersandung akar pohon.  ouch.. Wanita tersebut berambut panjang, bermata sipit, kulit putih pucat dan tidak terlalu tinggi. Ia memiliki poni lurus di jidatnya.  “Sakit!” Katanya sambil mencoba berdiri. “Maaf..” kata Eidothea kepadanya, sambil menundukkan diri. Wanita itu bingung. Bagaimana penghuni surga bagian ketiga ada disana dengan pakaian dari daun. “Kau siapa?” “Eidothea. Apakah kau lahir dari buah juga?” Tanya Eidothea. “Lahir dari buah? Aku tidak mengerti maksudmu. Namaku Anthousai.” Katanya memperkenalkan diri.  “Kau sangat cantik. Dari mana asalmu?”  “Aku dari wilayah surga bagian ke tiga!” Kata Anthousai dengan ramah. “Kau tinggal disini?” Lanjutnya. Matanya menunjukkan ia sedang meng-inspeksi Eidothea. “Tentu!” “Pantesan bajumu terbuat dari daun monster. Baju itu cukup keren!” Kata Anthousai memujinya. “Aku suka baju ini. Mungkin kita bisa membuatnya untukmu!” Kata Eidothea yang langsung menarik tangannya dan membawanya ke ladang daun monster. Sampai disana, Anthousai melihat ada banyak daun monster di bawah pohon-pohon besar di kaki bukit. “Aku baru tahu ada lokasi seperti ini di hutan!” Kata Anthousai. “Ini bisa dijadikan baju. Mungkin kau mau mencoba!” “Kau bisa membuatnya?” “Tidak, aku tidak bisa. Seseorang yang datang kemari yang membuatnya untukku.” Kata Eidothea. Anthousai mencabut satu daun monster tersebut dengan bersusah payah. Ia mencoba berkali-kali tapi tidak terputus pula dari batangnya. “Itu tampak sia-sia!” Kata Eidothea kepada Anthousai yang sudah mulai mengatakan kata menyerah.  Eidothea merapatkan jari telunjuk dengan jari tengahnya. Lalu ia menggunakannya seperti pisau. Ia menyayat batang daun tersebut dengan mudah menggunakan dua jarinya. “Apakah itu magic?” Tanya Anthousai sambil mengambil daun-daun yang terjatuh di tanah setelah dipotong oleh Eidothea. “Aku rasa dua lembar sudah cukup.” Kata Anthousai yang melihat Eidothea akan memotong yang lain. “Baiklah,” kata Eidothea berbalik dan tersenyum manis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD